Mohon tunggu...
Favian Hanif
Favian Hanif Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPNVY

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menghadapi Terorisme Modern: Karakteristik Mengerikan dan Dilema Pencegahannya, Bisakah Ancaman ini Dihentikan?

4 Juni 2023   23:24 Diperbarui: 4 Juni 2023   23:25 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

WAR ON TERROR: SECERCAH HARAPAN MELAWAN TERORISME GLOBAL?

Sejak dilayangkan oleh Bush setelah serangan 9 September, War on Terror  menjadi  sebuah gagasan tentang bagaimana Amerika Serikat ingin aktor-aktor global berperang melawan 'setan' yang mengkorupsi dalam dunia. Pengertian tentang War on terror menciptakan kebingungan tentang sifat musuh (teror adalah kata benda abstrak, dan terorisme adalah taktik militer, bukan kelompok, ideologi, atau institusi). Ini memperkenalkan elemen sembarangan dalam pemilihan musuh, sementara pada saat yang sama, mengaitkan mereka dengan kejahatan, ketidakmoralan, dan kekerasan yang sembrono dengan mewakili mereka sebagai 'teror'. Dengan menggambarkan kampanye melawan teror sebagai 'perang', itu mengimplikasikan bahwa terorisme harus, dan mungkin hanya bisa, ditangani melalui sarana militer. Pendekatan seperti ini sepenuhnya berfokus pada manifestasi terorisme dan, bisa dikatakan, mengabaikan penyebabnya.

 Dengan demikian, hal itu sudah menentukan pilihan strategi penanggulangan terorisme. Secara umum, keamanan negara diperkuat dengan memperluas kekuatan hukum pemerintah. Misalnya, negara-negara menguatkan kendali atas aliran keuangan global; pengaturan imigrasi telah diperketat, terutama selama periode kewaspadaan tinggi; pengawasan dan pengendalian terhadap populasi domestik, terutama anggota kelompok-kelompok 'ekstremis' atau simpatisan teroris, telah diperketat secara signifikan; dan, dalam banyak kasus, kekuasaan untuk menahan tersangka teroris telah diperkuat. Misalnya,di Amerika Serikat, Undang-Undang Patriot (2001) memperbolehkan penahanan tak terbatas bagi imigran. Namun, dalam beberapa kasus, tindakan keamanan negara memiliki karakter di luar hukum atau setidaknya semi-hukum.

 Pada periode pasca-11 September, pemerintahan Bush di Amerika Serikat menerapkan pendekatan ini lebih jauh, terutama dengan mendirikan kamp penahanan di Teluk Guantanamo di Kuba, dan dengan praktik seperti 'extraordinary rendition'  dimana teroris ditahan di Teluk Guantanamo tunduk pada otoritas pengadilan militer, yang, hingga tahun 2008, berada di luar yurisdiksi Mahkamah Agung Amerika Serikat, dan dengan menolak mengklasifikasikan mereka sebagai 'kombatan musuh', pemerintahan Bush menolak memberikan perlindungan yang diatur oleh Konvensi Jenewa kepada para tahanan.  

Meskipun demikian, gagasan untuk mengatasi terorisme dengan membuat kesepakatan politik dengan teroris, atau dengan memenuhi tuntutan mereka, juga menarik kritik. Pertama-tama, hal ini terkadang dianggap sebagai contoh pemenuhan tuntutan (appeasement), sebuah penarikan moral di hadapan intimidasi dan kekerasan, bahkan ketidakmampuan untuk membela keyakinan seseorang. Sementara pendekatan militer untuk mengendalikan terorisme berjanji untuk melemahkan dan mungkin menghancurkan kelompok teroris, pendekatan politik dapat memperkuat atau memberi keberanian pada mereka, dengan memperlakukan kelompok dan tujuan yang mereka kejar sebagai sakral.

Selain itu, pendekatan politik kemungkinan paling efektif dalam kasus terorisme nasionalis, di mana kesepakatan dapat dicapai mengenai masalah seperti pembagian kekuasaan, otonomi politik, dan bahkan kedaulatan. Namun, terorisme dengan motivasi Islamis mungkin berada di luar kemampuan "solusi" politik. Sebuah pertanyaan timbul, apa yang akan menjadi solusi politik untuk bentuk terorisme yang bertujuan untuk menegakkan pemerintahan teokratis di masyarakat barat dan menggulingkan institusi-institusi dan prinsip-prinsip liberal-demokratis?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun