"Oh, ya, tidak ada tambahan apa-apa dari saya," jawabnya singkat tanpa menoleh.
Babinsa, yang sedari tadi diam, akhirnya membuka suara di akhir pembahasan monev,
"Lapar. Lapar itu bikin nggak bisa mikir," katanya dengan nada setengah bercanda. Tapi aku tahu, itu bukan candaan sepenuhnya.
Aku tersenyum kecil. "Sabar, Pak. Habis ini selesai, baru kita makan."
Namun, kenyataannya, kami terus bekerja hingga sore tanpa ada waktu untuk makan. Aku mencatat setiap laporan dengan detail. Ada beberapa catatan penting yang kutulis di laporan kunjungan, terutama soal pelaksanaan kegiatan yang belum selesai di Desa Bamban.
Ketika matahari mulai tenggelam, tim akhirnya persiapan pulang, Sekcam tampak kelelahan, dan Bhabinkamtibmas mengeluh soal betisnya yang pegal. Babinsa duduk di bangku kayu, menatap jauh ke arah langit yang memerah.
"Benar, lapar bikin nggak bisa mikir," katanya lagi, kali ini lebih lirih.
Aku hanya tertawa kecil sambil menutup buku catatanku. Hari yang panjang akhirnya selesai. Mungkin sederhana, tapi momen seperti ini selalu mengingatkanku bahwa kerja keras, meski sering diabaikan, adalah bagian penting dari tanggung jawab kami sebagai pendamping lokal desa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H