Pendahuluan
      Bahan bakar hayati atau biofuel merupakan sumber energi terbarukan berbahan baku biomassa. Untuk memaksimalkan pemanfaat biofuel, pemerintah melalui PERMEN ESDM No. 12 Tahun 2015 telah menetapkan presentase penggunaan biofueldi berbagai sektor seperti transportasi, rumah tangga, industri dan pembangkit listrik. Berdasarkan peraturan tersebut, biofuelyang digunakan untuk sistem transportasi adalah biodiesel dan bioetanol. Pada tahun 2020 -- 2025, Indonesia diharapkan mampu mensubstitusi minyak solar sebesar 30% dan untuk bioetanol mampu mensubstitusi bensin sebesar 10 -- 20 % pada tahun 2020 -- 2025.Â
Biodiesel dihasilkan dari proses transesterifikasi trigliserida dan esterifikasi asam lemak menjadi metil atau etil ester (tergantung jenis alkohol). Bahan baku yang digunakan biasanya minyak kelapa sawit, minyak jarak yang merupakan minyak pangan sedangkan untuk minyak non pangan seperti minyak sunan kemiri, minyak karet dan minyak dedak padi. Bioetanol diperoleh dari hasil fermentasi baik yang menggunakan bahan baku pati/gula maupun berbahan baku lignoselulosa (biomassa). Proses mendapatkan bioetanol dari biomassa membutuhkan pre-tratment yang lebih kompleks karena strukturnya yang terlindungi oleh pelindung lignin sehingga perlu dipecah agar lebih mudah untuk dihidrolisis sebelum masuk ke proses fermentasi.
Perkembangan produksi bioetanol sudah masuk ke generasi ketiga, dimana bahan baku yang digunakan dalam memproduksi bioetanol adalah alga baik mikroalga maupun makroalga. Alga sebagai bahan baku pembuatan bioetanol mulai dipertimbangkaan karena mengandung karbohidrat yang realtif tinggi. Karbohidrat mikroalga terletak pada dinding sel dan sitoplasma yang terdiri dari 4 -- 7% dalam bentuk selulosa dan 51 -- 60% dalam bentuk gula netral non selulosa dengan bergantung pada spesies dan kondisi lingkungan hidupnya (Luthfi, dkk, 2010). Beberapa spesies mikroalga yang mengandung karbohidrat ditunjukkan oleh Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan karbohidrat pada beberapa spesies mikroalga
Selain itu mikroalga mengandung lemak yang terdiri dari gliserol, asam lemak jenuh dan tak jenuh. Sehingga mikroalga berpotensi juga sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Komposisi lemak dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti perbedaan nutrisi, lingkungan dan fasa pertumbuhan. Mikroalga yang mengandung lemak ditunjukkan oleh Tabel 2.
Tabel 2. Beberapa spesies mikroalga yang mengandung lemak
Produksi Bioetanol Mikroalga Menggunakan Teknologi Membran
1. Mikroalga
Alga merupakan organisme berklorofil yang tubuhnya merupakan thalus (uniselular dan multiselular). Alga menggunakan fotosintesis untuk hidup dan bereproduksi. Mikroalga merupakan spesies uniseluler yang hidup secara soliter atau berkoloni di seluruh perairan tawar dan laut. Mikroalga tidak memiliki batang, akar dan daun serta mikroalga biasa disebut fitoplankton. Keanekaragaman mikroalga sangat tinggi, diperkirakan ada sekitar 200.000 -- 800.000 spesies mikroalga di bumi dan baru sekitar 35.000 spesies yang teridentifikasi (Luthfi, dkk, 2010). Gambar 1 merupakan contoh beberapa spesies mikroalga yang sudah diisolasi dari perairan Indonesia oleh LIPI.
Sumber : https://blogsivitas.lipi.go.id/sivitas/index/774
Mikroalga biasanya digunakan sebagai pakan larva ikan pada kegiatan budidaya dan juga sebagai bahan pangan untuk menghasilkan minyak omega 3 dan klorofil. Berdasarkan data pada Tabel 1 dan 2 mikroalga mempunyai prospek yang sangat baik untuk dijadikan sebagai bahan baku dalam produksi biofuel sehingga marak penelitian mengenai mikroalga untuk dijadikan bioetanol atau biodiesel. Hal ini menambah jalur penggunaan mikroalga yang bukan hanya sebagai bahan pakan dan pangan tetapi sebagai sumber energi. Skema penggunaan mikroalga dijelaskan oleh Gambar 2.
