Ada beberapa contoh kasus dalam kebijakan ini, diantaranya perpindahan zona tempat tinggal ilegal secara administratif yang terjadi di Bogor. Ya karena memang pilihan alternatifnya itu. Dimana kita berusaha mendapat pengakuan administratif bahwa kita bertempat tinggal di dekat sekolah yang kita inginkan.
Bapak dan Ibu yang saya hormati, kebijakan ini akan berujung terciptanya peta pasar yang menguntungkan bagi mereka pemilik industri properti yang kebetulan memiliki produk di dekat sekolah unggulan tersebut. Memang, perhatian siswa dalam mutu pendidikan dewasa ini kurang terlihat. Namun, mereka tetap ingin bersekolah di sekolah unggulan. Bodoamat pinter apa ngga nantinya, yang penting favorit.Â
Kebijakan in pun akan secara otomatis menutup potensi siswa dalam upaya menempuh pendidikan di tingkat universitas. Mengapa? Karena jika kita bertaruh bahwa pemerataan mutu pendidikan dapat diawali dengan pemerataan jumlah siswa pada suatu sekolah dengan tempat tinggal yang sama, apakah mereka dapat bersaing dengan ketat?Â
Ataukah mutu sekolah yang dulunya favorit menjadi turun gara-gara siswa yang bertempat tinggal di kawasan tersebut bodoh-bodoh? Integritas sekolah akan turun, karena taruhannya tidak pada akal pemikiran para siswa, tetapi terdapat pada dimana mereka tinggal.
Kebijakan ini memang berniat baik, namun sayang sekali diawali dengan langkah yang kurang jelas. Maka sudah sepatutnya kita membiarkan kontestasi siswa dalam upaya untuk memasuki sekolah yang mereka inginkan berdasarkan akal pemikiran dan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Bukan pada poin dimana mereka tinggal.Â
Dan hanya ketika dimulainya pemerataan tenaga pendidik dan fasilitas sekolah, maka pemerataan jumlah siswa atau yang kita sebut sistem zonasi ini dapat kita rasakan manfaatnya.
Tingkatkan tenaga pendidik dan fasilitas sekolah terlebih dahulu, baru nanti we siswanya berdasarkan zonasi. Tah kitu we singkatna mah. Da maenya urang misalna pinter yeuh ngan sakola nu di dekeut imah butut. Keur mah dekeut laut imah teh. Jauh kamamana, ai otak pinter kan lebar.Â
Manya kudu gawe. Kan langkung sae upami arurang nu kitu teh sakola di sakola nu lebih pantes lah. Manya pilot diajar macul.
Nah, itu saja ya. Salam hangat dari saya.Â
Nama saya Fawaz Muhammad Ihsan, siswa kelas 12 IPS di SMA Plus Pesantren Amanah Muhammadiyah Kota Tasikmalaya. Anggota Bidang Advokasi PC IPM 46181 2018-2019.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H