Aya duduk terpekur di bawah langit senja, dengan sebuah blocknote dan pensil ditanggannya. Blocknotelah satu-satunya sahabat yang setia menemaninya duduk di bawah hamparan langit untuk menanti Sang kekasih kembali. Bukanlah sebuah blocknote yang mewah dengan beribu warna di sampulnya, hanya blocknote sederhana bersampul putih.
Aya selalu menuliskan kerinduannya yang mendalam kepada kekasihnya dalam blocknote itu. Tidak selalu banyak dan rapi, hanya coretan-coretan singkat. Dia selalu tak bisa menjabarkan rasa kerinduannya. Tak pernah bisa. Hanya muncul sebuah kalimat saja saat kerinduan itu mencekam erat kesendiriannya.
Cinta dan kesetiaannya telah mendarah daging dalam diri Aya. Dia berkeyakinan tentang sebuah pengharapan akan cinta pertama, cinta pertama adalah cinta sejati dan Aya mempercayai itu. Dia hanya ingin hidup bersama dengan orang pertama yang dicintainya. Dia tak ingin bermain cinta dengan banyak pria. Dan saat mengenal Bayu, untuk pertama kalinya dia jatuh cinta. Dia selalu merasa nyaman saat bersama kekasihnya, bahkan dia selalu merindukannya meski baru sedetik berlalu Bayu pergi dari hadapannya.
Namun, setelah sekian lama mereka menjalin cinta, Bayu tiba-tiba menghilang. Entahlah, seperti ditelan bumi. Aya berusaha mencarinya, menghubungi ponselnya, namun semua itu sia-sia. Dalam setiap pengharapannya, Aya selalu yakin Bayu akan kembali ke peluknya. Dia yakin, cinta dan kesetiaannya tak akan pernah sia-sia dan tak berharga.
Banyak pria yang datang untuk sekedar menyapa atau mencoba keberuntungan mendapatkan cinta dan kesetiaan dari gadis itu. Hanya saja mereka tak pernah seberuntung Bayu. Mereka hanya mendapatkan senyum dan binar ramah matanya, bukan cintanya.
Hingga suatu pagi, sebelum mentari bangun. Aya mendapatkan sebuah panggilan melalui ponselnya. Nomor yang tertera tak dia kenali. Aya merejectnya. Kembali nomor itu memanggil, dengan keengganan yang sangat dia pun menerima panggilan itu. Ditekannya tombol yang bergambar gagang telepon.
"Halo….."
"Halo….., sayang ini aku! Aku rindu sekali denganmu. Kau baik-baik saja?" suara diujung telepon segera mampu mengumpulkan nyawanya yang masih terserak.
"Mas…Mas Bayu? Kau kah itu? Ka..kau dimana? kenapa kau pergi tanpa pesan? Aku..aku rindu sekali" bicaranya gelagapan. Senang sekaligus ingin marah. Tapi kerinduannya lebih dalam dari itu semua.
"Maafkan aku, aku harus pergi tanpa memberitahumu. Ini untuk kebaikan kita!"
"Maksudnya apa Mas?" Aya nampak bingung dengan perkataan Bayu.
"Besok kita ketemu di tempat biasa ya sayang! Nanti akan aku jelaskan, tapi aku ingin memelukmu erat sebelumnya. Aku rindu sekali"
"Baiklah, kita ketemu besok di tempat biasa. Aku pun rindu akan pelukanmu Mas!"
Telepon itu telah berakhir, namun bening suara Bayu masih saja bergelanyut di langit pikiran Aya. Dia rindu sekali dengannya, kadang rindu itu sering sekali membuatnya sesak dan tak bisa tidur. Ah tapi dia penasaran, apa gerangan yang ingin dikatakan kekasihnya itu?
Aya sudah cantik dengan sweter putih dan celana jeannya, rambutnya yang sebahu dibiarkan begitu saja. Helaian rambutnya yang lembut nampak begitu manis saat disapa sang angin. Tak lupa dia membawa tas warna biru yang berisi ponsel juga blocknotenya. Dia sudah tak sabar memberikan blocknote itu kepada Bayu. Dia ingin Bayu tahu betapa dia merindunya, hingga dia tak mampu menjabarkan kerinduan itu dalam goresan penanya. Hanya ada kalimat-kalimat singkat dengan beribu makna di dalamnya.
Jantungnya berdegup kencang, aliran darahnya terasa lebih deras, dan hawa panas dingin menghampiri tubuh mungilnya. Dia duduk di sudut cafe sambil sesekali memandangi jam di tangannya. Ah, mengapa waktu berjalan begitu lama, pikirnya. Jelas saja dia berada di cafe satu jam lebih cepat.
Bayu yang memakai kaos berwarna putih dan celana jean biru nampak tampan sekali. Kaos yang dipakainya nampak pas dengan tubuhnya yang jangkung dan tegap. Ah pria itu memang sangat tampan.