"Kalau bukan dirimu, yah siapapun tidak akan pernah memiliku" apa kamu masih ingat seuntai kalimat yang kala itu benar-benar membuatku yakin bahwa tidak ada lagi yang aku butuhkan selain dirimu? Ah, terdengar sedikit naif namun dipikiranku saat itu hanyalah KITA yang sama-sama saling membutuhkan.Â
Setelah hari-hari perpisahan berjalan, semua kenangan rasanya mendesak untuk disuarakan. Memberi kebisingan yang teramat, dalam ruang kepala yang berdiameter hanya seberapa,namun egonya terlampau mengangkasa.
Pada jam 02.35 dini hari, aku terbangun dalam keheningan malam. Dengan kondisi jendela yang masih terbuka, membiarkan angin malam menamparku sesukanya.Â
Namun, detik itu aku menikmatinya, bukan karena angin yang sesukanya berlalu-lalang, namun karena hamparan bintang yang berkedip indah membuatku sekejap membalasnya dengan senyuman paling indah yang aku miliki. Aku menyukai benda kecil bersinar itu.
Tangan kananku meraih ponsel yang letaknya tidak jauh, iseng membuka whatsapp. Aku melihat story-mu. Melihat dirimu yang bukan lagi dirimu yang pernak aku kenal, kita terasa begitu asing.Â
Dulu aku pernah berkata bahwa aku akan menyukai apapun yang kamu sukai. Namun sekarang, rasanya aku mengerahkan segala keikhlasanku, mengucapkan kalimat bodoh bahwa aku akan tetap menyukainya. Tidak lagi, aku membenci kebodohan ini.
Kamu tahu rasanya seperti apa? Ah, aku rasa kamu tidak akan pernah paham berada di tempat ini. Segudang emosi yang entah apa dan bagaimana wujudnya, terus-menerus memaksa untuk dikendalikan.Â
Semakin aku mempertaruhkan harapku pada Tuhan, semakin aku terluka dengan harapku sendiri. sebuah asa bahwa hanya dirimu yang ku inginkan menjadi KITA suatu saat nanti.Â
Namun segala realita yang ada mematahkan perlahan ekspektasi yang kubangun dengan harapan tinggi. Ini salahku, berharap lebih padamu. Pada manusia sepertimu.
Ingin rasanya menatap matamu saat ini, menanyakan sebuah pertanyaan yang telah membuatku setengah gila memikirkannya. Apa perpisahan sementara ini membuatmu begitu cepatnya melupa? It's okay, ini salahku, memutuskan segalanya saat kita masih saling membutuhkan.Â
Apa Aku boleh jujur? Di malam yang begitu sendu, namun tidak dengan perasaan juga pikiran yang sedang berkecamuk, aku berkata bahwa aku ingin pergi. Aku tidak jua menyalahkanmu yang tanpa perlu ruang dan waktu yang lebih kamupun meng-iyakan.Â