Mohon tunggu...
FAUZUL IKFANINDIKA
FAUZUL IKFANINDIKA Mohon Tunggu... Guru - Redaktur

Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

"Same as Ever"

27 Februari 2024   06:26 Diperbarui: 27 Februari 2024   06:28 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat krisis ekonomi melanda dunia pada tahun 2008, banyak orang merasa ini merupakan krisis ekonomi terburuk sepanjang sejarah. Tapi apakah ini yang terakhir? Ternyata tidak. Karena ada pandemi Covid-19 pada tahun 2019.

Kejadian yang mengubah dunia ini datang dan pergi. Mungkin saja ada krisis ekonomi beberapa tahun lagi, tidak ada yang tahu kapan dan bagaimana hal ini terjadi.

Namun yang pasti, kita tahu bagaimana seseorang akan bersikap dalam kondisi tersebut. Akan ada orang yang berinvestasi gila-gilaan saat krisis tapi ada juga yang sangat hati-hati. Karena mereka takut apa yang terjadi di kemudian hari.

Perbedaan keduanya berasal dari pengalaman seseorang ketika mengalami sebuah krisis. Seseorang yang selamat dari krisis mungkin berpikir dua kali soal investasi disaat krisis. Tapi bagi mereka yang belum pernah merasakan krisis, mereka justru lebih mungkin untuk berinvestasi di momen tersebut. Itu sebabnya generasi yang hidup pada masa krisis ekonomi tidak pernah memandang uang dengan cara yang sama setelahnya. 

Mereka menabung lebih banyak, mengurangi hutang dan waspada terhadap resiko sepanjang sisa hidup mereka. Rasanya memang tidak nyaman untuk berpikir bahwa apa yang belum kamu alami mungkin mengubah keyakinan yang kamu miliki, karena hal itu berarti mengakui ketidaktahuan mu sendiri.

Jauh lebih mudah, untuk berasumsi orang yang tidak sependapat dengan kamu mungkin saja tidak berpikir sekeras kamu. Jadi lebih baik fokusnya bukan pada khawatir soal berita yang ada di internet, tapi lihat bagaimana kamu dan orang sekitarmu bereaksi. Apa respon yang mereka ambil? Jika kamu bisa mengontrol bagaimana kamu bersikap, maka tidak peduli betapa banyak peristiwa yang muncul dan tenggelam dalam hidupmu, kamu pasti akan selamat.

Kedua, apakah masa lalu lebih baik?

Kenapa orang suka nostalgia dengan masa lalu? Apakah beneran lebih baik daripada masa kini? Mungkin kamu pernah dengar ungkapan "Piye kabare? Isih penak zamanku toh?"

Ada contoh yang menarik di Amerika Serikat, generasi baby boomers yang lahir pertengahan 1940-an hingga pertengahan 1960-an, dan juga orang tuanya barangkali menganggap tahun 1950-an sebagai masa keemasan, di satu sisi keluarga sederhana yang berada di masa itu dengan satu orang pencari nafkah bisa memiliki gaya hidup kelas menengah. Sesuatu yang mungkin sulit dilakukan di kota besar saat ini.

Tapi apakah beneran lebih baik? Faktanya tidak. Di tahun 1950-an tingkat kematian lebih tinggi, banyak orang meninggal di usia muda. Selain itu tingkat pendapatan rata-rata keluarga masa kini jauh lebih makmur, walaupun setelah disesuaikan dengan inflasi. Rata-rata gaji per jam saat ini, 50% lebih tinggi daripada tahun 1950-an setelah disesuaikan dengan inflasi. Kenaikan penghasilan ini bukan karena bekerja lebih panjang atau karena wanita juga ikut dalam bekerja, tapi karena peningkatan signifikan dalam hal produktivitas.

Meskipun begitu, kenapa banyak generasi tua sepertinya masih terjebak dalam nostalgia masa lalu? Mungkin hal ini berakar pada kecemburuan dan hasrat manusia untuk membandingkan dirinya dengan orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun