Alkisah, ada bapak-bapak paruh baya. Bercerita pengalaman tentang sakit-sakit di masa pandemi. Saya dan bapak ini sebenarnya satu tim. Tim hore di suatu majlis yang ada di desa Wringin - Bondowoso.
Ceritanya begini, bapak-bapak ini mengamati. Waktu itu satu pleton penggerak kegiatan sholawatan di desa saya terserang sakit. Hampir bersamaan, dan gejalanya tidak jauh beda. Pleton penggerak kegiatan ini hampir sepi. Karena dalam waktu yang bersamaan sakit sedaya. Pemantauan bapak tersebut sepertinya jeli, saat itu sudah agak lama panitia-panitia sholawatan rutin ini sepi.
Sambil melihat lalu lalang kendaraan, Bapak itu bercerita kepada saya.
"Cet (kebiasaan orang manggil saya), coba perhatikan yang teman-teman yang sakit. Kok sakitnya hampir sama ya. Apa kenak corona ya?" Tanyanya membuka diskusi.
Saya jawab "Mungkin kang".
"Tapi ya, coba perhatikan lagi. Yang sakit-sakit lama itu coba perhatikan. Rata-rata mereka tidak merokok (smokers)" lanjutnya.
Saya pikir sebentar, 3 menit baru paham. Karena betul, setelah dihitung dan dirinci. Rata-rata yang sakit lama dan tidak segera sembuh ya yang tidak sedang menjadi tukang ngudud.
Akhirnya, dari itu. Imajinasi nakal saya keluar.
"Ngapian bapak ini ngajak aku mikir panjang dan nakal sih" batinku.
Saya pikir lagi, daerah saya yang memang terkenal dengan penghasil tembakau rajang halus. Yaitu Wringin-Bondowoso memang menjadi tempat pemburu rasa para pengudud/smokers. Mau tidak mau saya berfikir liar.
Jadi begini, tinjauan medis super kontenporer yang ada hari ini, pemegang kekuaasaan terhadap informasi kesehatan mengatakan bahwa corona berbahaya dan dapat membunuh manusia. Akhirnya, membuat proteksi ketat agar umat manusia "terlindung" dari serangan covid19. Ini buat kita yang ada dibawah, semua harus bersepakat dengan keadaan ini. Memang covid berbahaya, begitulah kiranya.
Yang kedua, coba kita tarik ke belakang, agak jauh. Ke permasalahan tentang tembakau. Dulu disini, ramai ibu bapak bekerja sebagai buruh pabrik rokok, hasil olahan tembakau petani sendiri. Dan hari ini, semua ruang-ruang produksi sudah benar-benar menjadi monumen. Akibat tidak mampu memenuhi modal yang harus di keluarkan untuk produksi.
Persoalannya beragam. Mulai dari tidak mampu membayar pajak rokoknya, sampai tidak kuat memutar modal untuk menampung bahan baku agar produksi bisa berkelanjutan. Akhirnya, usaha tembakau disini banyak di serap oleh perusahaan besar yang perusahaannya di suntik investasi modal asing.
Walaupun demikian, tembakau tetap menjadi komuditas asa setiap tahunnya untuk menyambung hidup setiap hari warga masyarakat Wringin dan sekitarnya.
Apa hubungannya?
Jadi begini, menurut kesehatan tembakau dan rokok adalah salah satu media yang juga bisa membunuh manusia. Literturnya tidak perlu dilihat jauh. Tinggal beli rokok satu bungkus, disitu kita sudah pasti mendapati himbauan tegas nan jelas bahwa, merokok membunuhmu.
Nah, dari dua narasi panjang di atas. Bisa kita simpulkan bahwa, covid membunuh dan rokok pun membunuh. Seperti itu kan kiranya.
Yang ada dibayangan saya. Jika semua membunuh. Keduanya, bisa saling membunuh. Cuma bedanya. Covid itu virus, tapi rokok itu hanya media pengerusak tubuh (menurut kesehatan).
Sehingga, kalau manusia saja bisa di bunuh oleh rokok, bukankah juga sekalian rokok itu akan membunuh semuanya yang ada di dalam tubuh manusia?
Dalam perjalanannya, perokok itu memang ada yang mati muda tapi juga tidak jarang ada yang bertahan sampai tua sepuh. Pasti ada kan? Jadi masalah rokok itu benar membunuh atau tidak, yang pasti urusan ajal itu masih ada campur tangan tuhan.
Sehingga dari itu, kalau memang kita takut mati karena covid19. Mungkin dengan rokok bisa dijadikan opsi menjadi vaksinnya. Karena menurut kesehatan, toh keduanya sama-sama pembunuh manusia.
Efektif atau tidak silahkan dibuktikan. Karena negara yang punya kekayaan tembakau super seperti Indonesia ini, saya belum tau dimana tempat penelitian intens terhadap Virus Corona yang viral di dunia ini.
Kalau tembakaunya sudah tidak perlu di teliti. Manfaat yang paling bisa kita rasakan dari adanya tembakau yang katanya membunuhmu itu adalah salah satu penyumbang tertangguh kas negara, seperti kemarin-kemarin sempat ramai itu. Sehingga saya berkesimpukan sementara, dengan literatur kehidupan dan budaya yang ada. Bahwa merokok dapat membunuhmu dan Virusmu.
Lebih-lebih kita mau menyelingi, dari kebiasaan ngudud produk pabrik, dengan karya tembakau langsung dari petani. Toh, rasa-rasa tembakau yang ada disini saja contohnya, itu ada yang sudah lebih terasa nikmat dari beberapa produk jadi yang ada.
Satu manfaat lainnya dari kebiasaan ngudud langsung pakai Tingwe (linteng dewe) adalah memberikan imunitas ekonomi yang langsung kepada petani tembakau. Karena hasil panen yang diperuntukan untuk produk Tingwe biasanya harganya lebih mahal dari pada tembakau yang diperuntukan untuk dikirim ke pabrik-pabrik besar layaknya punya tulip nuris contohnya.
Sehingga, tingwe bagi saya sudah mengimunitas dari awal dampak covid hadir ditanah tembakau Bondowoso.
Syukur, sampai hari ini tetap sehat. Syukur lagi dalam keadaan kantong sekarat, ada tingwe yang setia menemani diantara bisingannya kabar Covid yang berhamburan berulang-ulang. Hingga sampai pada hari ini kita semua harus di Vaksin.
Kalau masih ada kesempatan mem PK keputusan pemerintah. Mungkin akan saya usulkan, Vaksinasi untuk ahli hisap, saya dan kawan-kawan cukup dengan belikan tembakau super milik petani. Biar kita heppy dan tetangga saya yang petani tembakau juga kegirangan, karena tembakaunya diborong dengan harga diatas rata-rata. Saya jamin kita semua bakalan tangguh covid19. Mulai psikis dan ekonomi. Toh bansos kan sama bu mentri dak boleh buat rokok.Â
Bisa tu anggran Vaksin alihkan kepada kusus untuk memvaksin para ahli hisap dengan membelikannya tembakau Rajang super. Tidak mahal kok, dan penggunaanya juga jauh lebih irit dari pada merokok dengan produk jadi. Gimana? Bansos aman tidak digunakan beli rokok, vaksinasi berjalan sesuai harapan, dan kita yang dibawah senang satu perangkat. Ahli hisap dan rombongan petani tembakaunya!.
Lebih-lebih diborongin tembakau Tambheng - Besuki. Tambah ampuh. Bisa-bisa efektifitasnya setara Vaksin yang harganya 2 jt an. Cekidot wes pak buk, hehehe
Salam sebats
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H