Sumber : http://eprints.polsri.ac.id/1877/3/bab%202.pdf
Ada beberapa keuntungan menggunakan mikroalga sebagai bahan baku pembuatan biofuel dibandingkan menggunakan jenis biomassa yang lain diantaranya pertumbuhan yang cepat, produktivitas tinggi (secara matematis, produktivitasnya lebih dari 20 kali produktivitas minyak sawit dan 20 kali minyak jarak), penggunaan air dalam jumlah sedikit dan biaya produksi yang relative rendah (Guerrero, 2010 dalam luthfi, dkk, 2010). Pada Tabel 3 menggambarkan perolehan bioetanol dari berbagai jenis bahan baku.
Tabel 3. Jumlah perolehan bioetanol dari berbagai jenis bahan baku
2. Teknologi membran untuk memproduksi bioetanol dari mikroalga
Proses produksi bioetanol menggunakan teknologi membrane dapat dilakukan di bahan baku generasi ke-1 sampai ke-3. Pada generasi ke-1, teknologi membran yang mungkin digunakan adalah Mikro Filtrasi (MF) dan Ultra Filtrasi (UF) untuk menghilangkan pengotor berupa enzim dan residu pati (dihasilkan pada proses hidrolisis) sebelum tahap fermentasi. MF memiliki ukuran pori sebesar 4 -- 0,02 m yang beroperasi pada tekanan < 2 bar dan UF memiliki ukuran pori sebesar 0,2 -- 0,002 m yang beroperasi pada tekanan 1 -- 10 bar (Sri, 2016). Aplikasi teknologi membran pada generasi ke-2 yaitu pemurnian dan pemekatan larutan setelah pre-treatment dan sebelum proses fermentasi seperti yang diterapkan di generasi 1. Untuk generasi ke-3, teknologi membran berguna untuk proses pemanenan mikroalga, pemekatan gula sebelum fermentasi dan pemurnian bioetanol. Skema proses produksi bioetanol generasi ketiga ditunjukkan pada Gambar 3.
Sumber : Sri, 2016
      Tahap pertama adalah proses pemanenan mikroalga yang memiliki siklus pemanenan 1 -10 hari. Tetapi, siklus ini singkat dibandingkan bahan baku lainnya yang dipanen satu atau dua kali dalam setahun (Sri, 2016). Sejak tahun 1995, membran filtrasi sudah digunakan dalam proses pemanenan mikroalga yang secara keseluruhan mampu me-recovery alga hingga 70 -- 89% (Sri, 2016). Teknologi membran yang paling tepat digunakan untuk proses pemanenan mikroalga adalah MF dan UF. Setelah proses pemanenan, mikroalga akan masuk ke proses pre-treatment untuk mendapatkan selulosa dan hemiselulosa. Pre-treatment pada generasi ke-3 tidak terlalu rumit seperti generasi ke-2 karena pada generasi ke-3, mikroalga tidak mengandung lignin. Namun pada proses pre-treatment akan ditambahkan asam inhibitor yang berpengaruh pada rendahnya konsentrasi etanol. Selanjutnya, mikroalga masuk ke proses hidrolisis untuk menghasilkan gula tetapi inhibitor (penghambat) dari sisa proses pre-treatment masih terbawa. Maka untuk memisahkannya menggunakan dapat menggunakan membran distilasi (MD), UF atau Nano Filtrasi (NF). Membran distilasi paling memungkinkan untuk digunakan sebagai unit pemisah inhibitor. Saat hidrolisat (larutan hasil hidrolisis) masuk ke membran distilasi akan terjadi pemisahan antara gula, air, dan inhibitor. Gula tidak akan melewati pori MD karena ukuran molekulnya lebih besar yang menyebabkan konsentrasi gula naik. Jika konsentrasi gula rendah maka kan menghasilkan bioetanol konsentrasi rendah sehingga biaya operasi pemurnian akan tinggi. Proses pemisahan antara gula, air dan inhibitor pada MD dengan menggunakan membran hidrofobik ditunjukkan oleh Gambar 4.
Sumber : Sri, 2016
      Maka pada tahap selanjutnya, hidrolisat masuk ke proses fermentasi untuk menghasilkan bioetanol.  Bioetanol yang diperoleh masih memiliki konsentrasi yang rendah sehingga perlu proses pemurnian. Prose pemurnian konvensional adalah menggunakan distilasi, namun karena adanya titik azeotrop biaya operasi distilasi tinggi untuk memperoleh kadar bioetanol 99,6%. Pervaporasi merupakan cara alternatif untuk meningkatkan kemurnian bioetanol dengan bantuan membran hidrofobik. Pada prinsipnya, pervaporasi bekerja atas perbedaan tekanan uap dan pada aliran permeat diberi tekanan vakum karena cara ini paling ekonomis untuk mengkondensasikan uap permeat. Pada aliran umpan pervaporasi terdapat campuran air dan bioetanol, kemudian dipisahkan di pervaporasi sehingga air sebagai rentetat dan bioetanol sebagai permeat. Maka dioeroleh bioetanol dengan kemurnian sebesar 99,6% yang dapat dijadikan sebagai bahan bakar. Skema teknik pervaporasi ditunjukkan oleh Gambar 5.
Sumber : Meti, 2016
Penutup
      Mikroalga memiliki potensi untuk menjadi sumber energi terbarukan. Dari data yang diperoleh, mikroalga dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam memproduksi bioetanol dan biodiesel. Saat ini, produksi bioetanol di berbagai negara masih menggunakan tanaman pangan seperti tebu (Brazil), gandum (Eropa) dan jangung (Amerika Serikat) sehingga menimbulkan persaingan antara pangan dan energi (Guerrero, 2010 dalam Luthfi, dkk, 2010).Â
Penggunaan mikroalga sebagai bahan baku bioetanol sangat menjanjikan untuk mensubstitusi bahan bakar bensin di masa yang akan datang. Selain itu, teknologi membran yang digunakan untuk memproduksi bioetanol generasi ke-3 ini masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut karena permasalahan utama dalam teknologi membran adalah fouling atau pengendapan partikel di dalam pori membran. Hal ini dapat menyebabkan menurunnya kinerja membran sehingga produk yang diinginkan tidak sesuai. Kelebihan yang dimiliki biomassa mikroalga adalah yield bioetanol yang dihasilkan relatif lebih besar dibandingkan dengan biomassa yang lainnya sehingga hal ini dapat dijadikan sebagai peluang besar bagi Indonesia untuk menambah produksi bioetanol dalam negeri.
Referensi
Assadad, Luthfi, Bagus Sediadi Bandol Utomo, dan Rodiah Nurbaya Sari. 2010. Pemanfaatan Mikroalga Sebagai Bahan Baku Bioetanol. Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
Ashriyani, Atikah. 2009. Pembuatan Bioetanol Dari Substrat Makroalga Genus Eucheuma dan Gracilaria. Depok : Universitas Indonesia
Dewi, Sri Suminar. 2016. Teknologi Membran Dalam Produksi Bioetanol. Bandung : Institut Teknologi Bandung
Sugiyono, Agus. 2015. Pemanfaatan Biofuel Dalam Penyediaan Energi Nasional Jangka Panjang. BPPT
Ozcimen, Didem dan Benan Inan. 2015. An Overview of Bioetanol Production From Algae. INTECH
Fatmawati, Meti. 2016. Pemisahan Campuran Organik-organik Dengan Pervaporasi. Bandung : Institut Teknologi Bandung
BAB II Tinjauan Pustaka. Diambil dari : http://eprints.polsri.ac.id/1877/3/bab%202.pdf (24 Agustus 2017)
Artikel ini dibuat untuk mengikuti kompetisi dari Kementrian ESDM (www.esdm.go.id) #15HariBerceritaEnergi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI