Mohon tunggu...
fauzi ashary
fauzi ashary Mohon Tunggu... Lainnya - penyeru kebenaran

menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim

Selanjutnya

Tutup

Hukum

HIP dan PIP Apa Bedanya?

8 Juli 2020   15:27 Diperbarui: 8 Juli 2020   15:36 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rancangan Undang-Undang (RUU)Haluan Ideologi Pancasila (HIP) dikabarkan akan dirubah  menjadi Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP). perbedaan kata Haluan dan Pembinaan jika kita mengartikannya, tentu menghasilkan arti yang berbeda pula. Dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) secara daring, Haluan berarti pedoman (tentang ajaran dan sebagainya) sedangkan Pembinaan berarti usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik .

Jika  kita coba memaknai arti kata seperti maksud dari KBBI diatas , Haluan atau pedoman bermakna bahwa Pancasila akan menjadi petunjuk dalam melaksanakan sesuatu sehingga menjadi perdebatan karena dikhawatirkan akan menjadikan pancasila sebagai nilai-nilai abstrak yang ada dalam pikiran manusia menjadi konkrit dalam bentuk undang-undang. Undang-Undang dalam masyarakat awam, dimaknain sebagai alat untuk melarang atau membatasi sesuatu dengan mengandung hukuman apabila tidak sesuai dengan apa yang diatur dalam undang-undang tersebut.

Sedangkan dalam arti pembinaan dapat kita maknai bahwa sebagaimana arti dari KBBI sebagai usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik maka kemungkinan dapat diterima oleh masyarakat karena hanya berkaitan dengan usaha untuk membumikan Pancasila itu sendiri.

Tetapi apakah dengan mengganti nama dari RUU HIP ini menjadi RUU PIP akan deiterima oleh masyarakat ?

Gelombang demonstrasi terkait RUU HIP dalam perjalanannya menimbulkan polemik lantaran perubahan frasa "pancasila" dapat diperas menjadi "Trisila" yang kemudian dikristalisasikan menjadi Ekasila. Hal ini mengembalikan perdebatan antara perdebatan masa lalu oleh founding father yang telah selesai oleh dirumuskannya Pancasila, membuat tujuan dari RUU ini yang pada awalnya berniat untuk mempermudah dalam membumikan Pancasila menjadi semakin abstrak yang tentunya tidak mencerminkan tujuan untuk menjadikan Pancasila dikonkritkan menjadi Undang-Undang

Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang berdasarkan menuliskan identifikasi masalah yaitu ;

pertama, adanya realita pengambilan kebijakan penyelenggara negara selama ini masih berjalan sendiri-sendiri antar lembaga tanpa adanya pedoman dalam mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam setiap pengambilan keputusan.

Kedua, belum adanya pedoman bagi penyelenggara dalam menyusun, menetapkan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi terhadap kebijakan pembangunan nasional baik di pusat maupun di daerah berdasarkan nilai-nilai Pancasila.

Ketiga, belum adanya pedoman bagi setiap warga negara Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya untuk mempertautkan bangsa yang beragam (bhinneka) ke dalam kesatuan (ke-ika-an) yang kokoh

Keempat, belum adanya pedoman bagi Penyelenggara Negara dalam menyusun dan menetapkan perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi terhadap kebijakan pembangunan nasional di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, mental, spiritual, pendidikan, pertahanan dan keamanan yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi guna mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang berketuhanan

Dari Identidikasi masalah RUU HIP tersebut seyogyanya pasal terkait Trisila dan Ekasila tidak sepatutnya ada karena dengan muculnya frasa ini membuat RUU ini menjadi tidak sesuai dengan identifikasi masalahnya yang ingin mengatur secara teknis pelaksanaan Pancasila menjadi patut diduga akan mengatur pemahaman bahkan merubah  Pancasila yang sudah final.

Masalah yang lain yang mendorong gelombang demostrasi pada Masyarakat adalah terdapatnya frasa "Ketuhanan yang berkebudayaan". Padahal dalam Naskah Akademik maksud dari frasa tersebut pada prinsipnya segenap rakyat hendaknya bertuhan secara berkebudayaan, yakni dengan tiada egoism agama. Sehingga membuat orang orang yang beragama dianggap tidak memiliki rasa toleran.

Menurut hemat penulis penggantian nama dari Haluan Ideologi Pancasila menjadi Pembinaan Ideologi Pancasila dapat diterima dengan catatan bahwa isi yang terkandung didalamnya tidak membawa pemahaman yang baru, mejadi alat kekuasaan untuk membungkam pendapat yang berbeda, dan menyinggung khususnya dalam aspek ketuhanan karena menurut penulis dengan menjalankan agama dengan baik dan benar merupakan kristalisasi sesungguhnya yang dapat mengatur secara paripurna kehidupan di dunia ini.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun