Pendahuluan
Indonesia adalah negara kepualuan kedua terbesar di dunia setelah Kanada. Indonesia memiliki 13.667 pulau dengan 5 pulau besar berbatasan dengan Laut Andawan, Laut China Selatan, Malaysia, Filipina dan samudera pasifik (Harkins, 2012). Sebagian besar laut Indonesia masih  digunakan sebagai penangkaran ikan, budidaya rumput laut dan pengolahan garam. Luas laut Indonesia tiga kali luas daratannya sehingga pemanfaatannya bukan hanya untuk penangkaran ikan tetapi juga memiliki potensi sebagai sumber energi. Energi laut dapat diglolongakan menjadi empat jenis, diantaranya energi gelombang (wavepower), energi pasang surut (tidalpower), energi arus laut (currentpower), dan energi panas laut (ocean thermal energiconversion). Â
Padad prinsipnya, energi gelombang adalah energi yang memanfaatkan beda tinggi gelombang laut sedangkan energi pasang surut memanfaatkan energi kinetic dari perbedaan ketinggian saat pasang dan surut. Untuk energi arus laut memiliki prinsip yang sama dengan pembangkit listrik tenaga angina yaitu menggunakan kincir angin untuk menghasilkan listrik dan kecepatan arus laut minimal adalah 2 m/detik (Donny). Selain itu, Lautan berfungsi sebagai penampung energi surya dan sekitar 1,7 x 1017 daya surya yang mencapai atmosfer, seperempatnya diserap oleh lautan (Prihastomo, 2008).Â
Air laut juga menerima panas dari panas bumi yaitu magma yang berada di bawah laut. Permukaan air laut di daerah tropis akan mengalami pemanasan dari sinar matahari sehingga suhunya mencapai 27 -- 30oC. Sedangkan pada kedalaman 500 -- 600 meter, suhu air laut berada pada rentang 5 -- 7oC. Selisih suhu sebesar 20-25oC merupakan sumber energi panas yang cukup besar yang tersedia selama 24 jam sepanjang tahun (Prihastomo, 2008). Sehingga selisih suhu tersebut dapat menghasilkan listrik melalui pembangkit listrik tenaga panas laut (PLTP) atau Ocean Thermal Energi Conversion (OTEC). Perbandingan potensi jenis energi laut ditunjukka oleh Tabel 1.
Tabel 1. Sumber daya dan potensi energi laut
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Laut (PLTPL)
Jaques d'Arsonval sudah mengemukakan konsep energi panas laut pada tahun 1881. Pada tahun 1930, Georges Claude yang merupakan muridnya membuat pembangkit listrik tenaga panas laut di Teluk Matanzas, Kuba sebesar 22 KW. Namun pembangkit tersebut hanya dapat bekerja selama dua minggu karena rusak oleh angina topan. Sehingga pembangkit listrik tenaga panas laut pertama di dunia beroperasi di lepas pantai kepulauan Hawai dengan daya yang dihasilkan sebesar 50 kW pada tahun 1980-an (Prihastomo, 2008). Sistem kerja PLTPL mirip dengan mesin uap dimana fluida dievaporasi dan dikondensasi.Â
Perbedaan tekanan dan suhu yang memutar turbin dan menghasilkan listrik. Pada PLTPL, fluida yang digunakan adalah air laut yang jumlahnya tak terbatas dan menjadi salah sau sumber energi terbarukan. Teknologi PLTP menggunakan siklus rankine untuk menghasilkan energi dari selisih suhu air laut. Selisih minimal suhu air laut agar maksimal digunakan pada siklus rankine adalah 20oC. Terdapat dua siklus dalam PLTP yaitu siklus terbuka dan siklus tertutup.
Pada siklus terbuka, fluida kerja yang digunakan adalah air laut. Siklus terbuka atau Claude Cycle terdiri dari sebuah evaporator, turbin dan generator, serta kondensor. Air hangat yang berasal dari permukaan laut diuapkan dalam evaporator dan menghasilkan uap air dengan tekanan yang sangat rendah sekitar 0,02 -- 0,03 bar. Uap tersebut digunakan untuk memutar turbin sehingga dihasilkan energi mekanik yang kemudian dirubah menjadi energi listrik oleh generator.Â
Setelah melewati turbin, uap tersebut diembunkan pada alat kondensor untuk menghasilkan air tawar. Fluida pendingin pada kondensor adalah air yang berasal dari bawah laut. Kekurangan utama pada sistem terbuka adalah tekanan uap yang dihasilkan sangat rendah yang menyebabkan ukuran turbin menjadi sangat besar. Selain itu, kebutuhan energi untuk mengoperasikan pompa vakum dapat mengurangi output listrik secara signifikan dan jika pompa vakum tidak beroperasi akan mempengaruhi kerja kondensor karena gas campuran yang terakumulasi. Gambar 2 menunjukkan alur proses PLTPL dengan sistem terbuka.
Sumber : Syerly dan Abd, 2011
Siklus tertutup atau Rankine Cycle merupakan siklus yang paling banyak digunakan pada PLTPL yang sudah beroperasi atau masih dalam tahap percobaan. Pada siklus tertutup, fluida kerja yang digunakan bukan air laut melainkan senyawa organic seperti amonia (NH3), Freon-R-22 (CHClF2) atau propilena (C3H6). Pertama, air laut permukaan yang hangat akan dipompa ke alat penukar panas atau evaporator, dimana energi panas dilepaskan ke fluida kerja (medium kerja).Â
Jika fluida kerja yang digunakan adalah amonia maka tekanan dan suhu yang diperlukan untuk merubah amonia menjadi uap adalah 8,7 bar dan 21oC (Prihastomo, 2008). Â Uap amonia digunakan untuk menggerakkan turbin untuk menghasilkan energi mekanik sehingga generator merubah energi mekanik menjadi energi listrik. Uap amonia akan keluar dari turbin dengan tekanan 5,1 bar dan suhu 11oC (Prihastomo, 2008). Selanjutnya, amonia akan masuk ke unit kondensor untuk merubah fasa amonia menjadi cair kembali menggunakan air dingin dari bawah laut. Gambar 3 menunjukkan alur proses PLTPL menggunakan siklus tertutup.
Sumber : Prihastomo, 2008
Selain energi listrik, PLTPL mampu menghasilkan produk lain seperti air tawar (desalinated water) yang dihasilkan dari kondensasi uap air permukaan laut setelah melewati turbin. Air tawar yang dihasilkan berkisar 0,7 -- 0,8 juta gallon per hari dari pembangkitan listrik 1 MW (Andi, 2008). Selain itu, produk turunan dari air permukaan laut adalah hydrogen sedangkan air bawah laut berpotensi menghasilkan lithium, chilling system,dan aquaculture (Donny). Â
Penutup
Laut memiliki potensi yang sangat besar di bidang energi terbarukan. Kesenjangan antara kebutuhan dan persediaan energi merupakan masalah yang harus segera terpecahkan. Indonesia memiliki potensi yang sangat besar di bidang energi panas laut. Pada Gambar 4 melalui citra satelit ditunjukkan wilayah-wilayah yang memiliki potensi energi panas laut.
Sumber : Nasa, 2009 dalam Syerly dan Abd, 2011
Dari citra satelit, terlihat bahwa Indonesia memiliki suhu air laut permukaan yang tinggi sehingga memenuhi sebagai syarat untuk menghasilkan energi dari perbedaan suhu air laut permukaan dan air bawah laut. Perkembangan teknologi konversi energi panas laut di Indonesia masih dalam tahap penelitian dengan kapasitas 100 kW di Bali Utara.
Referensi
Riyanto, Sugeng. Kajian Potensi Suhu Air Laut Perairan Pulau Tarakan dan Bunyu Sebagai Sumber Energi Terbarukan. Universitas Borneo
Prabowo, Harkins. 2012. Atlas Potensi Energi Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan
Klara, Syerly dan Abd. Latief Had. 2011. Pembangkit Listrik Dengan Sistem Ocean Thermal Energy Conversion. Makassar : Universitas Hasanuddin
Prihastomo. 2008. Pengantar Teknologi Energi. Diambil dari : https://prihastomo.files.wordpress.com/2008/01/dokumenpanaslaut.pdf (25 Agustus 2017)
Achiruddin, Donny. Ocean Energy, Energi Laut/Samudera. Universitas Darma Persada
Yasser, Andi. 2008. Ocean Renewable Resources (OTEC). Diambil dari : http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/629/jbptitbpp-gdl-andiyasser-31429-3-2008ta-2.pdf (25 Agustus 2017)
Artikel ini dibuat untuk mengikuti kompetisi dari Kementrian ESDM (www.esdm.go.id) #15HariBerceritaEnergi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI