Saya sampai terheran-heran, ada tender feasibility study (studi kelayakan) jasa konsultansi yang nilainya miliaran rupiah bersumber dari APBD Kabupaten Bima tahun 2015 untuk pembangunan jembatan Lewamori yang menghubungkan Daru Bolo dan pelabuhan rakyat lewamori Desa Panda Palibelo Bima. Dalam dokumen tender tersebut LPSE Kabupaten Bima melalui website tenderindonesia.org, tertera nilai pagu yang ditawarkan ke khalayak jasa konsultansi sebesar 1 miliar dan harga perkiraan sendiri (HPS) 1 miliar dan AMDAL jalan dua jalur batas kota sampai talabiu sebesar 500 jt. Sebagai orang yang menekuni dunia Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (PBJ), saya menilai pengadaan seperti ini suatu hal yang sangat lumrah terlebih nilai proyeknya mungkin bernilai ratusan miliar (belum ada data yang resmi anggaran pembangunan jembatan lewamori).
Akan tetapi, dibalik kelumrahannya dari sisi pengadaan atau tender barang dan jasa pemerintah, ada sebuah pertanyaan yang mendasar dibalik itu? Seberapa prioritaskah pembangunan jembatan lewamori dilihat dari urgensi pembangunan di tanah Bima. Apalagi dana yang dipakai diambil dari APBD yang bersumber dari penghasilan daerah. Lihat saja anggaran yang dibutuhkan dalam studi kelayakan dalam membangun jembatan tersebut, anggarannya setara dengan pengembangan koperasi dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) se penjuru kabupaten Bima. Pada Tahun 2014 lalu. Apa tidak ada program prioritas lain yang lebih mendasar dan urgen dibanding membangun satu jembatan ini. Sebagaimana yang dilansir oleh beberapa media lokal dan regional di tanah Bima, alasan membangun jembantan ini yakni untuk meningkatkan taraf perekonomian dan mempercepat laju kesejateraan masyarakat baik kota maupun kabupaten Bima. Selain itu, untuk mempermudah akses jalan dari Daru ke Lewamori sehingga tidak melalui jalur Woha dan sekitarnya. Argumen-argumen sederhada seperti ini haruslah didukung oleh beberapa analisa, data dan fakta yang memadai dan disertai dengan uji publik yang melibatkan pakar-pakar dibidangnya. Jangan karena mendekati Pilkada tahun 2015 ini, wacara jembatan lewamori menjadi sebuah “bola liar” yang sengaja di gelindingkan yang akhirnya bernasib laksana wacana pendirian perguruan tinggi negeri tempo dulu yang hari ini masih simpang siur.
Melihat wacana pembangunan jembatan layang (flyover) Lewamori tersebut, haruslah dikaji dan dipertimbangkan lebih matang lagi, mengingat efek domino yang ditimbulkan dan kebermanfaatannya yang lebih luas bagi nilai tambah perkenomonian, kesejahteraan, keamanan, daya dukung lingkungan, sosial budaya, serta efektifitas jalur transportasi daerah lingkar Bolo-Woha-Palibelo dan sekitarnya. Disamping itu, anggaran yang dibutuhkan untuk pembangunan jembatan tersebut sagatlah prestisius diperkirakan 100-250 miliar karena panjang bentangan jalur laut yang dilewati sekitar 2 atau 3 kilimoter bahkan lebih. Anggaran yang besar seperti ini kalau dialokasikan pada keuangan daerah sangat membebani APBD, terkecuali ada hibah, bantuan dan dana Corporate Social Responcibility (CSR) dari lembaga-lembaga donor dan perusahaan-perusahaan multi nasional/internasional.
Tugas kita, meluruskan pekerjaan Bupati sesuai Visi dan Misi Pemerintah Daerah.
Dengan VISI pemerintah daerah kabupaten Bima “Terwujudnya Masyarakat dan Daerah Kabupaten Bima Yang Maju, Mandiri Dan Bermartabat Berdasarkan Nilai Maja Labo Dahu Yang Religius”. Semestinya, alur dan jalur pembangunan yang dipoles hari ini bisa menjawab visi yang bagus tersebut. Untuk mendukung visi tersebut, sebenarnya sudahjelas apa-apa yang mesti dilakukan melalui misi pemerintahan daerah kabupaten Bima yaitu :
- Meningkatkan pendapatan masyarakat melalui peningkatan produksi, nilai tambah, kesempatan kerja, dan sarana prasarana penunjang perekonomian.
- Meningkatkan ketahanan pangan masyarakat melalui revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan.
- Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan kependudukan melalui peningkatan kualitas pelayanan dasar.
- Meningkatkan kesadaran, pemahaman, pengamalan agama dan nilai-nilai sosial budaya bagi seluruh masyarakat.
- Mengoptimalkan potensi sumber daya yang ada dalam mendukung percepatan pembangunan dengan tetap memperhatikan tata ruang wilayah dan daya dukung lingkungan.
- Menerapkan prinsip-prinsip Good Governance melalui pemberian Reward dan Punishment pada aparatur serta Pengelolaan Keuangan Daerah yang efisien, efektif, transparan dan akuntabel.
- Memantapkan dan meningkatkan ketentraman, keamanan dan ketertiban masyarakat serta menjamin tegaknya supremasi hukum.
- Memacu percepatan pembangunan kawasan strategis dan cepat tumbuh. (www.bimakab.go.id)
Merujuk kembali visi dan misi pemerintah daerah kabupaten Bima yang sudah tertera resmi di laman pemerintah daerah, masih banyak pekerjaan rumah yang belum dilakukan oleh birokrasi hari ini. Seperti halnya peningkatan produksi pertanian, pembukaan lapangan kerja baru yang disertai denqan penyadaran masyarakat dan generasi akan jiwa wirausaha, serta membangun sentra-sentra perekonomian yang dalam hal ini, salahsatunya revitalisasi pasar tradisional di berbagai desa dan kecamatan. Penguatan-penguatan sektor perekonomian rakyat perlu dilakukan, agar tanah Bima bisa maju dalam kemandirian dan mandiri dalam kemajuan seperti yang dibahasakan oleh bupati sebelumnya.
Di sisi lain, revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan menjadi pekerjaan yang diprioritaskan dan semestinya menjadi “buah bibir” jargon pembangunan hari ini. Bukan malah melenceng jauh dari visi dan misi semula. Melalukan revitalisasi bidang pertanian dengan cara penyediaan benih unggulan, pupuk yang murah dan mudah di dapat, pendampingan yang baik oleh para petugas PPL pertanian, serta penanganan pasca panen yang disertai dengan standardisasi harga yang jelas menjadi sebuah kewajiban yang harus dilakukan. Di bidang perikanan dan kelautan, serta tata niaga garam, diperlukan kebijakan dan keberpihakan pemerintah dalam pengembangannya. Garam di Bima adalah garam yang “paling murah di dunia” padahal kualitasnya tidak kalah jauh dengan garam Madura, Gresik dan garam impor. Pabrik garam kita mengalami kolapse akibat politisasi dan dipimpin oleh yang bukan ahlinya. Padahal ini adalah sektor primadona kabupaten Bima yang harus dikelola dengan baik. Harga kantong dan sak garam lebih mahal dari harga garamnya. Keberpihakan terhadap petani garam sangat jauh dari harapan.
Di sektor kehutanan, gunung-gunung dan hutan kita gundul mengalami deforestasi akibat ilegal logging, investasi yang merambah hutan, pembukaan lahan pertanian baru serta pertanian palawija (jagung, kedelai,kacang,dll) yang tidak terkontrol. Banjir dan erosi datang secara tiba-tiba tanpa memberi peringatan terlebih dahulu, yang akhirnya kita selalu pandai mencari-cari alasan dan menyalahkan alam. Di sektor-sektor lain, banyak hal yang harus dilakukan oleh bupati, pimpinan daerah dan tim birokrasinya hari ini. Di sisi lain juga, pembangunan kantor bupati di Woha masih perlu dukungan dana yang tidak sedikit, proses perpindahan ibukota isunya yang selalu ‘digoreng-goreng” setiap kampanye pilkada, perbaikan internal birokrasi, serta menyiapkan mental masyarakat dalam menghadapi Asean Economy Community/Masyarakat Ekonimi Asean yang mau tidak mau kita menjadi petarung di dalamnya.
Di sektor keamanan, Bima termasuk “daerah merah” setelah Poso dan Papua dalam hal ketertiban dan keamanan masyarakat. Terjadi sporadisasi konflik yang menjalar di setiap desa dan kecamatan yang pemicunya hal-hal yang sangat sepele. Tidak ada upaya massif dan terencana dari penentu kebijakan daerah dalam hal mengurai dan melakukan terapi konflik yang berkepanjangan. Konflik datang silih berganti, tanpa ada penyelesaian yang lebih berkeadaban dan permanen. Bagaimana mungkin mengundang investor dan penanam modal agar bisa masuk, kalau situasi dan kondisi keamanan daerah tidak kondusif dan penuh dengan ketidakpastian. Hal-hal inilah yang menjadi catatan penting oleh siapapun yang menjadi Bupati Bima/Walikota Bima hari ini, jangan hanya pandai bermanuver kiri dan kanan, mencari dukungan sana dan sini, uruslah hajat rakyat, baru suatu saat yang menentukan, rakyat akan memberikan baktinya kepadamu. Berhentilah menggoreng-goreng isu, selesaikan dulu pekerjaan yang belum sempat terjamah seperti di atas, baru itu dikatakan berhasil. Berpikir loncat-loncat akan menyulitkan dalam hal membuat perencanaan yang matang. Bermanuver dan menjual isu di “siang bolong” sama halnya menjaring matahari diwaktu kabut. Rakyat membutuhkan bukti atas pengabdianmu, buktikan!!! bahwa saudara adalah memang memimpin tanah Bima dan rakyatnya hari ini, bukan memimpin partai, perusahaan atau segolongan orang…dan kita berharap kaji ulang pembangunan jembatan Lewamori mutlak dilakukan, agar dana yang begitu besar tidak sampai terbuang sia-sia… jangan sampai Lewamori yang bersejarah itu hanya dijadikan“tumbal” dikala keringnya ide dan gagasan hari ini…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H