Saat pertama kali magang di Bapas Kelas I Surakarta, ada sebuah kisah lucu tapi cukup miris yang saya dapatkan dari salah satu pegawai disana. Hari itu adalah hari awal magang, kami diberi sambutan dan perkenalan dari Kepala Seksi Bimbingan Klien Anak, Bapak Saptiroch. Beliau bercerita pengalamannya bekerja sampai ia ditempatkan di Bapas.Â
Banyak pengalaman dan cerita-cerita lucu yang beliau sampaikan, salah satunya adalah bahwa kapasitas ruang tahanan di Lapas dan Rutan sudah banyak yang overload, atau sudah melewati batas maksimal.
 Dalam satu tempat optimalnya hanya bisa menampung 200 tahanan. Namun kenyataannya saat ini dan rata-rata Lapas dan Rutan satu tempat bisa ditempati oleh 800 tahanan.Â
Jadi dalam satu tempat yang tidaklah besar itu para tahanan harus berdesak-desakan. Jumlah tahanan ini berbanding terbalik dengan jumlah pegawai yang ada disana. Jumlah pegawai sanggatlah sedikit, menurut pengakuan Bapak Saptiroch. 200 tahanan bisa saja hanya diawasi oleh 2 orang petugas. Tentunya hal ini sangat berisiko.
Jangankan bila para tahanan rusuh, memukul petugas atau mencoba kabur, jika 2 petugas ini digelitiki saja oleh 200 tahanan, bisa mati geli mereka. Potret inilah yang tidak banyak disoroti oleh pemerintah dan media.Â
Hal yang biasa disoroti adalah pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan petugas, misal memasukkan "barang" ke dalam Lapas atau Rutan. Maka perlu apresiasi besar bagi para penjaga tahanan, tugas mereka tidaklah ringan dan sangat berisiko. Kasus overlod kapasitas ini tidak hanya terjadi dalam satu daerah saja, namun hampir semua Rutan dan Lapas.Â
Kenapa bisa seperti ini? Hal ini dikarenakan angka kriminalitas yang terus meningkat. Misalnya saja karena kasus perjudian 4 orang ditangkap dan ditahan selama 1 tahun. Dalam satu tahun ini tentunya akan ada kasus-kasus baru, narapidana baru, seperti pencurian, pencabulan, narkoba, pembunuhan dan sebagainya. Dalam satu bulan saja kasus baru bisa lebih dari 4 kasus. Mengapa saya mengatakan bahwa ini adalah cerita yang lucu?
Ironi di negeri sendiri saat ini di tengah situasi pandemi, tindak kejahatan terus semakin meningkat. Orang-orang rela mencuri, merampok, menjambret hanya demi sebutir nasi. Semakin banyak orang melakukan kejahatan kemudian tertangkap polisi, makin penuh pula penjaranya. Masih ingat pepatah "kalau ada maling yang mau ngaku penjara pasti sudah penuh".Â
Disituasi saat ini bahkan tanpa perlu maling-maling mengaku penjara sudah penuh. Sekarang pertanyaannya penjara mana yang masih kosong untuk menampung narapidana-narapidana baru dan lama. Tidak mengherankan juga jika kita sering melihat narapidana keluar masuk dari satu Lapas/Rutan ke Lapas/Rutan lainnya.
Cerita ini adalah dari pengalaman Bapak Saptiroch sendiri. Dan ini benar-benar nyata. Pernahkan melihat di Tv saat ada berita terkait Lapas atau Rutan, rata-rata satu sel pasti dihuni lebih dari 10 orang. Mari kita bayangkan kita digelitiki paling tidak 10 orang, sudah tentu kita kalah jumlah. Pasti kita bisa tertawa sampai lemas. Inilah ironinya, meringis yang membuat miris.Â
Digelitiki 1 orang saja gigi kita bisa kering, bagaimana jika 10 orang, 100 orang. Tidak terbayangkan bagaimana rasanya. Kita harus sadar akan hal ini, dunia ini sudah mendekati akhir. Kejahatan semakin meraja lela. Maka kita harus banyak mendekatkan diri pada Tuhan. Jangan terlena dan jangan sampai terjerumus hingga melakukan hal-hal yang melanggar hukum agama dan hukum negara. Jadilah warga negara yang baik dengan patuh dan taat pada peraturan.