Suatu sore aku kaget mendengar keponakanku, yang saat itu masih kelas 1 SD, menyanyikan jaran goyang, lirik dangdut yang sempat hits dari 2017, hingga kini. Tak tahu apakah adek ku paham maksud dalam lagu itu. Bagiku tak cocok anak seusianya, menyanyikan lirik yang bernuansa percintaan dewasa. Bukan liriknya yang tak patut, tapi krisinya perhatian keluarga dan lingkungan sekitar menjadi salah satu sebab musababnya.
Memang bahasa jawa patut dipopulerkan, apalagi lewat konser dangdut beraliran koplo. Karena terbukti, dengan ekspansi konser koplo, mampu mempopulerkan bahasa jawa. Sehingga bahasa jawa dapat  lestari, dan digemari banyak kalangan. Tetapi fakta dilapangan, anak-anak dengan mudahnya mendapat siaran televisi dan konser musik dewasa, yang tak sengaja mereka dengarkan. Bahkan menjadi hafal, karena anak memandang lagu itu menyenangkan, dan patut Ia nyanyikan.
Kalau ditarik benang merahnya sih, peran orang tua dan lingkungan sekitar lagi. Bukan televisi maupun media lainnya. Anak-anak butuh disediakan stok lagu anak yang menarik dan mudah diakses. Seperti sewaktu saya kecil yang senang saya mendengar lagu-lagu itu karena mudah saya jangkau di televisi. Mungkin saat ini bisa disediakan orang tua dengan mengunduhnya dari internet. Maka terkadang saya, merekomendasikan lagu anak kepada adek saya, karena saya peduli dengannya. Agar yang ia dengar dan nyanyikan lagu-lagu yang menyenangkan, seperti Potong Bebek Angsa, Balonku dan Pelangi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H