Mohon tunggu...
FAUZIYAH PUTRI
FAUZIYAH PUTRI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah mahasiswa Bimbingan dan Konseling yang senang mengeksplorasi dunia kata-kata melalui tulisan. Hobi saya adalah membaca buku dan mendengarkan musik. Saya tertarik dengan dunia kepenulisan dan berkomitmen untuk terus mengembangkan keterampilan menulis saya. Melalui kata-kata, saya berusaha untuk memberikan inspirasi dan berbagi cerita yang bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jebakan Maskulinitas: Depresi dan Bunuh Diri pada Laki-Laki

12 Januari 2024   19:39 Diperbarui: 13 Januari 2024   06:56 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa laki-laki biasanya memendam emosi dan enggan mengakui depresi yang ia alami. Mereka akhirnya jarang meminta pertolongan seperti sekadar bercerita ke teman dekat atau berkunjung ke professional (psikolog atau psikiater). Hal ini berujung pada memburuknya kondisi mereka dan meningkatnya risiko bunuh diri (Machdy, 2019).

Berapa angka bunuh diri pada laki-laki?

Bunuh diri merupakan salah satu isu kesehatan utama masyarakat di seluruh dunia. Menurut World Health Organization (2021), bunuh diri menjadi penyebab utama cedera dan kematian, dengan jumlah mencapai sekitar 703.000 setiap tahun atau satu kematian setiap 40 detik pada tahun 2019. Data dari Amerika pada tahun 2020, seperti yang dilaporkan oleh CDC (2022), menunjukkan bahwa sebanyak 12,2 juta orang dewasa di Amerika berpikir untuk bunuh diri, 3,2 juta merencanakan untuk melakukannya, dan 1,2 juta orang mencoba untuk bunuh diri. Di Indonesia sendiri, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), angka kejadian bunuh diri pada laki-laki mencapai 5,6% pada tahun 2020. Angka ini bukan angka yang kecil dan harus segera ditindaklanjuti.

Lalu, bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko depresi dan bunuh diri pada lak-laki?

Untuk mengurangi risiko depresi dan bunuh diri pada laki-laki, perlu ada perubahan paradigma tentang maskulinitas. Norma maskulinitas yang kaku perlu diubah menjadi norma maskulinitas yang lebih sehat dan fleksibel. Laki-laki perlu didorong untuk mengungkapkan emosinya secara sehat, dan untuk menerima bahwa mereka tidak harus selalu kuat dan tangguh. Seorang laki-laki dapat melakukan beberapa hal untuk mengurangi risiko depresi dan bunuh diri, antara lain:

  • Belajar untuk mengenali emosi Anda. Ketika Anda merasakan emosi negatif, jangan mencoba untuk menekannya. Biarkan diri Anda merasakannya dan temukan cara untuk mengekspresikannya secara sehat.
  • Bicaralah dengan seseorang yang Anda percayai. Menceritakan perasaan Anda kepada orang lain dapat membantu Anda untuk merasa lebih lega dan didukung.
  • Carilah bantuan profesional jika Anda merasa kewalahan. Terapis atau konselor dapat membantu Anda untuk memahami dan mengatasi depresi Anda.

REFERENSI:

de Boise, S. (2019). Editorial: is masculinity toxic? Norma, 14(3), 147--151. https://doi.org/10.1080/18902138.2019.1654742

Machdy, R. (2019). Loving The Wounded Soul. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Wilhelm Am, K. A. (2011). Men and depression. Canadian Family Physician, 57(3), 102--105. https://doi.org/10.1016/j.eurpsy.2008.01.472

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun