Pengertian Pembiayaan Pendidikan
Pengertian biaya secara sederhana adalah sejumlah nilai uang yang dibelanjakan atau jasa pelayanan yang diserahkan pada siswa (Mulyono, 2010). Biaya adalah keseluruhan pengeluaran baik yang bersifat uang maupun bukan uang (Matin, 2014). Dari kedua pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa biaya adalah jumlah uang atau jasa yang disediakan dan digunakan atau dibelanjakan untuk melaksanakan berbagai fungsi atau kegiatan guna mencapai suatu tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditentukan. Biaya pendidikan merupakan salah satu komponen masukan instrumental yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan dan dalam setiap upaya pencapaian pendidikan, baik tujuan-tujuan yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Hampir tidak ada upaya pendidikan yang mengabaikan peranan biaya, sehingga dapat dikatakan bahwa tanpa biaya proses pendidikan tidak akan berjalan (Dedi Suprayadi, 2006).
Pembiayaan pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai ongkos yang harus tersedia dan diperlukan dalam menyelenggarakan pendidikan dalam rangka mencapai visi, misi, tujuan, sasaran, dan strategisnya. Pembiayaan  pendidikan tersebut diperlukan untuk pengadaan gedung, infrastruktur dan peralatan belajar mengajar, gaji guru, gaji karyawan dan sebagainya. Jadi dapat diartikan bahwa pembiayaan pendidikan Islam adalah aktivitas yang berkenaan dengan perolehan dana yang diterima dan bagaimana cara penggunaan dana untuk kemaslahatan sekolah agar tujuan pendidikan yang sudah ditetapkan bisa berjalan dengan efektif dan efisien. Menurut pendapat Mujamil Qomar, beliau menyatakan bahwa pengertian pembiayaan pendidikan Islam adalah menggali dana secara kreatif dan maksimal, menggunakan secara jujur dan terbuka, mengembangkan dana secara produktif, dan mempertanggungjawabkan dana secara objektif. Pembiayaan pendidikan terjadi seiring dengan terjadinya pergeseran dari kegiatan belajar mengajar yang semula dilakukan secara individual dalam situasi ilmu pengetahuan yang belum berkembang, menjadi kegiatan belajar mengajar yang dilakukan secara khusus dan profesional dalam situasi ilmu pengetahuan yang sudah mulai berkembang. Dalam situasi ini pendidikan memerlukan tempat yang khusus, sarana prasarana, infrastruktur, guru dan lainnya yang secara khusus diadakan untuk kegiatan belajar dan mengajar. Pembiayaan pendidikan merupakan kunci sukses penyelenggaraan pendidikan yang pada gilirannya akan memiliki dampak terhadap negara atau daerah otonom tertentu.
Sejarah Pembiayaan Pendidikan dalam Islam
Dalam Islam, pembiayaan pendidikan baik menyangkut gaji para guru/dosen, maupun menyangkut infrastruktur serta sarana dan prasarana pendidikan untuk seluruh tingkatan sepenuhnya merupakan tanggung jawab negara. Karena negara berkewajiban menjamin tiga kebutuhan pokok masyarakat, yaitu pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Ijma' sahabat juga telah menunjukkan kewajiban negara menjamin pembiayaan pendidikan. Khalifah Umar dan Utsman memberikan gaji kepada guru, Â muadzin, dan imam sholat jama'ah. Khalifah Umar memberikan gaji tersebut dari pendapatan negara (Baitul Mal) yang berasal dari jizyah, kharaj (pajak tanah), dan usyur (pungutan atas harta non muslim yang melintasi tapal batas negara).
Sejarah Islam pun telah mencatat kebijakan para khalifah yang menyediakan pendidikan gratis bagi rakyatnya. Sejak abad IV H, para khalifah membangun berbagai perguruan tinggi dan berusaha melengkapinya dengan berbagai sarana dan prasarananya seperti perpustakaan. Namun perlu dicatat, meski pembiayaan pendidikan adalah tanggung jawab negara, Islam tidak melarang inisiatif rakyatnya (khususnya mereka yang kaya) untuk berperan serta dalam pendidikan. Melalui wakaf yang disyariatkan, sejarah mencatat banyak orang kaya yang membangun sekolah dan universitas. Hampir di setiap kota besar seperti Damaskus, Baghdad, Kairo, Asfahan, dan lain-lain, terdapat lembaga pendidikan dan perpustakaan yang berasal dari wakaf. Terdapat dua sumber pendapatan Baitul Mal yang dapat digunakan untuk membiayai pendidikan, yaitu:
- Pos fai' dan kharaj yang merupakan kepemilikan negara, seperti ghanimah, khumus (seperlima harta rampasan perang), jizyah, dan dharibah (pajak)
- Pos kepemilikan umum, seperti tambang minyak dan gas, hutan, laut, dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan). Sedangkan pendapatan dari pos zakat tidak dapat digunakan untuk pembiayaan pendidikan, karena zakat mempunyai peruntukannya sendiri, yaitu delapan golongan mustahik zakat.
Jika dua sumber pendapatan itu ternyata tidak mencukupi atau terjadi penundaan pembiayaan, maka negara wajib mencukupinya dengan berhutang. Kemudian hutang ini akan dilunasi oleh negara dengan dana dari pajak yang dipungut dari kaum muslimin. Biaya pendidikan dari Baitul Mal itu secara garis besar dibelanjakan untuk dua kepentingan. Pertama, untuk membayar gaji segala pihak yang terkait dengan pelayanan pendidikan, seperti guru, dosen, karyawan, dan lain-lain. Kedua, untuk membiayai segala macam sarana dan prasarana pendidikan, seperti bangunan sekolah, asrama, perpustakaan, buku-buku pegangan, dan sebagainya.
Permasalahan Pembiayaan Pendidikan Islam di Indonesia
Pada umumnya, masalah yang dihadapi madrasah atau sekolah Islam lainnya adalah persoalan pembiayaan  pendidikan. Apabila dilihat dari aspek penyebabnya, hasil penelitian Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan tahun 2006 tentang pembiayaan pendidikan di madrasah menyebutkan bahwa kesulitan yang dihadapi madrasah dalam pengelolaan pembiayaan pendidikan ternyata berawal dari persoalan penggalian dana itu sendiri, hal ini disebabkan keterbatasan sumber dana yang dapat digali. Dana utama operasional madrasah rata- rata diperoleh dari iuran SPP siswa yang tidak besar karena madrasah sendiri harus menetapkan besaran biaya SPP yang sesuai dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat di mana ia berada. Selain itu, masalah yang muncul adalah keterbatasan pengetahuan mengenai sirkulasi dan pengaturan mengenai anggaran dalam pembiayaan, yang menyebabkan ketiadaan analisis yang panjang mengenai bagaimana, mengapa, dan seperti apa pembiayaan yang dilakukan. Rendahnya daya dukung masyarakat juga menjadi masalah dalam pembiayaan pendidikan. Hal ini terjadi karena masyarakat tidak dilibatkan langsung dalam proses penganggaran, sehingga tingkat perhatian mereka terhadap lembaga sangat rendah.
Solusi Perbaikan Pengelolaan Pembiayaan Pendidikan Islam
Untuk menyelesaikan masalah pembiayaan pendidikan yang ada, maka diperlukan langkah-langkah strategis dalam pemecahannya. Pertama, melibatkan seluruh komponen lembaga pendidikan yang ada kaitannya dengan proses penyusunan pembiayaan pendidikan. Hal ini dilakukan sebagai wujud asas keterbukaan, kebersamaan, serta bertanggung jawab atas amanah kelembagaan yang harus dipikul bersama. Kedua, terkait dengan penempatan alokasi dana, pihak di dalamnya diupayakan mampu menyusun dan mengelola dengan baik. Ketiga, kepala sekolah diharapkan mempunyai keterampilan kewirausahaan dan kemmapuan manajerial serta kesupervisian. Keempat, melibatkan masyarakat dalam penganggaran pembiayaan pendidikan melalui rapat rutin. Dan yang kelima, memegang teguh prinsip keadilan amanah, kejujuran, musyawarah, dan sebagainya. Dengan demikian, akan terbentuk suatu lembaga pendidikan Islam yang baik, khususnya dalam persoalan pembiayaan.