Mohon tunggu...
FAUZUL IKFANINDIKA
FAUZUL IKFANINDIKA Mohon Tunggu... Guru - Redaktur

Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

"Same as Ever"

27 Februari 2024   06:26 Diperbarui: 27 Februari 2024   06:28 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada tahun 1950-an, gap ekonomi antara kamu dan kebanyakan orang tidak begitu lebar. Wajar saja, saat itu dunia baru selesai menghadapi Perang Dunia Kedua dan distribusi gaji masih tidak terlalu jomplang. Hanya sedikit kalangan yang hidup dalam kemewahan pada tahun 1950-an. Namun semua berubah pada tahun 1980-an. Amerika Serikat mulai mengubah struktur pajak mereka dan berbagai perubahan lainnya sehingga menciptakan kalangan konglomerat baru. Sebuah gaya hidup yang menjadi acuan banyak orang.

Apa yang masyarakat lakukan? Mereka melihat sekeliling lalu melihat orang lain yang hidupnya jauh lebih baik daripada mereka, hal ini lalu membuat mereka cemburu dan marah. Nah di era sekarang, jurang ekonomi terlihat semakin lebar karena media sosial. Kita bisa melihat orang yang usianya lebih muda tapi hidupnya jauh dalam kemewahan. Alhasil, kita membandingkan hidup biasa aja yang kita jalani sehari-hari dengan kehidupan orang lain yang sudah dipilih sedemikian rupa untuk menggambarkan kesuksesan hidup yang sudah mereka raih. Ada yang masih muda tapi sudah jadi CEO dari Skincare yang dibuatnya, lalu pamer mobil mewah, rumah besar dan sebagainya. Jadi tidak aneh, jika dibilang ekonomi saat ini bagus dalam menciptakan tiga hal; kekayaan, kemampuan untuk memamerkan kekayaan dan kecemburuan besar terhadap kekayaan orang lain.

Ketiga, tips mengelola sebuah risiko.

Resiko terbesar adalah sesuatu yang tidak disangka oleh orang lain, karena tidak ada yang menyangka hal ini terjadi maka tidak ada yang bersiap.

Jika tidak ada yang bersiap, maka kerusakan yang muncul akan jauh lebih besar ketika hal buruk ini terjadi. Ini yang harus kita pahami. Tentu saja bisa dibilang mustahil untuk merencanakan sesuatu yang tidak bisa kamu bayangkan tapi mungkin kita perlu melihatnya dari sudut pandang yang lain.

Penulis mencontohkan bagaimana negara bagian California memandang sebuah gempa bumi. Mereka tahu kalau akan ada gempa bumi yang besar tapi mereka tidak tahu kapan, di mana dan seberapa besar apa.

Jadi apa yang dilakukan? Kita bisa menyiapkan tim cepat tanggap gempa bumi, selain itu kita juga bisa membangun gedung yang mampu bertahan menghadapi gempa yang mungkin saja tidak akan muncul bertahun-tahun kemudian. Pelajarannya adalah kita berinvestasi pada persiapan bukan prediksi.

Si Kutu Buku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun