Mohon tunggu...
fauziahtaufiq
fauziahtaufiq Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA HUKUM UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

SEORANG MAHASISWA HUKUM DARI UIN SUNAN GUNUNG DJATI YANG MEMILIKI MINAT DALAM MENGANALISIS TERKAIT HUKUM, SOSIAL DAN MASYARAKAT

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Sistem Waris Adat Suku Minangkabau Perspektif Hukum Islam

17 Desember 2024   00:37 Diperbarui: 17 Desember 2024   09:38 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

A. Pendahuluan

Indonesia terdiri dari beberapa pulau dengan kebiasaan dan adat istiadat yang beraneka macam. Keberagaman suku bangsa yang ada di Indoneia ini menjadikan Indonesia kaya akan hukum adat masyarakat yang kental. Bermacam macam kebiasaan dan adat istiadat yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Setiap Daerah di Indonesia meiliki adat dan kebiasaan yang berbeda. Sumber hukum yang menjadi acuan di masyarakat Indonesia ini bukan hanya bersumber dari peraturan tertulis seperti Undang-undang. Namun norma adat berlaku sebagai sumber hukum adat di daerah itu sendiri. Menurut Undang Undang Dasar 1945 Pasal 18B yang mengakui Hukum Adat sebagai salah satu sumber hukum di Indonesia.[1] 

Pembagian waris juga diatur dalam sistem hukum adat. Pebagian harta benda warisan menurut hukum waris adat ini dibagikan kepada anggota keluarga apabila seseorang itu telah meninggal. Dala aturan ini dijelaskan bahwa harta benda harus dibagikan antara anggota keluarga sesuai kedudukan tertentu dan dibagikan secara adil dan erata bagi setiap anggota keluarganya. Hukum adat ini terbentuk dari penerapan kebiasaan di dalam masyarakat indonesia.[2]

Banyaknya adat istiadat di Indonesia, melahirkan sistem hukum adat yang waris yang berbeda juga. Salah satunya sistem hukum waris adat suku Minangkabau di Suatera Barat. Hal yang menarik dari sistem hukum adat waris yang diterapkan oleh suku Minangkabau ini menggunakan sistem Matrilineal yang berarti kepemilikan hak waris ini jatuh kepada perempuan atau dari garis keturunan ibu. Dimana dalam adat minangkabau ini menyatakan bahwa semua kepemilikan tanah yang dimiliki oleh ibu ini akan diwariskan kepada seua anak atau keterunan perempuan. Dalam hal ini anak perempuan dapat mengatur dan memiliki hak yang saa untuk enggunakan dan mengurus harta kekayaan tersebut. Maka dari itu, penulis dalam artikel ini tertarik untuk membahas bagaimana sistem hukum waris adat di suku Minangkabau dan bagaimana tinjauannya dalam hukum Islam dan sosiologi hukum  

B. Pembahasan

a). Sistem Hukum Kewarisan Adat Minangkabau

Dalam suku adat Minangkabau sistem hukum kewarisaanya berdasarkan sistem kekeluargaan matrilineal seseorang yang memiliki marga mewarisinya dari ibu ataupun neneknya dimana dalam suku adat minangkabau ini orang tersebut hanya mengurus dan menggunakan harta pusaka . harta pusaka yang di gunakan atau di urus ini tidak boleh dijual atau diberikan kepada siapapun melainkan harus dengan persetujuan seua keluarga dala marga tersebut. Orang yang mewarisi harta pusaka ini dapat enggunakan atau menikmati hasil dari harta pusaka ini. Didalam  suku minangkabau ini seorang anak dan istriu boleh mendapatkan bantuan dari suainya atau ayahnya untuk membantu kehidupan dalam berkeluarga. Namun, apabila seorang suami atau ayah ini meninggal maka harta kekayaaannya akan diberikan dan dikembalikan kepada kerabat kerabatnya yang perempuan.[1]

Terdapat dua jenis harta kekayaan dalam sistem hukum waris adat suku minangkabau yakni kekayaan yang tidak memiliki bentuk wiujudnya seperti garis keturunan dan gelar dan juga harta pusaka.

1. Sako, merupakan harta warisan yang nonmaterial atau tidak berwujud yang di wariskan oleh orang yang meninggal kepada anggota keluarga atau kerabatnya. Sako ininjuga diebut sebagai Harta Pusaka Kebesaran Adapun contoh dari harta waris sako ini seperti adat kebiasaan, sopan santun, garis keturunan ibu dan juga gelar

2. Harta pusaka, Harta pusaka ini merupakan salah satu harta warisan yang diberikan  oleh nenek moyang kepada keluarga, kerabat atau juga keturunannya. Harta Pusaka ini memiliki  status yang tinggi dan diakui oleh masyarakat adat suku Minangkabau. Harta pusaka ini di simbolkan dengan tanduak. Tanduak merupakan sebuah simbol bahwa harta warisan tersebut telah di turunkan atau diwariskan kepada keturunannya secara turun temurun.dimana semua keturunan harus menghargai harta pusakaini.  Harta pusaka merupakan warisan Spiritual dimana Harta Pusaka ini dianggap sebagai tradisi suku adat Minangkabau yang harus dijaga dan dihormati.[2] Harta Pusaka ini di golongkan kedala dua jenis, yakni :

  •  Harta Pusaka Tinggi merupakan harta pusaka yang diwariskan dari nenek moyang yang sudah meninggal secara turun temurun kepada keturunannya. Harta pusaka tinggi ini tidak dimiliki oleh perorangan atau pribadi. Naun harta pusaka tinggi ini merupakan harta warisan yang memiliki hak bersama dari setiap anggota keluarga dimana setiap anggota keluarga ini memiliki hak dan kepentingannya sndiri. Hal ini bertujuan agar harta pusaka yang diwariskan dapat bertmabh jumlahnya.
  • Harta pusaka rendah merupakan harta waris yang diturunkan bukan berasal secara turun temurun dari nenek moyang tetapi berasal dari hasil kekayaan yang diapatkan oleh orang tua setelah menikah. Harta yang di wariskan kepada anak atau keturunannya ini biasanya berupa aset. Harta pusaka rendah ini juga dimiliki oleh orang perorangan dimana setiap anggota keluarga mendapatkaan harta warisnya berbeda dengan harta pusaka tinggi yang kepemilikannya bersama. Harta pusaka rendah kepemilikannya dibagikan kepada perorangan tiap anggota keluarga. Harta Pusaka rendah ini sering dsebut juga harta bersaa suami istri atau harta gono gini. Selain itu yang embedakan harta pusaka rendah ini apabila terdapat sengketa waris asyarakat suku minangkabau ini diajukan kepada pengadilan negeri. [3]

b). Sistem Hukum Adat Waris Minangkabau  berdasarkan Hukum Islam.

 Sistem hukum waris islam yang diterapkan di dalam sistem kewarisan adat di suku minangkabau ini diterapkan dalam pembagian waris harta pusaka rendah. Hal in dapat dilihat bahwa dalam pembagian harta waris pusaka ini sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Hal yang sangat menonjol yakni pada pembagian harta waris pusaka rendah ini tidak menggunakan sistem Matrilineal atau pembagian waris secara garis ibu atau pada kerabat Perempuan dan keturunan perempuan. Dimana dalam hal ini  setiap kekayaan yang dimiliki orang tua akan diwariskan kepada anaknya baik itu anak laki laki atau perempuan yang di bagi secara adil baik itu anak laki laki maupun perempuan memiliki hak yang sama terhadap harta peninggalan orang tuanya ini.

Selain itu, pembagian harta waris pusaka rendah ini terdapat syarat bahwa ahli waris yang dapat menerima waris ini mutlak harus beragama islam. Apabila salah satu ahli waris ini berpindah agama maka, dia tidak tercatat sebagai penerima ahli waris sesuai yang tercantum di dalam Kompilasi Hukum Islam yang mana ahli waris ini harus mutlakn beragama islam baik dari pengakuannya, poerbuatannya dan juga identitasnya. Dengan ini maka Sistem hukum Islam juga di terapkan didalam pembagian harta waris di dalam masyarakat suku minangkabau. Dimana sistem harta pusaka rendah ini termasuk kedalam konsep hukum islam yang didaamnya sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam. Meskipun sisterm harta waris pusaka tinggi ini tiodak sesuai dengan hukum islam karna konsepnya sesuai dengan adat suku minangkabau yang menerapkan sistem kekeluargaan Matrilineal.[4].

 c). Aspek Sosiologi dan Antropologi sistem waris adat suku minangkabau. 

Sistem waris adat Minangkabau merupakan salah satu sistem waris adat yang unik dan menarik untuk dipelajari. Sistem ini memiliki karakteristik yang khas, dipengaruhi oleh nilai-nilai sosial, budaya, dan sejarah masyarakat Minangkabau. Berikut adalah penjelasan lengkap mengenai aspek sosiologi dan antropologi dari sistem waris adat Minangkabau:

  • Aspek Sosiologis, Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hubungan sesama manusia untuk menghindari benturan atau percekcokan sesama individu[5]. Dalam sistem kewarisan pun tentunya menggunakan pembelajaran Ilmu Sosiologi yang pastinya terdapat berbagai macam aspek sosiologi di dalamnya. Aspek sosiologi yang terdapat dalam sisten waris adat masyarakat Minangkabau ini terletak pada penerapan sistem kekeluargaan matrilineal dimana sistem kekeluargaan matrilineal ini merupakan sistem kekeluargaan yang menarik garis keturunan langsung dari ibu[6]. Hal ini dapat dilihat dari pembagian harta pusaka tinggi di masyarakat minangkabau yang masih menggunakan sistem kekeluargaan matrilineal. Perempuan di masyarakat suku Minangkabau juga dinilai memiliki peran sosial yang sangat penting. Namun, meskipun kepemilikan harta berada di perempuan. Laki laki berperan penting juga dalam menjaga, dan bertanggungjawab atas harta pusaka tinggi tersebut. Dalam aspek sosiologi juga terdapat peran perempuan yang memiliki peran yang sangat sentral dalam masyarakat Minangkabau. Mereka adalah pewaris utama harta pusaka dan memiliki pengaruh yang besar dalam pengambilan keputusan keluarga, selain itu Sistem kekerabatan matrilineal menciptakan ikatan solidaritas yang kuat antar anggota kaum. Harta pusaka menjadi perekat hubungan sosial dan menjaga kelangsungan hidup kaum. Sistem waris adat Minangkabau juga menciptakan stratifikasi sosial berdasarkan garis keturunan dan kepemilikan harta. Namun, stratifikasi ini bersifat terbuka, artinya seseorang dapat meningkatkan status sosialnya melalui pendidikan dan prestasi. Dan juga dalam penerapan Sistem waris adat Minangkabau terus beradaptasi dengan perubahan zaman. Meskipun masih ada yang mempertahankan tradisi sepenuhnya, namun banyak juga yang melakukan modifikasi untuk menyesuaikan dengan tuntutan modern.
  • Aspek Antropologi, Antropologi merupakan ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk memahami umat manusia dengan mempelajari beraneka warna bentuk fisik, masyarakat dan kebudayaannya[7]. Dalam sistem kewarisan pun tentunya menggunakan pembelajaran Ilmu Antropologi yang pastinya terdapat berbagai macam aspek antropologi di dalamnya agar nantinya sistem waris yang diterapkan tidak bertentangan dengan adat dan budya masyarakat. Aspek Antropologi yang dimiliki dalam sistem waris adat minangkabau yang mana nilai nilai budaya di masyarakat minangkabau sangat kental termasuk menjaga tradisi dalam pembagian harta pusaka tinggi dan juga adanya transformasi sistem hukum waris di dalam masyarakat suku Minangkabau. Hal ini dapat dilihat dengan adanya penerapan sistem kewarisan hukum Islam dalam pembagian harta waris pusaka rendah. Pembagian harta waris pusaka rendah ini menjadi bukti adanya transformasi sistem hukum adat di masyarakat minangkabau seiring berkembangnya zaman. Dalam Aspek Antropologi Sistem waris adat Minangkabau juga mencerminkan nilai-nilai budaya masyarakat Minangkabau, seperti gotong royong, musyawarah, dan penghormatan terhadap leluhur, selain itu juga Sistem waris adat memiliki fungsi sosial yang penting, yaitu menjaga kelangsungan hidup kaum, menjamin kesejahteraan anggota keluarga, dan memelihara hubungan sosial antar anggota masyarakat. Dalam penerapan sistem waris matrilineal yang dilakukan oleh masyarakat minangkabau juga menganggap bahwa harta pusaka tidak hanya memiliki nilai ekonomi, tetapi juga nilai simbolik. Harta pusaka menjadi simbol identitas, status sosial, dan hubungan kekerabatan.

KESIMPULAN :

Dapat disimpulkan bahwa sistem hukum waris adat juga digunakan di Indonesia salah satunya suku adat minangkabau yang mana dalam hal ini suku adat minangkabau menerapkan sistem kekeluargaan matrilineal dalam sistem hukum waris atau pembagian warisnya ini berdasarkan pada garis keturunan ibu atau garis keturunan perempuan. Pembagian harta warisan di masyarakat suku minangkabau juga mewariskan harta kekayaan yang tidak berbentuk seperti gelar atau yang disebut sako dan juga harta kekayaan pusaka. Harta kekayaan pusaka ini terbagi menjadi dua yakni harta pusaka tinggi yang mana dalam pembagiannya sesuai dengan sistme matrilineal atau hanya kerabat perempuan dan harta pusaka tinggi ini sifatnya turun  temurun dari nenek moyang yang dimiliki bersama bukan perorangan dan harus dijaga dan di hormati dan harta kekayaan pusaka rendah yang mana pembagiannya ini sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam dan salah satu syaratnya juga harus beragama islam. Dalam hal ini pembagian warisnya tidak menggunakan sistem Matrilineal. Aspek sosiologi dalam sistem waris minangkabau ini, Meskipun sistem ini matrilineal, peran laki-laki tetap penting. Laki-laki bertanggung jawab atas pengelolaan harta pusaka, namun hak kepemilikan tetap berada pada perempuan. Selain itu, aspek antropologi yang mana Sistem waris adat Minangkabau mencerminkan nilai-nilai budaya yang mendalam, dengan adanya perubahan zaman, sistem waris adat Minangkabau juga mengalami transformasi. Yakni dengan adanya penerapan pembagian waris sesuai KHI didalam pembagian harta pusaka rendah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun