DARI 16 yang diperintahkan MK, sebanyak 14 daerah telah melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2020. Dan sampai sejauh ini, hanya Pilkada Kabupaten Labuhanbatu, yang hasil PSU nya kembali dinyatakan ditemukan kesalahan, sehingga kembali diperintahkan untuk melaksakan PSU berikutnya.
Perintah PSU jilid II ini, dibacakan MK pada (3/6) silam. Setelah sebelumnya telah menyidangkan gugatan salah satu paslon pasca pelaksanaan PSU 24 April silam.
"Memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Labuhanbatu untuk melaksanakan pemungutan suara ulang Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2020, di 2 TPS," kata Anwar saat membacakan putusan sidang, yang disiarkan secara daring ketika itu.
Keputusan MK tersebut tentunya membuat tensi politik lokal tak kunjung reda. Persaingan diantara para Paslon masih terasa memanas. Dimana salah satu alat yang dianggap efektif untuk meraih simpati masyarakat, ialah penyebaran informasi yang disiarkan melalui media. Baik di media sosial maupun media resmi seperti media masa.
Perang terbuka saling klaim, saling serang maupun saling menjatuhkan, jamak dilakukan oleh pendukung masing-masing paslon. Termasuk dengan melibatkan media masa khususnya media masa yang berbasis siber.
Bagi media massa yang salah satu tugas pokoknya ialah menyebarkan informasi, sebenarnya sudah diikat dengan kewajiban untuk menghasilkan produk jurnalistik yang mengikuti kaidah-kaidah yang telah ditentukan. Semisal independen, berimbang, akurat, pro kepada kebenaran dan lain sebagainya .
Namun kondisi riil di lapangan, ternyata jauh dari kata ideal tersebut. Berita yang disajikan ke masyarakat, ternyata masih dibuat dengan serampangan. Terlihat jelas keberpihakan, tidak dilakukan secara berimbang, malah tak sedikit berita tersebut merupakan kabar yang tidak benar. Karena itu secara kasat mata, banyak berita yang tujuannya sudah dapat kita lihat meski hanya dari judulnya saja.
Tanpa rasa bersalah, media maupun wartawannya terang-terangan mengangkangi kode etik jurnalistik. Dimana  seharusnya itu dipegang teguh dalam menjalankan kegiatan ini.
Pilih Mulia Atau Melacurkan diri
Kondisi tidak sehat ini tentu akan menimbulkan dampak yang luas bagi banyak pihak. Disatu sisi masyarakat disuguhi informasi yang belum tentu kebenarannya, sementara disisi lain, jurnalis model seperti ini, jelas mencoreng citra jurnalistik secara keseluruhan.
"Jurnalis yang melacurkan diri," demikian istilah yang diungkapkan seorang wartawan lokal kepada penulis beberapa waktu yang lalu.
Menanggapi hal tersebut, wartawan senior di Labuhanbatu, Kurnia Hamdani mengatakan PWI Pusat sebenarnya sudah mewanti-wanti hal ini. Sebelum pelaksanaan Pilkada pada 9 Desember 2020 silam, PWI disebutnya telah mengeluarkan surat edaran yang menegaskan wartawan harus bersikap independen.
"Dalam kode etik jurnalistik, dalam pasal 1, disebutkan masalah Independen, berimbang dan beritikad baik. Karena itu, setiap wartawan seharusnya memahami hal ini. Jika hal ini pun tidak dipahami, berarti belum pantas sebagai wartawan," kata mantan  sekretaris PWI Labuhanbatu ini, Rabu 16 Juni 2021.
Menurut Kurnia, profesi wartawan adalah profesi mulia. Karena menurutnya, tugas utama profesi ini ialah sebagai penyampai kabar kepada masyarakat. Terutama kabar yang baik dan kabar yang bermanfaat bagi masyarakat.
Karena itu, wartawan yang bekerja di salah satu kantor berita ini, mengatakan wartawan  haruslah bersikap profesional dalam menjalankan profesinya. Salah satu caranya ialah dengan memahami dan mematuhi kode etik dengan sebaik-baiknya.
"Diseluruh dunia, peran wartawan tidak bisa diabaikan dalam kehidupan. Karena itu profesi ini merupakan profesi yang mulia, namun juga rentan dengan cobaan, juga godaan," katanya. "Untuk itu wartawan itu haruslah profesional, harus bisa menjaga marwahnya. Sekarang ini kita lihat banyak yang tidak begitu, sedih juga kita sebenarnya, dan inilah yang merusak nama baik wartawan itu," sambungnya.
Diakuinya, kondisi saat ini memang belum ideal bagi iklim jurnalistik yang baik. Namun hal tersebut bukan berarti wartawan bisa menggadaikan integritasnya.
"Walau mulia, memang secara ekonomi profesi wartawan itu masih jauh dari yang seharusnya. Namun itu bukan berarti boleh membuat kita melacurkan profesi ini," tutupnya.
Kondisi seperti ini kemungkinan besar juga terjadi di daerah lain selama Pilkada 2020 kemarin. Bagi wartawan yang berpihak, tentu ada yang jadi pemenang dan ada yang kalah.
Pertanyaannya apa yang akan diwariskan ke generasi berikutnya. Karena perlu disadari wartawan adalah salah satu profesi yang bisa menentukan arah sejarah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H