Seyogyanya, sebagai seorang Akademisi dan Praktisi Hukum idealnya kita pasti sudah tidak asing dan memahami apa itu argumentasi hukum. Sebab, argumentasi hukum adalah suatu hasil proses berpikir yang dibutuhkan oleh setiap ahli hukum, calon ahli hukum, dan penegak hukum.
Argumentasi hukum merupakan suatu kerangka berpikir seorang juris dalam membuat legal reasoning. Untuk itulah, dalam membentuk argumentasi hukum diperlukan suatu bahan dasar dan cara yang tepat. Bahan dasar yang dibutuhkan adalah pemahaman mengenai sesuatu hal tentang hukum yang berkaitan dengan ilmu hukum.
Setelah memahami posisi kasus hukum yang dihadapinya, kemudian dilihat peraturan perundang-undangan mana yang berkaitan dengan kasus tersebut. Namun, terkadang dalam satu kasus menyangkut beberapa peraturan perundang-undang yang berkaitan. Dengan demikian, seorang juris harus piawai dalam menentukan peraturan perundang-undangan mana, yang substansinya sesuai dengan kasus tersebut. Tak hanya itu, dalam menyusun argumentasi hukum, diperlukan juga suatu penguasaan untuk melakukan perumpamaan dalam melakukan proses berpikir. Melakukan perumpamaan dalam rangkaian berpikir, akan memudahkan dalam memahami dan menyusun argumentasi hukum. Pada dasarnya, pengetahuan, pemahaman, dan penguasaan argumentasi hukum membutuhkan pengetahuan, pengalaman, dan penguasaan dasar tentang Pengantar Ilmu Hukum, Pengantar Hukum Indonesia, dan Ilmu Negara.
Argumentasi hukum merupakan suatu rangkain yang dibangun untuk menjawab permasalahan hukum. Jawaban yang diberikan dalam bentuk argumentasi hukum, yang berkaitan dengan jenis hukum, sumber hukum, dan jenjang hukum. Dengan demikian, argumentasi hukum yang dibangun berisikan kebenaran dengan didasari norma hukum, teori hukum, dan filsafat hukum. Tanpa dasar tersebut, argumentasi hukum yang dibangun tidak akan kokoh.
Kemudian, dalam membentuk argumentasi hukum, seorang juris harus memahami terlebih dahulu posisi kasi yang dihadapi. Agar dapat menentukan, sekiranya aturan hukum mana yang sesuai dan dapat diterapkan terhadap kasus tersebut. Setelah mengetahui dan memahami posisi kasus yang dihadapi, maka dilakukan suatu pencarian aturan hukum yang berkaitan dengan kasus tersebut. Terkadang pula, ada suatu kasus yang berkaitan dengan beberapa aturan hukum. Oleh karenanya, seorang juris harus piawai dan teliti dalam memilah dan memilih aturan hukum yang akan diterapkan terhadap suatu kasus.
Retroaktif atau berlaku surut atau sering disebut dengan asas adalah pemberlakuan peraturan perundang-undangan lebih awal daripada saat pengundangannya. Pemberlakuan peraturan perundang-undangan pada hakekatnya berlaku pada saat pengundangan, dalam artian setiap norma yang terkandung dalam peraturan baik itu memerintahkan maupun melarang atau jenis lainnya sudah berlaku mulai dari saat peraturan tersebut diundangkan. Karena itu sebuah peraturan tidak dapat dikenakan pada kejadian sebelum peraturan disahkan sesuai dengan asas legalitas. Lantas apakah berlaku surut dalam pemberlakukan peraturan masih bisa diterapkan.
Sedangkan dalam istilah hukum, retroaktif atau berlaku surut (Bahasa Latin: ex post facto yang berarti "dari sesuatu yang dilakukan setelahnya") adalah suatu hukum yang mengubah konsekuensi hukum terhadap tindakan yang dilakukan atau status hukum fakta-fakta dan hubungan yang ada sebelum suatu hukum diberlakukan atau diundangkan. Dalam kaitannya dengan hukum kriminal, hukum retroaktif dapat diterapkan pada suatu tindakan yang legal atau memiliki hukuman yang lebih ringan sewaktu dilakukan. Pada dasarnya, hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 28I ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 ("UUD 1945"). Asas ini dikenal dengan namaasas non-retroaktif, yaitu asas yang melarang keberlakuan surut dari suatu undang-undang.
Dari penjelasan mengenai argumentasi dan retroaktif dapat disimpulkan bahwa argumentasi hukum tidak dapat berlaku secara retroaktif karena argumentasi hukum atau legal reasoning tidak hanya dipahami sebagai ilmu hafalan atas peraturan saja tetapi didasari oleh logika berpikir yang logis dengan penyampaian gagasan dan opini hukum seperti seorang ahli hukum dan advokat yang memberikan argumentasi hukum kepada kliennya. Advokat merupakan seseorang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang yang dalam pekerjaan sehari-harinya sering memberikan argumentasi hukum. Terkait Retroaktif dalam Black's Law Dictionary didefinisikan sebagai "extending in scope or effect to matters that have occurred in the past." Di Indonesia sendiri digunakan istilah "berlaku surut", sistem hukum Indonesia secara jelas mengatur bahwa terhadap peraturan perundang-undangan tidak berlaku surut atau non-retroaktif. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang menyatakan bahwa "Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun."
Retroaktif adalah konsep hukum yang berkaitan dengan apakah suatu undang-undang atau keputusan hukum dapat diterapkan kembali ke peristiwa atau tindakan yang terjadi sebelum undang-undang atau keputusan tersebut berlaku. Terdapat beberapa prinsip dan aturan umum yang berlaku dalam konteks retroaktivitas:
- Prinsip Keamanan Hukum: Prinsip ini menggarisbawahi pentingnya kepastian hukum. Dalam banyak yurisdiksi, undang-undang baru seringkali tidak dapat berlaku retroaktif untuk menghormati hak-hak dan ekspektasi hukum individu yang telah berdasarkan hukum yang berlaku pada saat itu.
- Retroaktivitas Penuh: Beberapa undang-undang atau keputusan hukum mungkin secara eksplisit menyatakan bahwa mereka berlaku retroaktif. Ini bisa terjadi dalam konteks hukum pidana untuk menghukum tindakan tertentu yang sudah terjadi di masa lalu.
- Retroaktivitas Terbatas: Di beberapa kasus, undang-undang baru dapat diterapkan secara retroaktif hanya dalam hal-hal tertentu, seperti untuk mengoreksi kesalahan teknis atau perubahan administratif.
- Konstitusionalitas: Dalam beberapa yurisdiksi, retroaktivitas dapat menjadi masalah konstitusional. Undang-undang yang diterapkan retroaktif mungkin dianggap melanggar hak-hak konstitusional individu dan oleh karena itu dinyatakan tidak sah.
- Discretionary Power of Courts: Di beberapa yurisdiksi, keputusan hukum yang diambil oleh pengadilan dapat memiliki kebijakan diskresioner dalam menentukan apakah suatu hukum atau keputusan harus diterapkan secara retroaktif dalam kasus tertentu.
Jadi, apakah argumentasi hukum bisa berlaku retroaktif atau tidak sangat bergantung pada hukum dan peraturan yang berlaku di suatu wilayah hukum tertentu. Yang penting adalah memahami prinsip-prinsip hukum yang berlaku di wilayah tersebut dan bagaimana prinsip-prinsip tersebut diterapkan dalam konteks tertentu.
Jika melihat pendapat hukum tersebut yang sudah di jabarkan di atas, maka argumentasi hukum tidak dapat berlaku surut (retroaktif) karena argumentasi hukum merupakan dasar-dasar logika berpikir seperti proposisi, premis, argumentasi, validitas, induktif-deduktif, berpikir objektif yang terus berkembang mengikuti perkembangan zaman untuk menghasilkan konklusi yang konkrit. Dalam kaitannya dengan seorang advokat yang memberikan argumentasi hukum kepada kliennya maka advokat memiliki hak imunitas yang diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang No.18 Tahun 2003 tentang Advokat. Seorang advokat harus merasakan kebebasan sebagai pekerjaannya, tidak merasa takut serta tidak merasa terkait kepada suatu kekuasaan yang mengintervensi inheren dengan hak kebebasan tersebut termasuk dalam memberikan argumentasi hukum sepanjang tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, oleh sebabnya hak imunitas melekat pada profesi advokat.