Mohon tunggu...
FAWER FULL FANDER SIHITE
FAWER FULL FANDER SIHITE Mohon Tunggu... Penulis - Master of Arts in Peace Studies
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Tidak cukup hanya sekedar tradisi lisan, tetapi mari kita sama-sama menghidupi tradisi tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Technology as God: Dari Mana Kita Tahu Dia Bertuhan? (Part 12)

23 April 2020   00:13 Diperbarui: 23 April 2020   01:11 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keterangan: Gambar hanya sebagai ilustrasi, sumber: kompas.com

Technology as God : Dari Mana Kita Tahu Dia Bertuhan? (Part 12)

PERILAKU

Banyak menyatakan bertuhan namun perilakunya selalu menindas mereka-mereka yang kelaparan, mereka yang miskin. Tetapi masih sanggup menyatakan kalau dia bertuhan.

Padahal menurut "Technology as God" cara kita mengidentifikasi seseorang itu bertuhan atau tidak, lihat dari perilakunya sehari-hari atau proses dia hidup dalam lingkungannya.

Perilaku adalah serangkaian tindakan yang dibuat oleh individu, organisme, sistem, atau entitas buatan dalam hubungannya dengan dirinya sendiri atau lingkungannya, yang mencakup sistem atau organisme lain di sekitarnya serta lingkungan fisik (mati).

Semakin banyak manusia yang mengclaim dirinya beragama dan bertuhan namun tidak sesuai dengan perilakunya. Sehingga kita perlu berhati-hati banyak pembohong dan pelaku kejahatan saat ini mengatas namakan kepercayaanalnya kepada Tuhan.

Tetapi analogi sederhananya, jika di dalam sebuah gelas isinya air putih, mustahil jika kita tumpahkan menjadi air teh atau kopi. 

Untuk memastikan sebuah pohon benar-benar pohon mangga, tidak hanya sekedar melihat daun atau batangnya, tetapi lihatlah buahnya. 

Sehingga kita harus melihat apa yang dia perbuat, sebab hakekat dari Tuhan adalah Maha Adil, Maha Kuasa, Maha Kasih dan yang lainnya, sehingga ketika dia percaya dan bertuhan tidak mungkin menghasilkan perilaku-perilaku biadap seperti pencuri, koruptor, penzinah dll.

KEKESALAN PADA AGAMA DAN KONSEP TUHAN

Tentu kita sangat akrab dengan nama, Freedrich Nietzschel sangat terkenal dengan Sabda Zarathustra (1883) bahwa "Tuhan telah mati". Inilah awal mula penolakannya terhadap Tuhan. Penolakannya terhadap Tuhan sebenarnya berasal dari kebenciannya melihat orang 'Kristen' yang tidak menunjukkan kekristenan yang seharusnya menampilkan kasih.

Agama Kristen dianggap oleh Nietzsche sebagai bentuk Platonisme baru yang memisahkan antara dunia, kosmologi, materi dan apa yang dapat ditangkap oleh pancaindera.

Dari sini keburukan Kristen kata Nietzsche dipandang meremehkan hal-hal duniawi, tampak seperti gnosis yang meremehkan hidup (tubuh, dunia, hawa nafsu) sehingga merupakan hasrat akan kehampaan, kehendak akan dekadensi, sebagai penyakit, kelesuah dan kepayahan hidup.

Maka penolakan akan Tuhan adalah hal yang paling baik, sebab manusia menjadi tidak bergantung pada Allah (Kristen) yang hanya membelenggu manusia itu, kata Nietzsche.

Keterangan Nietzsche sangat memukul para agama-agama di dunia dan bukan hanya Kristen saja, di karenakan Nietzsche hendak mengatakan dia sudah kesal, dia sudah marah melihat orang-orang yang mengaku bertuhan namun tidak menunjukkan perilaku sebagai seorang yang bertuhan.

Hingga "Technology as God" menilai proses pencemaran terhadap citra Tuhan, dilakukan oleh manusia itu sendiri dengan mempertontonkan perilaku-perilaku yang tidak baik.

Agama bisa menjadi penyebab orang-orang mengugat tentang esensi Tuhan, karena penglihatan agama sebagai sebuah organisasi yang selalu bicara tentang Tuhan, tetapi tidak menghidupi proses kebertuhanan tersebut.

Begitu juga dengan pemahaman Karl Marx, agama adalah candu masyarakat, karena agama, masyarakat menjadi tidak maju dan bersikap rasional.

Menurutnya agama hanya menjadi penghalang manusia untuk menyangkal dan memperbaiki hidupnya yang sedang ditindas, seandainya Tuhan dan agama tidak ada, maka manusia bisa hidup bebas dan bermartabat. Di sinilah Tuhan sekiranya dicoret karena tidak diperlukan.

Mungkin ketika Karl Marx masih hidup saat ini, melihat agama 'Google' dan bertuhan pada 'teknologi' yang menyatakan keterbukaan kepada berpikir bebas dan merdeka untuk kepentingan masyarakat, kita yakin Marx akan mengklasifikasikan agama dan Tuhan yang mau dia sebutkan.

Sebab di dalam paham "Technology as God" sangat mengedepankan hidup bebas, berpikir bebas dan bermartabat seperti yang disebut-sebut Marx, hingga dapat dikatakan juga "Technology as God" lahir dari komulatif peristiwa agama dan konsep Tuhan saat ini yang begitu kaku dan menjenuhkan.

Maaf bersambung...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun