Mohon tunggu...
Fawaizzah Watie
Fawaizzah Watie Mohon Tunggu... wiraswasta -

Perempuan. Duapuluhan. \r\n\r\n\r\nhttp://fawaizzah.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Puisi

[FSC] Tanpa Nama

13 Agustus 2011   13:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:50 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kamar, 04 Juli 2005

Pagi belumlah sepenuhnya pergi, tapi terik datang bak tak terbendung lagi. Hawa gerah, panas, dan rindu menyatu. Ya, aku rindu padamu. Rindu pada sosokmu yang selalu kutunggu. Hey, hari ini apa kabarmu? Semoga Tuhan senantiasa mendengar dan mengabulkan doaku, agar Dia selalu menjagamu. Menuntunmu menuju kearahku, dimana aku menunggumu.

Beberapa kali aku menulis surat untukmu, tapi beberapa lembar kertas surat itu pun hanya tertumpuk rapi di lemari. Tepatnya, di bawah tumpukan bajuku. Tak ada keberanian untuk menyampaikan padamu. Tak ada keberanian membiarkanmu membaca setiap jengkal tulisan dari kalbuku. Bukan, bukan karena tak mengizinkanmu tahu, tapi sungguh aku tak berani. Aku malu. Dan yang pasti, aku tak tahu alamatmu.

Rajutan kata-kataku tak seindah puisi, tak semanis prosa dan tak seberisi cerita romansa. Aku hanya menggoreskan cintaku yang sulit terlacak secara acak. Juga tentang rindu yang kadang mencekik ulu hati saat aku menerawang jauh ke depan. Tentang rajutan dan songketan benang-benang kebahagiaan denganmu. Ah… aku jadi rindu. Rindu bercengkrama dan beradu cinta denganmu. Rindu saat-saat yang belum tentu.

Apa kau juga begitu? Merinduku sambil tengok kanan kiri berharap aku ada di dekatmu? Lalu segera menggandengku dan memelukku? Ah… lagi-lagi aku malu. Sungguh aku malu membicarakanmu, tapi kamu layaknya candu. Sulit untuk ditolak, sulit untuk tidak dijadikan bahan perbincangan, antara aku dan hatiku.

Sebenarnya aku tidak tahu mesti memanggilmu bagaimana. Bahkan aku pun belum tahu namamu. Tapi aku harap kamu tak berpikir bahwa aku lancang karena telah mencintaimu.

Hey, matahari kian meninggi, hendaknya segera kusudahi rindu ini. Jika nanti kau ingin membaca surat ini, mungkin letaknya tak lagi di bawah tumpukan baju lemariku. Tapi di lemari kita. Baca semua dan kau akan tahu, bahwa aku mencintaimu sebelum aku tahu namamu.

Dari :

Yang menyiapkan sarapan pagi untukmu

Diikutsertakan dalam Event Fiksi Surat Cinta

Nomor.  239 : Fawaizzah Watie

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun