Mohon tunggu...
Ahmad Fauzi Manik
Ahmad Fauzi Manik Mohon Tunggu... Lainnya - Sumatera Utara

Jurnalis yang coba mengabarkan Sumatera Utara di Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Madu dan Racun Pengelolaan Sampah Ada di Tangan Pemerintah

22 Februari 2021   02:47 Diperbarui: 22 Februari 2021   05:21 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Peduli Sampah Nasional diperingati setiap tanggal 21 Februari. Tulisan ini diposting 1 hari setelahnya.

Seperti umumnya daerah lain di Indonesia, pengelolaan sampah di Kabupaten Labuhanbatu, masih dilakukan dengan cara yang salah. Keputusan menumpuk sampah di TPA Perlayuan, merupakan bom waktu yang niscaya menimbulkan masalah serius.

Selain gunung sampah, kerusakan lingkungan juga sedang mengancam di depan mata. Meski kelihatan perlahan, namun laju pencemaran aliran air terus meningkat, salah satunya disebabkan rendahnya kesadaran masyarakat, yang masih membuang sampahnya ke parit ataupun sungai.

Berdasarkan data BPS Sumut,  penduduk Labuhanbatu berjumlah 494.178 jiwa. Sedangkan Standar Nasional Indonesia (SNI), telah merumuskan bahwa setiap orang diperkirakan menghasilkan sampah sebanyak 0,7 kg/hari.

Itu artinya produksi sampah Labuhanbatu mencapai 346 ton setiap harinya. Dimana 115 ton atau 1/3 nya disumbang oleh Rantauprapat, yang sejak 1994, bermuara ke TPA Perlayuan.

"Rata-rata 18 dump truk perharinya, yang mengirim sampah ke TPA Perlayuan," kata Supardi Sitohang, Kabid Pengelolaan Sampah dan Limbah B3, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Labuhanbatu, Sabtu (20/2/2021).

"Jika 1 Dump truk diasumsikan mengangkat 6 ton, maka ada 108 ton sampah yang setiap harinya ditampung TPA itu," tambah dia.

Berdasarkan hitung-hitungan DLH Labuhanbatu, TPA seluas 1,6 Hektare itu, seharusnya sudah over kapasitas, sejak tahun lalu.

"Perkiraan awal, daya tampung TPA ini sebanyak 1 juta ton. Hingga November 2019 (25 tahun beroperasi) kapasitas yang sudah terpakai sekitar 972 ribu ton. Sisanya sekitar 28 ribu ton, akan terpenuhi beberapa bulan kedepan setelah November 2019," urainya.

Namun hingga 2021 ini, TPA yang bersifat 'open dumping' tersebut, masih terus difungsikan dan belum ada rencana pemerintah untuk menggantikan keberadaannya. Tindakan yang sebenarnya sangat riskan, mengingat banyaknya kasus longsor sampah, yang terjadi di Indonesia.

Ancaman di depan mata ini sebenarnya telah disadari oleh Pemkab Labuhanbatu. Perda No 8 Tahun 2017, merupakan relugasi yang mengatur tata kelola sampah berkesinambungan.

Namun niat baik tersebut, ternyata hanya bagus diatas kertas saja. Ancaman denda Rp 50 Juta atau 6 bulan kurungan, sampai hari ini belum pernah diterapkan.

"Belum pernah. Sampai sekarang kita sifatnya masih menyosialisasikan ke masyarakat," kata Supardi ketika ditanyakan tentang ancaman kepada masyarakat yang membuang sampah sembarangan tersebut.

Dok. Ahmad Fauzi Manik
Dok. Ahmad Fauzi Manik
Pemerhati masalah sosial di Labuhanbatu, Budhi Awaludin Gultom, berpendapat urusan sampah sebenarnya ibarat madu dan racun. "Jika dikelola dengan baik akan menguntungkan, namun jika sebaliknya akan membinasakan," kata jebolan WWF Indonesia tersebut.


Dia menilai bahwa kuncinya ada di tangan Pemerintah. "Jika Pemkab serius, saya kira SDM lokal sudah mampu untuk mengelolanya," tambahnya di sela kegiatan mengikuti webinar sampah, Jumat (19/2) kemarin.

Budhi yang saat ini merupakan salah satu perumus kebijakan di Yayasan Time Sumatera Indonesia menjelaskan bahwa edukasi dan menegakkan regulasi, merupakan keping terakhir yang belum dimiliki Kabupaten Labuhanbatu.

"Budidaya magot sudah ada pelakunya. Lahan perkebunan pun cukup luas untuk menyerap produksi komposnya. SDM dan tenaga kerjanya pun cukup banyak, dan pasti bisa diandalkan. Hanya edukasi dan menegakkan regulasi saja yang belum konsisten dijalankan," kata dia.

Ucapan Budhi itu, senada dengan pengalaman Een Irawan Putra, Kordinator KPC (Komunitas Peduli Ciliwung) Bogor, yang sejak 2009 mulai terpanggil untuk membersihkan kali Ciliwung dari tumpukan sampah yang menggila.

Dalam Webinar yang diselenggarakan Yayasan Kehati dan Mongabay Indonesia, Jumat (19/2), dia mengakui bahwa perjuangannya selama 10 tahun, yang dilakukan tanpa dukungan pemerintah, ternyata hanya menghasilkan dampak kecil yang jauh dari kata memuaskan.

"Kemajuan luar bisa muncul, sejak Walikota Bima Arya memutuskan turut serta, dengan membentuk satgas naturalisasi Ciliwung pada 2018 ," katanya.

Tangkapan layar, Een Irawan Putra dalam sebuah webinar pengelolaan sampah (Ahmad Fauzi Manik)
Tangkapan layar, Een Irawan Putra dalam sebuah webinar pengelolaan sampah (Ahmad Fauzi Manik)
Satgas yang pada awal berdirinya turut melibatkan TNI/Polri ini, disebut Een bertugas mengedukasi warga dan menegakkan regulasi yang telah dirancang sedemikian rupa.

"Secara kontinyu kami terus bekerja, untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat," kata pria yang saat ini juga diminta bertugas di BNPB tersebut."Mendapat edukasi terus menerus, kesadaran masyarakat pun mulai tumbuh dan beralih menjadi agen-agen perubahan, yang membantu mempercepat tugas kami," tuturnya lagi.

Kini setelah 2 tahun keterlibatan Pemko Bogor, bantaran Kali Ciliwung, yang  masuk kedalam wilayah Kota hujan tersebut, dibanggakan Een keindahannya. "Di sepanjang pinggiran Kali Ciliwung saat ini, banyak yang telah bersalin rupa menjadi tempat wisata," katanya.

Berkaca dari uraian diatas, urusan sampah merupakan sebuah keniscayaan bagi pemerintah daerah. Pilihannya hanya dua, menjadi berkah atau bencana semua terletak di keputusan yang di jalankan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun