Mohon tunggu...
Fauzi Fadilah
Fauzi Fadilah Mohon Tunggu... -

Sebuah coretan, semoga berkenan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ia Bersayap dan Terbang

20 Juli 2013   15:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:17 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ia bercerita, lantai hampar tanah pokok kapuk itu adalah  makam tua. Semasa kecil bersama teman ia suka mencari jangkrik disana. Malam ketika purnama atau tak ada, adalah sama saja. Jangkrik kuburan adalah pendekar tak kenal lelah. Meski kecil ia pemberani dan pantang menyerah. Satu sahabat risau mendekat, dan ia terus bercerita.

Bahwa pada suatu ketika ia pernah di hantu di pekuburan itu. Pada sebuah malam yang gelap Jangkrik tak didapat justru malah diganggu. Lantas ketika siang, bersama kawan ia menaruh dendam dan kencing diatas makam lama yang berserak batu itu.

Angin dingin berdendang, lantas dengan berlari seorang diantaranya tertawa meninggalkan satu lainnya. Mereka berkejaran, didapat, lalu berlari sambil bergandengan, dan pokok kapuk tua masih saja diam dengan berwibawa. Pekuburan khidmat mendengarkan bicara-bicara mereka.

Lagi, dan disini, kembali di gundukan tanah tepi rel kereta api mereka duduk bersebelah. 8 anak bermain bola belum usai disana, mereka masih berlomba. Sempat ia ajak satu sahabatnya mencoba kereta pelepah. Pelepah pinang yang telah jatuh dari tangkainya,di duduki sisi lebarnya, lalu bersorak ramai meluncur deras menebah rumputan, dan sahabat itu tertawa kegirangan sesampai dibawah. Ia lagi mendaki dan mencoba beberapa kali. 8 anak kecil di sana bertepuk tangan memberi semangat dengan gembira.

Mendung bergeser memberi ruang kepada langit merah, agar orang-orang membaca pertanda bahwa  sore telah menua. Anak-anak berlarian pulang menuju rumah dan ibunya. Serangga malam mulai berbenah dengan mahkota yang berbeda. Riuh di hamparan penuh lagu koor biasanya. Saling berkeras suara mengundang malam untuk bergegas tiba.

Dua bersahabat saling memandang. Rasa berat di coba tutupi dengan senyum kerelaan. Jauh, lantun Adzan berkumandang mengagumkan.

Satu diantaranya berkata : ini saat ku pulang. Satu lagi menjawab dengan anggukan.

Pada saat merah di langit tinggal sebaris, satu sahabat bertumbuh sayap dipunggungnya. Rambutnya yang panjang dan berkibar membuatnya indah saat meng-angkasa. Seorang yang ditinggalkan melepasnya tanpa bicara. Pada kejap terakhir, saat sahabat bersayap itu meninggalkannya, sepetik api pada rokok ia buat bara. Asap dalam di hisapnya, lalu dihembuskan pada langit barat yang tak lagi merah.

Kepak sayap lenyap dikejauhan menuju bintang, dan malam berkuasa pada ia yang sendirian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun