Pernyataan menko polhukam mengenai Keadilan Restoratif terhadap korban pemerkosaan menarik untuk ditelaah. Menurut Mahfud, pendekatan keadilan restoratif tidak akan membuat pemerkosa diadili di pengadilan. menurutnya dalam masyarakat kita di zaman dulu, menghukum itu tidak perlu untuk ribut ribut datang ke kepala adat, melainkan diselesaikan secara baik-baik dengan musyawarah.
Lanjut menurut beliau, jika pemerkosa ditindak tegas dengan
masuk ke pengadilan akan membuat keluarga yang merupakan korban diperkosa malu. untuk itu dalam kasus ini lanjutnya dalam hukum adat dulu mengenal istilah kawin lari yang merupakan contoh keadilan restoratif.
"Oleh sebab itu dulu di hukum adat itu ada istilah sudah diam-diam saja kamu lari, biar orang nggak tahu, maka dulu ada kawin lari, untuk apa? restorative, agar orang tidak ribut, agar yang diperkosa tidak malu terhadap seluruh kampung, kawin di sana, di luar sana. Itu contoh restorative justice, membangun harmoni," kata Mahfud.
apakah pernyataan ini bisa diterima ?
menurut hemat saya, pernyataan seperti ini jelas tidak mencerminkan keadilan restoratif karena konsep keadilan restoratif menitikberatkan pemulihan akibat suatu tindakan kejahatan untuk kepentingan korban, tanggung jawab pelaku dan juga lingkungan sekitar.
Dengan memberi jalan kepada pemerkosa untuk melakukan kawin lari itu sama halnya merendahkan korban karena harus bersama pelaku yang merupakan bukan keinginan korban mengalami kejadian pemerkosaan.
Melanggengkan kawin lari sama halnya memberikan kesempatan untuk perlakuan tidak bertanggung jawab lainnya akan terjadi, dampaknya justru akan menambah penderitaan kepada korban. kemudian dampak dari kawin lari pun tetap mecoreng nama keluarga dan menjadi keributan di tengah masyakarat karena menjadi bahan pembicaraan masyarakat sekitar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H