Sebagian orang mungkin saja masih bertanya-tanya tentang seberapa tajamkah "taring" pemuda masa kini ?. Jawaban itu tidak mudah didapat hanya lewat pengamatan tulisan atau pun berita saja. Usaha itu perlu ditambahi dengan mengenal lebih dekat kehidupan sosial mereka, baik mahasiswa, pemuda desa ataupun kota. Memang tidak mudah pula mengungkapkan kekurangan apa saja yang hendaknya ditambal oleh kawula muda agar tetap bergerak dalam dinamika masyarakat, dan mengikuti arus perkembangan yang dahsyat dalam era ini.
Perjalanan  Sejarah Pemuda (Mahasiswa)
Masih tersimpan sekotak ingatan yang khas akan gerakan-gerakan mahasiswa kita di era 98. Mereka, dengan jalan dan pandangan yang berbeda-beda, berusaha meneriakkan dengan lantang suara sumbang yang beradu di kursi pemerintahan. Visi dan Misi Mahasiswa ini jelas sudah, yaitu menghentikan tata pemerintahan yang korup. Era ini juga ditandai dengan sebutan reformasi, yaitu dengan lengser keprabonnya Pak Soeharto yang sudah menjabat kursi presiden selama, kurang lebih, 32 tahun.
Sebenarnya kalau mau ditilik lagi ke belakang, dengan tema pergerakan-pergerakan pemuda, maka ada suatu alur dan pola mendasar yang jelas. Semacam keteraturan yang muncul. Kita juga pasti tahu bahwa keinginan mahasiswa sebagai suara lantang pergerakannya adalah keadaan rakyat-rakyat indonesia pada zamannya. Kebetulan, atau memang demikian sejarah hendak menunjukkan kepada kita bahwa alasan yang (hampir) sama juga terjadi pada era 66, ketika Pak Karno lengser.
Konflik yang muncul dan menghilang di dalam pergerakan mahasiswa menjadi peristiwa yang unik untuk diketahui. Berbagai macam pandangan ideologi mewarnai setiap aksi dari mereka, ada yang secara tegas menyatakan nasionalis, ada juga yang sosialis, dan ada pula bergerak atas dasar moralitas. Semuanya menempati porsinya masing-masing. Adakalanya sisipan nuansa ke-politik-an turut memperkeruh suasana pergerakan mahasiswa.
Memang menjadi hal yang wajar apabila kemauan mahasiswa untuk menyalurkan aspirasi dan keprihatinan rakyat kepada wakil rakyat sangat tinggi. Apalagi jika iklim pemerintahan menunjukkan kebobrokan dan hipokrisinya yang ditunjukkan secara tegas. Hal ini menjadi katalisator untuk berkobarnya api demonstrasi yang ganas. Demonstrasi yang kelewat anarkis dan bentrokan dengan aparat keamanan biasanya disulut oleh ketidakpuasan mahasiswa akibat tidak bertemu dengan pejabat pemerintahan untuk sekadar diskusi, disamping kebijakan-kebijakan pemerintah yang tak membela rakyat.
Namun demikain boleh dibilang bahwa sejak era-66 dan era-98, mahasiswa mendapat sebutan "tak tertulis" sebagai agen perubahan, agen pembaharu, generasi pelopor dan sebutan lainnya. Mahasiswa seakan menjadi garda terdepan dalam suatu perubahan ke arah kemajuan. Sejarah memang sudah menunjukkan seperti itu, dan beberapa kajian mendukung bahwa demikianlah yang seharusnya, bahwa pemuda adalah kaum-kaum pelopor.
Beda Zaman, Beda Alasan
Gerakan pemuda zaman dulu, seperti Budi Utomo, Serekat Islam, dan gerakan pemuda lain bertolak pada tujuan yang beragam, tetapi secara garis besar mereka menginginkan persatuan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh perlakuan sewenang-wenang  pihak Hindia-Belanda atas politiknya di Indonesia, dan yang menjadi korban selama ratusan tahun adalah rakyat-rakyat miskin dan buruh kasar.
Kita telah mengetahui lewat ulasan sejarah di sekolah bahwa sistem kerja paksa, pajak yang terlampau tinggi dan tidak diberlakukannya pendidikan pada rakyat tak berpunya ini, menjadikan murka bagi para intelektual muda dan para cendekiawan. Jika demikain adanya, dibutuhkan gerakan revolusi untuk membebaskan rakyat indonesia dari belenggu kekangan penjajah, yaitu dengan "merdeka". Maka muncul berbagai macam organisasi pemuda dengan latar belakang yang (hampir) sama, yaitu menghilangkan keberadaan hindia-Belanda sebagai penjajah.
Mari kita menengok ke masa depan di mana era pasar bebas dan globalisasi menjadi wajah baru dunia. Pasar bebas memang masih baru ditelinga kita, karena area ini penuh dengan istilah-istilah yang membuat "wah" dan mencengangkan. Akan tetapi pasar bebas, jika pemerintah tidak membela potensi lokal, malah akan mematikan industri-industri kalangan menengah yang bercirikan keunikan khas daerah. Ditambah lagi banyaknya persaingan barang-barang hasil industri tidak saja berasal dari dalam negeri , tetapi juga dari luar negeri, seperti Cina, Jepang, dan Korea. Dengan demikin persaingan tidak hanya pada jumlah dan keunikan saja, tetapi kualitas bagus dengan harga yang rendah.
Efek-efek era globalisasi adalah terbentuknya dunia tanpa sekat, seperti pertukaran informasi pada internet. Pun demikian dengan pergerakan mahasiswa. Dengan berkembangnya IPTEK, maka pergerakan mahasiswa melaju dengan percepatan yang tinggi. Tidak hanya komunikasi satu daerah, tetapi juga daerah yang tidak dapat dijangkau dalam beberapa menit pun bisa tersentuh.
Gerakan pemuda pun lambat laun mengalami sedikit evolusi, dipersenjatai dengan alat di dunia maya menjadikan gerakan meluas dengan mudah. Namun ada kehilangan yang cukup membuat saya khawatir, tampaknya perkumpulan pemuda mulai kehilangan taring meski banyak sekali forum-forum yang diadakan di beberapa daerah. Â Sangat disayangkan apabila wacana-wacana, hasil diskusi tidak serta-merta diterjemahkan dalam gerakan in action. Kita boleh berbangga hati masih ada kaum muda yang peduli akan kebersihan, pendidikan bagi anak-anak tidak mampu dan yang putus sekolah, percaturan politik dan birokrasi yang diselewengkan, dan masih banyak macamnya bagaimana mahasiswa mengekspresikan idealismenya.
Agaknya perbedaan zaman turut mengubah perspektif pemuda terhadap tantangan-tantangan yang ada. Mungkin pula alasannya tidak seperti era dulu. Akan tetapi kita tetap mengharapkan kaum muda yang peduli terhadap tanah airnya, terhadap masyarakatnya, dan semua sumber daya-sumber daya yang terkandung di dalamnya. Karena biarpun teknologi informasi meningkat kualitas dan kuantitasnya secara tajam, jangan sampai peran pemuda masa kini menjadi kehilangan arti.
Pemuda, dan oleh karena itu juga mahasiswa, masih menjadi agen pelopor dan gerakan pencipta yang mempunyai kekuatan yang dahsyat apabila bersatu. Tinggal menunggu seberapa kuatkah tekad pemuda, seberapa pedulikah gerakan-gerakan pemuda akan keadaan negeri ini (secara umum) serta seberapa mampukah mereka in action daripada sekadar perdebatan-perdebatan saja. Akhirnya tanah ini masih menunggu "kelahiran" pemuda-pemuda yang memelihara "ibu pertiwi" ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H