Mohon tunggu...
FAWER FULL FANDER SIHITE
FAWER FULL FANDER SIHITE Mohon Tunggu... Penulis - Master of Arts in Peace Studies
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Tidak cukup hanya sekedar tradisi lisan, tetapi mari kita sama-sama menghidupi tradisi tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Technology as God: Berpikir, Kemudian Bertuhan (Part 8)

19 April 2020   15:20 Diperbarui: 19 April 2020   15:22 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keterangan: Gambar hanya sebagai ilustrasi pikiran, sumber: Okezone

Technology as God : Berpikir, Kemudian Bertuhan (Part 8)


Pemahaman "Technology as God" dengan tegas mengatakan kalau kita harus berpikir dulu baru ber-Tuhan. Sebab tidak ada teknologi (Tuhan) yang lahir tanpa pikiran.

Secara defenisi umum, pikiran adalah gagasan dan proses mental. Berpikir memungkinkan seseorang untuk merepresentasikan dunia sebagai model dan memberikan perlakuan terhadapnya secara efektif sesuai dengan tujuan, rencana, dan keinginan.

Sehingga pikiranlah yang akan membentuk kesadaran kita bahwa ber-Tuhan itu penting, bahwa ber-Tuhan itu menjadi kebutuhan itu, semua itu diproduksi dalam pikiran menurut "Technology as God".

Lalu dikemudian, bertuhan disebutlah sebagai orang-orang yang mengakui adanya Tuhan, hingga pengakuan itu akan melahirkan iman pada diri manusia.

Iman adalah rasa percaya kepada Tuhan. Iman sering dimaknai "percaya" (kata sifat) dan tidak jarang juga diartikan sebagai kepercayaan (kata benda).

"Technology as God" menyebut tidak akan ada proses bertuhan tanpa pikiran dan tidak ada juga proses beriman tanpa pikiran.

Jika kita melirik bagaimana pemahaman Yuval dalam bukunya Homo Sapiens dia sampaikan demikian:

Homo Sapiens merupakan kelompok mamalia yang  memiliki kecerdasan yang tinggi. Ini merupakan istilah biologi terhadap manusia modern saat ini.

Sapiens merupakan satu-satunya spesies dari genus homo yang tersisa. Sapiens sendiri diperkirakan ada sejak 100.000 tahun terakhir.

Menurut Yuval Noah, ada tiga Revolusi penting dalam membentuk jalannya sejarah Sapiens hingga sekarang, yaitu : Revolusi Kognitif, Revolusi Pertanian dan Revolusi Sains.

Revolusi Kognitif dimulai sekitar 70.000 tahun silam. Ini ditandai dengan kemunculan cara-cara baru berpikir dan berkomunikasi.

Apakah pada saat revolusi kognitif ini lahirnya Tuhan? Why not? Can be? Namun kita tidak membahas pada bagian hal tersebut.

Tetapi "Technology as God" hendak mengatakan "We are gods because of the concept of mind, if thought does not exist then we can never be god".

Kita bertuhan karena konsep pikiran, jika pikiran tidak ada maka kita tidak akan pernah bisa bertuhan.

Dengan demikian pemahaman yang mengatakan, "Jangan pakai pikiran mu untuk mengenal Tuhan, untuk ber-iman kepada Tuhan, jelas ditolak oleh paham "Technology as God".

Pada pemahaman, filsafat pikiran adalah cabang filsafat yang mempelajari ontologi dan sifat pikiran serta hubungannya dengan tubuh. Masalah pikiran -tubuh adalah masalah paradigmatik dalam filsafat pikiran. 

Oleh karena itu seluruh organ tubuh di gerakkan oleh pikiran, termasuk yang kita sebut hati atau perasaan kita, semua digerakkan oleh pikiran, dan terlebih kebertuhanan kita, atau keberimanan kita kepada Tuhan semua karena pikiran.

Namun fenomena saat ini yang kita lihat banyak agama-agama yang seakan anti pada pikiran, bahkan pikiran dikambing hitamkan hanya untuk melegitimasi kebenaran dogma-dogma dalam agamanya.

PERANAN PIKIRAN

"Technology as God" mengajarkan kita agar bertuhan dengan pikiran. Seperti cerita dibawah ini: 

Ada dua orang yang sedang melakukan tugasnya untuk penyebaran agama, dalam perjalananya mereka bertemu dengan beberapa orang pemulung, yang sedang asing mencari sampah, lalu mereka menyapa pemulung tersebut secara terpisah, orang yang satu langsung bercerita dan memberikan pengharapan akan keselamatan jika mengikut agama mereka, lalu mendapatkan penolakan.

Tetapi orang kedua itu, melihat pemulung itu sedang haus dan lapar, maka bergeraklah ia terlebih dahulu mengambil air putih dan roti yang ada di dalam tasnya, kemudian mengajak pemulung itu duduk, setelah pemulunh itu selesai makan baru ia mulai bercerita tentang keselamatan jika mengikut agamanya akan memperoleh keselamatan, alhasil pemulung itu pun mau menjadi pengikut agama mereka.

Dari cerita diatas "Technology as God" ingin menyampaikan orang bertuhan tanpa pikiran, sedangkan orang kedua tersebut, dia bertuhan dengan pikiran, sehingga nalarnya tergerak memberikan kebutuhannya terlebih dalu baru mengajaknya untuk ikut bersama agamanya".

Sejatinya agama bukan hanya membicarakan soal keselamatan surga tetapi termasuk kebutuhan hidup di dunia.

Actually religion does not only talk about the salvation of heaven but includes the necessities of life on earth.

Hari ini hal tersebut terjadi, seakan agama hanya berwacana keselamatan sedangkan pengikutnya dilanda penindasan akibat tidak mampu hidup dengan sistem yang tidak pernah berpihak pada mereka.

Bersambung dulu ya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun