Mohon tunggu...
FAWER FULL FANDER SIHITE
FAWER FULL FANDER SIHITE Mohon Tunggu... Penulis - Master of Arts in Peace Studies
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Tidak cukup hanya sekedar tradisi lisan, tetapi mari kita sama-sama menghidupi tradisi tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Technology as God: Upaya Agama Memenjarakan Tuhan (Part 14)

24 April 2020   13:38 Diperbarui: 24 April 2020   13:39 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keterangan: Gambar hanya sebagai ilustrasi, sumber: pontas.id

Technology as God : Upaya Agama Memenjarakan Tuhan (Part 14)

MEMENJARAKAN TUHAN

"Technology as God" mengkritis proses pemenjaraan Tuhan atas nama Agama, apa benar Tuhan di penjara oleh Agama? Mengapa Agama hadir menjadi penjara bagi Tuhan?

Jika kita perhatikan agama-agama saat ini, selalu membatasi pikiran-pikiran kita untuk mengenal Tuhan, seperti pertanyaan kritis kita tentang ketuhanan sangat jarang direspon secara pikiran oleh agama, melainkan mereka jawab dengan perkataan, "Itu semua sudah rencana Tuhan".

Hingga dalam banyak kasus kemanusiaan yang terjadi di dalam kehidupan pengikut agama tersebut, hanya disimpulkan dengan kata "Sabar" dan "Tetap bersyukur semua rencana Tuhan".  Hal tersebutlah yang membuat "Technology as God" menyebut agama sebagai penjara Tuhan.

Idealnya agama tetap memberikan ruang kepada umatnya untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang siapa yang dia sembah. Tuhan itu bukan hanya milik agama tetapi milik semua manusia, dan termasuk bagi yang tidak punya agama.

Kata Tuhan dalam bahasa melayu berasal dari kata tuan. Buku pertama yang memberi keterangan tentang hubungan kata tuan dan Tuhan adalah Ensiklopedi Populer Gereja oleh Adolf Heuken SJ (1976). Menurut buku tersebut, arti kata Tuhan ada hubungannya dengan kata Melayu tuan yang berarti atasan/penguasa/pemilik.

Kata "tuan" ditujukan kepada manusia, atau hal-hal lain yang memiliki sifat menguasai, memiliki, atau memelihara. Digunakan pula untuk menyebut seseorang yang memiliki derajat yang lebih tinggi, atau seseorang yang dihormati.

Penggunaannya lumrah digunakan bersama-sama dengan disertakan dengan kata lain mengikuti kata "tuan" itu sendiri, dimisalkan pada kata "tuan rumah" atau "tuan tanah" dan lain sebagainya. Kata ini biasanya digunakan dalam konteks selain keagamaan yang bersifat ketuhanan.

KEBEBASAN BERPIKIR

Sejatinya, dengan membatasi ruang berpikir manusia, upaya memenjarakan Tuhan sudah dilakukan oleh agama. Tuhan sebagai esensi sentral dalam agama. Agama harus menjunjung tinggi kebebasan berpikir.

Kebebasan berpikir (disebut juga kebebasan hati nurani) adalah kebebasan seseorang untuk memiliki atau mempertimbangkan suatu sudut pandang atau pemikiran yang terlepas dari sudut pandang orang lain. Konsep ini berbeda dengan konsep kebebasan berbicara atau berekspresi.

Bahkan seorang yang dikurung di penjara dapat kehilangan kebebasan berekspresi, tapi dia tidak kehilangan kebebasan berpikir. Karena itu, sekali lagi saya setuju dengan pandangan bahwa kebebasan berpikir merupakan hal yang mutlak yang tidak terbantahkan.

Kebebasan berpikir menghasilkan bermacam-macam mutu buah pikiran. Ada pikiran besar, ada pikiran konyol, bahkan tolol. Akan tetapi, setolol-tolol buah pikiran yang diproduksi tidak boleh membuat si produsen dilarang berpikir. Orang tolol pun harus dilindungi kebebasannya berpikir sama seperti melindungi kebebasan berpikir orang pintar.

Jika agama selalu bersekukuh untuk memenjarakan Tuhan dengan agama, melalui interpensi menghempang pikiran-pikiran unatnya, itu sama dengan pekerjaan yang utopia. Sebab pikiran tidak bisa dipenjara.

Agama harus hadir dengan kemampuan menjawab segala pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari umatnya tentang Tuhan.

Dalam pemahaman "Technology as God" pikiran diletakkan sebagai sentral, ketika kita bicara tentang Tuhan, sehingga tidak mungkin dalam "Technology as God" mengabaikan pikiran-pikiran kritis tentang ketuhanan.

Louis Leahy berpendapat bahwa kebebasan merupakan salah satu karakter dasar manusia. Manusia adalah makhluk yang secara esensial berkehendak.

Dalam perbuatan berkehendaknya, ke-akuan manusia hadir dalam dirinya dan menguasainya. Karena itu pada dasarnya manusia tidak dapat tidak berkehendak.

Pada prinsipnya, kebebasan manusia itu adalah "nyata" dan "semu". Mengapa demikian ?, karena kebebasan itu dalam kenyataannya merupakan suatu yang bersifat "fragile"; kebebasan bersifat sensitif dan rapuh. Manusia adalah makhluk yang bebas, namun sekaligus manusia adalah makhluk yang harus senantiasa memperjuangkan kebebasannya.

Aktualitas ide kebebasan manusia juga didasarkan pada kenyataan adanya perkembangan arti kebebasan sesuai dengan situasi dan kondisi manusia. Arti dan makna kebebasan pada jaman sekarang, tidak bisa disamakakan dengan pengertian kebebasan dalam masyarakat kuno atau masyarakat pra-modern.

Maaf bersambung...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun