Mohon tunggu...
Mohammad Fauzi Alvi Yasin
Mohammad Fauzi Alvi Yasin Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Tulislah apa saja yang engkau ketahui dan senangi.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Ahok dan Hoax

16 Februari 2017   14:36 Diperbarui: 17 Februari 2017   18:33 1236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ya Allah, Tuhan YME. Negara kok jadi begini. Juru fitnah dan penyebar hoax berkuasa dan merajalela. Kapan rakyat dan yang lemah menang ?” begitulah curhatan SBY dalam akun twitternya beberapa minggu yang lalu. Senada dengan Pak SBY, Pak Jokowi pun mengunggah cuitannya di twitter terkait hoax. Bedanya, Pak Jokowi mengajak masyarakat Indonesia untuk memerangi hoax. “Maraknya media sosial, gak akan hilangkan media arus utama. Keduanya tetap eksis. Kecepatan dan akurasi sama-sama penting. Kita lawan hoax”.

Kata hoax mungkin menjadi akrab ditelinga kita belakangan ini. Namun sebelum membahas tentang hoax, mari kita pelajari apa sebenarnya definisi dari hoax. Hoax dapat diartikan sebagai tipuan, menipu, kabar burung, berita bohong, pemberitaan palsu maupun informasi palsu. Hoax atau pemberitaan palsu adalah sebuah usaha untuk menipu atau mengakali pembaca/pendengarnya untuk mempercayai sesuatu, padahal sang pencipta berita palsu tersebut tahu bahwa berita tersebut palsu.

Belakangan ini hampir seluruh media sosial yang ada di penuhi dengan banyak sekali berita tentang ahok, hoax, dan fitnah. Mulai dari kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok, penyebaran chat pribadi dan foto pornografi Virza Husein dengan Ketua FPI Habieb Rizieq, dan yang terbaru soal dugaan kriminalisasi mantan Ketua KPK Antasari Azhar yang dilakukan oleh SBY.

Terlepas dari benar atau tidaknya berita-berita tersebut serta ditengah panasnya situasi pilkada kemarin, membuat banyak pihak memanfaatkan berita-berita hoax tersebut untuk saling menjatuhkan lawannya. Misalnya terkait kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur petahana Basuki Tjahaya Purnama atau biasa disapa Ahok. Ahok diduga melakukan penistaan agama ketika dirinya berada di kepulauan seribu. Tentu momen tersebut secara langsung ataupun tidak, dimanfaatkan oleh lawan politiknya untuk menjatuhkan elektabilitas sang petahana. Alhasil dengan adanya kasus tersebut yang hingga kini masih belum tuntas, mampu menurunkan angka elektabilitas Ahok sebesar 18,9% 

Ditambah lagi, Ahok dan tim pengacaranya juga terlibat perdebatan di pengadilan dengan Ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia) K.H Ma’aruf Amin yang menjadi saksi di kasus penistaan agama. Sikap ahok dan penasehat hukumnya yang menuduh Ma’ruf Amin berbohong dan mengancam akan melaporkannya ke polisi, membuat banyak umat islam khususnya warga NU tersinggung. Dan bahkan jika ancaman Ahok benar untuk melaporkan Ma’aruf Amin, maka warga NU siap pasang badan dan memberikan pembelaan . Meskipun akhirnya Ahok meminta maaf, namun masalah tersebut menambah daftar panjang kasus yang menimpa sang petahana.

HOAX DAN ISU SARA DALAM PILKADA DKI

“Pilkada adalah pesta demokrasi rakyat. Namanya pesta ya harus gembira. Jangan malah Pilkada memecah persatuan dan kesatuan”. Pesan Pak Jokowi melalui akun twitternya untuk masyarakat Indonesia .

Banyak yang bilang Pilkada DKI sebagai Pilkada rasa Pilpres. Hal ini lantaran para kandidat calon memiliki kemampuan rata-rata yang cukup bagus dan mempunyai peluang menang yang sama. Terlepas dari hasil Quick Qount tadi sore (15/02) dari beberapa lembaga survei yang sementara menempatkan Ahok di posisi pertama, Anies kedua, dan Agus ketiga. Pada saat pelaksanaan kampanye semua pasang mata masyarakat tertuju di DKI Jakarta. Padahal pilkada serentak 2017 diikuti oleh 101 daerah yang terdiri dari 7 provinsi, 76 kabupaten, dan dari 18 kota . Hal inilah yang membuat tim sukses pasangan calon maupun orang-orang yang berkepentingan didalamnya, menghalalkan segala cara untuk merebut hati pemilih, salah satunya dengan menyebarkan berita-berita hoax dengan tujuan agar calon yang didukungnya menang. Jika berita-berita yang digunakan untuk menyerang pasangan calon kandidat lain berdasarkan data dan fakta yang ada dilapangan, tidak masalah. Akan tetapi jika berita yang diberikan ternyata hoax, inilah yang akan membuat masyarakat resah. Padahal hal-hal yang demikianlah, yang dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa.

Ditengah isu SARA yang ada, tanpa disadari sesungguhnya kematangan masyarakat Indonesia dalam berdemokrasi sedang diuji. Terlahir menjadi negara yang majemuk, harusnya membuat negara ini kebal dan kuat. Harus diakui negara ini memang bukan negara yang berdasarkan atas satu agama tertentu, namun jika masyarakat memilih pemimpin berdasarkan suatu agama, ya tidak masalah. Toh, negara tidak melarang untuk memilih berdasarkan agama tertentu dan bahkan negara menjamin kebebasan dalam menyatakan sikap dan menentukan pilihan. Sesuai dengan bunyi UUD 1945 pasal 28 E ayat 2 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”. Hal ini sekaligus menjadi jawaban dari pernyataan Ahok soal memilih pemimpin berdasarkan agama melawan konstitusi  

Bahkan Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin ikut berkomentar mengenai pernyataan Ahok, menurut Lukman memilih pemimpin berdasarkan agama tidak melanggar konstitusi. Yang tidak diperbolehkan dalam UU nomor 1 tahun 2015 tentang pilkada pasal 69 poin b dilarang : “menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon gubernur, calon walikota, calon bupati, dan/partai politik” .

Nasional.Replublika
Nasional.Replublika
KEMBALI BERSATU

Setelah melewati tahapan Pilkada yang tentunya telah banyak menguras waktu, tenaga, dan pikiran, sudah saatnya bangsa ini kembali bersatu dan bekerja kembali sesuai dengan tugasnya masing-masing. Harapannya berita hoax, fitnah, adu domba dan sebagainya tidak ada lagi kedepannya. Meskipun tentunya ada yang jagoannya kalah ataupun menang, para elit politik harus mampu menahan diri, mengendalikan emosi dan dapat memberikan kesejukan bagi rakyatnya. Karena pada hakikatnya jika para pemimpin yang diatasnya gaduh rakyat juga akan ikut gaduh, tapi jika para pemimpinnya bersatu maka pasti rakyat pun akan ikut bersatu.

Civil Society atau masyarakat sipil dipandang sebagai bagian penting dari demokrasi substantif yang mendukung bergulirnya proses demokratisasi di sebuah negara. Dengan posisinya yang begitu penting bagi demokrasi, masyarakat sipil menempati “ruang ketiga” di antara negara masyarakat (keluarga) yang mempengaruhi struktur dan aturan dari permainan politik (Ikhsan Darmawan, 2013). Selain itu masyarakat harus berkontribusi aktif terhadap pemerintahnya melalui fungsi checks and balances yang dapat dilakukan secara kolektif, melalui media baik media massa maupun media sosial.

Berulang kali Presiden Jokowi mengajak seluruh pihak untuk terlibat dan berperan aktif menjaga kesejukan dan kerukunan bangsa, dengan tidak terprovokasi atas isu-isu SARA yang menyesatkan. Dengan adanya kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok, pemerintah sebetulnya tidak tinggal diam. Bahkan dalam Aksi Bela Islam II (212) Pak Jokowi menyempatkan hadir ditengah-tengah aksi yang berjalan lancar dan damai sembari memberikan pernyataan bahwa pemerintah bersikap netral dalam kasus Ahok. Selain itu, Presiden Jokowi juga sempat bersilaturahmi dan bertemu dengan beberapa tokoh nasional seperti Prabowo, Megawati, Habibie, hingga Suya Paloh demi mendengarkan saran dan masukan dari beberapa tokoh dan elit politik. Namun sayang, Pak Jokowi belum sempat menemui SBY, padahal alangkah baiknya jika kedua tokoh ini bertemu dan memberikan pesan damai bagi rakyat Indonesia.

Pasalnya beberapa waktu yang lalu, pernyataan SBY yang mendesak Presiden Jokowi untuk segera memproses kasus Ahok, diseretnya namanya SBY dan Ma’aruf Amin dalam persidangan kasus Ahok, serta tuduhan SBY terkait pemberian grasi kepada Antasari Azhar yang bermuatan politis membuat suhu politik keduanya meningkat. Oleh karena itu, pertemuan keduanya sangat penting guna menurunkan suhu politik sehingga terciptanya suasana yang kondusif. Dan bila pertemuan tersebut segera terealisasi, tentu menjadi teladan komunikasi yang baik bagi masyarakat, kata Emrus Sihombing 

Harus diakui, dengan adanya pilkada serentak ini membuat suhu politik khususnya di ibukota menjadi meningkat. Hal ini terbukti dengan banyaknya kasus yang mengiringi perjalanannya selama pelaksanaan kampanye kemarin. Namun bagaimanapun juga, kita tentunya berharap dengan adanya pilkada serentak ini sebagai alat berdemokrasi. Perlu kita ketahui, pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat merupakan perubahan model pemilihan baru yang diterapkan setelah diberlakukannya UU No.32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Istilah yang dipakai untuk pemilihan kepala daerah secara langsung yaitu Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada / Pilkada). Dengan perubahan sistem pemilihan kepala daerah yang pada awalnya dipilih oleh DPRD kemudian berubah menjadi dipilih oleh masyarakat secara langsung, tentu akan menghadirkan legitimasi yang lebih kuat bagi kepala daerah. Karena selain melibatkan partisipasi publik secara nyata, hal itu juga mengukuhkan akuntabilitas pemimpin kepada rakyatnya (Leo Agustino, 2011).

Jadi dengan adanya pilkada serentak ini selain mempunyai dampak negatif seperti : meningkatkan suhu politik, berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa, banyaknya berita hoax, fitnah dsb. Namun disisi lain juga mempunyai sisi positif diantaranya : rakyat dapat menentukan pemimpinnya secara langsung, legitimasi yang didapatkan kepala daerah lebih kuat, serta menumbuhkan akuntabilitas pemimpin kepada rakyatnya. Harapannya kedepan, masyarakat Indonesia semakin cerdas dan matang dalam menyikapi proses demokrasi yang terus berkembang. Sehingga apapun permasalahan yang ada, dapat kita selesaikan dengan hati tenang dan pikiran terbuka. Karena perbedaan sikap, pandangan, pikiran dalam politik itu adalah hal yang lumrah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun