Mohon tunggu...
Fawaizzah Watie
Fawaizzah Watie Mohon Tunggu... wiraswasta -

Perempuan. Duapuluhan. \r\n\r\n\r\nhttp://fawaizzah.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Belum Kalah

4 Maret 2012   07:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:31 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudahlah, kubilang sudah!

Bosan rasanya aku berkata pergilah. Kamu selalu bergeming dengan senyum tersungging. Sedang perutku mulas bukan main.

Berbicara serasa percuma, diam juga tak ada gunanya. Kamu selalu datang tanpa pernah kusambut ramah. Aku tak mengerti, apa yang membuatmu sebebal ini.

“Kaupikir aku akan menyerah? Aku adalah kesatria yang tak pernah kalah!” katamu pongah.

Aku nyaris saja meledak jika tak pandai-pandai memarkir hati. Tak apa terserak, asal tak kaukuntiti saja, aku sudah merasa senang, menang. Tapi selalu saja begini, kamu tak membiarkan aku bergerak tanpa ujung benang bersimpul di jempol kaki. Sedikit saja getaran, sudah mampu mengisyaratkan bahwa aku ingin pergi, berlari. Jauh darimu.

Lalu suaramu melolong, membuat sakit telingaku, dadaku. Dan aku akan kembali meringkuk. Pilu. Tak ada yang peduli.

Aku merapal mantra-mantra, berharap kamu sirna. Tanpa bekas. Tanpa jejak. Tapi entah apa yang membuatmu begitu bertuah. Tak pernah goyah. Mendesak. Menerkam. Menikam. Menyakiti aku, tapi tak pernah mau membuatku mati.

Sudahlah, sudah! Aku benar-benar tak mau lagi. Hingga akhirnya, aku mulai pasrah. Membiarkanmu meresap lewat pori-pori, berbaur dengan darah lalu menjalari hati. Seperti amoeba, tubuhmu terbelah dua, terbelah dua lagi, lalu lagi dan lagi. Banyak sekali. Tak terhitung, tak terhingga. Hingga hati dan darahku tak lagi berwarna merah, tak juga jingga.

“Sudah kubilang, aku adalah kesatria yang tak pernah kalah!” katamu dengan senyum mengembang.

”Silahkan bersuka cita, rindu!” kataku sambil tersenyum, sinis sekali. Dan setelah itu, diam-diam, tanpa sepengetahuanmu, aku bersepakat dengan waktu. Berikrar, bahwa aku belum kalah. Aku akan membalasmu nanti. Dan itu pasti!

.

sumber gambar: solorayaonline.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun