Mohon tunggu...
Fawwaz Ibrahim
Fawwaz Ibrahim Mohon Tunggu... Lainnya - Aktivis Pendidikan

Belajar untuk menulis kembali

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Gadis Kecil Kesayangan Ayah

30 Juni 2015   01:07 Diperbarui: 30 Juni 2015   01:07 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Dok. Keluarga| Gadis kecil kesayangan Ayah saat event KAA Bandung berpose di kawasan Masjid Raya Bandung" ][/caption]

Jujur hari ini saya disibukkan dengan berbagai kegiatan dari pagi hingga siang, cukup melelahkan memang tapi tetap saya harus lakoni itu semua. Mulai dari ke kantor desa untuk meminta folmulir F-1 sebagai syarat untuk pembuatan e-ktp di kantor kecamatan. Ya, saya memang belum membuat e-ktp sedari awal kemunculannya.

Setelah mendapatkan folmulir tersebut, saya harus mengantar kedua adik yang mengikuti pesantren kilat di salah satu pusat dakwah di kawasan jalan dipenogoro. Baru setelah itu saya bergegas untuk menuju kantor kecamatan Cimenyan untuk perekaman data diri. Proses di kantor tersebut bisa dikatakan cukup, cukup lama maksud saya. Padahal tidak terlalu banyak orang yang hadir ketika saya berada di situ. Walau seperti itu saya tetap lakoni, karena kebutuhan akan kartu penduduk tersebut.

Setelah proses perekaman data dan lainnya, saya harus awalnya akan mengambil KTP tersebut di kantor kependudukan yang berada di Soreang. Akan tetapi petugas menyatakan hal itu belum bisa dilakukan karena proses pengiriman data membutuhkan waktu sekitar 6-7 hari.

Jujur saya sempat kesal, karena di jaman 4G begini, pengiriman data yang seharusnya bisa lebih cepat dan mudah, malah yang di miliki pemerintah masih saja sulit. Kalau kata adik saya masih lelet kayak kura-kura. Wal-hasil hal tersebut harus saya tunda terlebih dahulu sampai pekan depan.

Keluarlah saya dari kantor tersebut, ketika menuju parkiran untuk mengambil motor sampai saya menggunakan helm. Seorang tua paruh baya menghampiri saya dan meminta uang parkir dengan memaksa, karena tidak mau ribut saya akhirnya mengalah. Karena ketika awal saya datang, kendaraan yang lalu lalang tidak ada satu pun yang di tagih uang parkir.

Merasakan keadaan motor yang kurang nyaman di kendarai, maka saya putuskan untuk memberikan perawatan kepada motor tersebut. Tempat servis yang saya tuju juga kebutulan searah dengan jalur pulang, hingga hal itu memberikan efisiensi waktu kepada saya.

Estimasi perawatan motor awalnya hanya 1 jam, akan tetapi karena melihat banyak yang perlu di perbaiki, akhirnya molor hingga 2 jam. Besyukur karena setelah perawatan tersebut, sang motor lebih nyaman untuk di kendarai, walau pun ada 1 bagian yang terlewat yaitu, balancing. Hal ini karena uang yang saya bawa kurang, hingga proses itu harus di tunda hingga bulan depan.

Saya pun langsung bergegas pulang, sampai di rumah ada Bunda dan adik terkecil yang tahun ini baru kelas tiga sekolah dasar. Saya dan Bunda telibat pembicaraan yang sebenarnya tidak di sangka bahwa adik bungsu saya paham akan hal yang kami bicarakan.

Bunda (B): “Waz, dari mana?”

Aku (A): “ Beres nganterin Hannah dengan Sajjad”

B: “koq, lama banget”

A: “iya, tadi beres dari kantor kecamatan sama servis motor”

B: “oh, habis berapa servis motornya?”

A: “280 an Bund, tapi itu masih ada yang belum juga”

B: “Apa yang belum?”

A: “Balancingnya Bund, tadi kakak kurang bawa uangnya, makannya paling bulan depan aja”

B: “Berapa emang buat balancing motornya?” Selidik Bunda,

A: “sekitar 150an kalau kata montirnya sih”

B: “oh, ya sudah tunggu nanti saja kalau ada uangnya”

Faren tiba-tiba nyambung dengan pembicaraan kami,

Faren: “Bunda, Bunda ada uangnya berapa emang?”

B: “ Emang kenapa yen?”

F: “Kalau mau pake uang Faren aja buat itu apa namanya, buat motor, di teh Ean ada 80, trus di Bunda ada 50 kan uang aku, nanti kurangnya Bunda yang tambahin ya??”

Jujur saya terkejut ketika Faren berbicara seperti itu, Faren sepertinya begitu paham apa yang kami bicarakan dan permasalahan yang kami bicarakan di rumah. Kemudian Faren mencoba untuk menjadi pemberi solusi atau setidaknya meringankan. Sejujurnya saya terharu kepada adik bungsu saya ini, akan tetapi itu ucapan Faren tersebut dengan canda oleh saya dan Bunda.

Akan tetapi saya paham bahwa Faren ketika bicara itu benar-benar tulus dan serius.

Bunda hanya bilang “Gadis kecilnya Ayah ya”

Di sambut dengan senyum Faren dengan gigi roges dan ompong di depan karena baru di cabut pekan lalu. Ah, kembali saya ingat Ayah yang sangat sayang kepada anak bungsunya ini. Tapi, yang saya tidak sangka bahwa Faren bisa bersikap dewasa dan mencoba membantu Bunda dan kakaknya walau tidak di minta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun