Mohon tunggu...
Fauziyyatul Ulya
Fauziyyatul Ulya Mohon Tunggu... Lainnya - Pendamping Lokal Desa

Madrosatul ula

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ayam Geprek Hadiah BerDesa @KompasianaDESA

22 Januari 2025   08:50 Diperbarui: 22 Januari 2025   18:49 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di ruang tamu yang sederhana di kantor desa di Kecamatan Pamotan, PLD (Pendamping Lokal Desa) sedang duduk sambil memandang ke arah Sekretaris Desa, Pak Masd, yang tampak kebingungan. Wajah Pak Masd tampak lesu, matanya berkali-kali melirik kertas-kertas yang tersebar di mejanya, dan penanya yang tak berhenti bergerak, seolah-olah mencoba menuliskan sesuatu tetapi kebingungannya semakin bertambah.

"Pak Masd, ada apa? Kenapa tampak bingung begitu?" tanya PLD sambil mendekatkan kursinya.

Pak Masd menghela napas panjang. "Mbak PLD, saya benar-benar bingung. Sudah hampir sebulan saya berusaha menyusun APBDesa untuk tahun 2025, tapi semuanya terasa begitu sulit. Setiap kali saya mencoba mengikuti pedoman yang ada, saya malah merasa tidak jelas dengan aturan yang ada. Pemerintah kecamatan yang seharusnya memberi petunjuk, malah tidak tahu apa-apa. Saya jadi seperti terjebak di antara aturan yang tidak dimengerti dan tuntutan dari atas."

PLD mengangguk pelan, mencoba memahami situasi yang sedang dihadapi Pak Masd. "Iya, saya tahu masalah yang Bapak hadapi. Kebijakan yang diterapkan memang seringkali tumpang tindih dan kurang jelas, apalagi jika di level kecamatan pun tidak bisa memberikan penjelasan yang memadai."

Sekretaris Desa itu memandang PLD dengan wajah penuh harap. "Lalu, apa yang harus saya lakukan? Haruskah saya tetap melanjutkan proses penyusunan APBDesa ini? Saya takut kalau salah langkah, bisa berdampak buruk bagi desa kami."

PLD tersenyum dengan penuh pengertian. "Pak Masd, saya mengerti kekhawatiran Bapak. Memang, penyusunan APBDesa itu bukan perkara mudah, terutama ketika aturan yang ada tidak cukup jelas. Tapi yang paling penting, kita harus tetap mengacu pada prinsip-prinsip dasar dalam penyusunan anggaran, yaitu transparansi, partisipasi masyarakat, dan kesesuaian dengan kebutuhan desa."

Pak Masd mengangguk-angguk, tetapi masih tampak ragu. "Tetapi bagaimana jika ada kebijakan atau aturan baru yang tidak saya pahami? Bagaimana cara saya bisa memastikan bahwa anggaran yang disusun sudah sesuai dengan harapan?"

PLD berpikir sejenak, lalu menjawab, "Bapak bisa mulai dengan berkomunikasi lebih intensif dengan pemerintah kecamatan, meskipun mereka mungkin tidak selalu memahami secara rinci, mereka tetap harus dapat memberi arahan dasar. Jika memang belum ada penjelasan yang cukup, kita bisa mencoba mencari informasi lebih lanjut ke dinas terkait di tingkat kabupaten. Selain itu, pastikan bahwa proses musyawarah desa untuk penyusunan APBDesa benar-benar melibatkan masyarakat, supaya kebutuhan mereka tercermin dalam anggaran yang disusun."

Pak Masd mulai terlihat sedikit lega. "Jadi, meskipun kebijakan dari atas penjabarannya kegiatannya belum kami pahami sepenuhnya, saya bisa tetap berpegang pada prinsip-prinsip dasar itu dan tetap melibatkan masyarakat dalam prosesnya?"

"Betul, Pak Masd," jawab PLD dengan yakin. "Memang, kita tidak bisa sepenuhnya mengandalkan informasi dari atas jika kebijakan di tingkat kecamatan tidak jelas. Tapi yang terpenting adalah kita tetap memprioritaskan kebutuhan nyata desa, dan memastikan prosesnya terbuka untuk semua pihak yang terlibat."

Pak Masd tersenyum kecil, sedikit lebih tenang. "Terima kasih, mbak PLD. Dengan penjelasannya, saya merasa lebih percaya diri untuk melanjutkan penyusunan APBDesa ini. Semoga kami bisa mengatasi kebingungan ini dan menjalankan tugas dengan baik."

PLD tersenyum kembali. "Saya akan selalu ada untuk membantu Bapak, Pak Masd. Jangan ragu untuk bertanya lagi jika ada hal yang kurang jelas. Kita sama-sama berusaha agar desa ini bisa berkembang dengan baik."

Sementara itu, dari jauh datang bendahara desa membawakan bungkusan ayam geprek dan teh poci, dengan senyum-senyum PLD dalam hatinya berkata ya Allah, malah merepotkan tapi alhamdulillah rizki mendesa. tak berselang lama PLD menyapa Bendahara desa "wah bendaharanya ulang tahun ini", dan tanpa basa basi PLD membuka bungkusan ayam geprek sambil berkata mari di makan sama-sama, bendahara dan sekretaris desa mengangguk sedang PLD sudah mulai kepedesan makan ayam geprek sambil sesekali menyeruput teh poci, angin sepoi-sepoi yang masuk melalui jendela kantor desa seakan memberi kedamaian baru. Meskipun masalah besar masih menghadang, percakapan ini memberi harapan bahwa dengan komunikasi yang baik dan tekad yang kuat, segala kesulitan bisa dihadapi bersama.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun