Mohon tunggu...
Fauziah Arroyani
Fauziah Arroyani Mohon Tunggu... Mahasiswa - PPG Prajabatan 2022

a continuous learner

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Refleksi Dunia Pendidikan

29 Desember 2022   08:00 Diperbarui: 10 Januari 2023   10:03 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: SMAN 3 Kota Jambi

Sekolah Menengah Atas atau SMA merupakan jenjang akhir bagi generasi muda yang menempu pendidikan di sekolah sebelum melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Pada masa ini, para peserta didik mulai tumbuh menjadi remaja. Remaja memiliki arti bahwa bukan hanya fisik yang tumbuh, tetapi juga struktur organ dan bagaimana cara mereka untuk menganalisis sesuatu. Kemampuan belajar yang meningkat serta bagaimana anak bisa mengingat sesuatu lebih dalam dengan otak mereka menjadikan cara berpikir mereka juga berbeda dari sebelumnya saat menginjak masa anak-anak.

Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi dua bagian, yaitu masa remaja awal (11/12-16/17 tahun) dan remaja akhir (16/17-18 tahun). Saat masa remaja akhir, anak-anak akan mencapai perpindahan masa dari yang sebelumnya anak-anak menjadi dewasa. Umumnya, para siswa SMA mencari minat serta bakat yang dimiliki saat menginjak remaja. Oleh sebab itu, mereka seringkali lebih memilih untuk mengeksplor diri pada tahun pertama atau kelas 10 sebelum berfokus pada ujian seleksi masuk perguruan tinggi yang akan dilaksanakan pada tahun ketiga mereka bersekolah. Namun, tidak jarang anak bisa terjerumus pada lubang kenakalan akibat pengaruh dari lingkungan pertemanan mereka atau hilangnya adab dan sopan santun yang ada. Hal itu lantaran mereka banyak mencontoh beberapa tayangan yang diserap langsung tanpa melalui filter. Hal inilah yang menjadi sebuah keprihatinan yang melanda anak-anak remaja di generasi sekarang, karena mereka terlalu terlena dengan masa-masa remaja. Mereka tidak memikirkan apa akibat yang akan ditimbulkan sewaktu mereka dewasa nanti jika melakukan kenakalan seperti hal-hal yang sudah disebutkan di atas.

Perilaku kenakalan remaja bisa disebabkan oleh beberapa faktor internal dan eksternal. Faktor yang timbul dari dalam diri atau internal bisa berupa krisis identitas. Remaja sering kali mempertanyakan dan mencari jati diri sendiri disebabkan masa-masa remaja sering digunakan untuk mencari tujuan serta passion yang mereka punya. Jika pencarian jati diri ini gagal, mereka akan cenderung melakukan hal yang menyimpang. Selain itu, adanya kontrol diri yang lemah. Mereka tidak mampu mengendalikan diri untuk menghindari perilaku menyimpang, karena minimnya pengetahuan akan dampak yang ditimbulkan setelah melakukan hal tersebut.

Sementara itu, faktor dari luar atau eksternal bisa berupa kurangnya perhatian serta kasih sayang dari orang tua mereka. Hal ini yang akan memicu para remaja yang membutuhkan kasih sayang kemudian mencari alternatif lain seperti mencari perhatian atau pelampiasan dengan melakukan kenakalan. Ditambah, mereka kurang teguh memegang agama yang dianutnya. Jika remaja mendapatkan pemahaman tentang agama yang baik, biasanya mereka bisa lebih mengontrol diri mereka sendiri dari kenakalan. Selain itu, pengaruh dari lingkungan dan aktivitas media sosial yang tidak sehat juga merupakan faktor yang memengaruhi kenakalan dalam remaja.

Namun, tidak jarang juga beberapa anak mulai mengikuti kepanitian-kepanitiaan yang belum pernah dicoba saat menempuh Sekolah Menengah Pertama atau SMP. Mereka beranggapan bahwa masa SMA merupakan masa untuk mencoba serta mengembangkan soft skill dalam bidang keorganisasian. Hal itu tentu sangat baik untuk dilakukan, tetapi para peserta didik belum terlalu bisa membagi waktu antara sekolah dan kepanitiaan. Hal ini membuat beberapa diantara mereka mengalami penurunan nilai yang drastis atau nilai mereka menjadi stagnan selama beberapa semester ke depan. Padahal, nilai rapor merupakan salah satu penilaian penting yang akan digunakan untuk masuk ke Perguruan Tinggi Negeri jika mereka ingin mendaftar pada jalur SNMPTN. Jika tidak dipilah dengan bijak, dikhawatirkan siswa SMA akan mengesampingkan pendidikannya karena hanya berfokus pada masalah non-akademik.

Saat mengikuti kegiatan non-akademik, para siswa SMA akan terbantu untuk menentukan seperti apa gaya berpikir mereka, apakah mereka mampu dan berani untuk menuangkan inovasi dalam kegiatan tersebut, atau apakah mereka mulai membuka diri dan mendapat keberanian untuk berbicara di lingkup publik. Hal inilah yang akan menjadi dasar soft skill yang para siswa inginkan untuk bisa digunakan saat di dunia perkuliahan serta kerja nanti. Oleh sebab itu, peran guru, orang tua dan juga motivasi menjadi penting di sini.

Adanya dukungan dari guru yang mengajari mereka cara membagi waktu akan sangat berguna bagi pengembangan akademis maupun karakter siswa. Siswa akan merasa hal-hal yang berada di luar lingkup akademik seperti ekstra kulikuler atau kepanitiaan serta organisasi yang mereka ikuti juga memiliki manfaatnya sendiri ketimbang guru yang merasa bahwa mengikuti hal tersebut tidak memberikan manfaat sama sekali untuk ke depannya.

Selain itu, dukungan dari orang tua juga begitu penting bagi psikis anak. Banyak siswa SMA yang merasa frustrasi jika lingkup keluarganya selalu membebani untuk terus belajar setiap saat. Padahal, semasa SMA patutnya dibagi secara seimbang antara pengembangan diri dan juga akademik. Maka dari itu, tidak jarang beberapa siswa yang mengalami penurunan nilai dan merasa frustrasi untuk mengikuti pembelajaran yang ada di sekolah karena minimnya waktu bermain yang bisa mereka nikmati. Orang tua yang terlalu mengekang anaknya juga akan menumbuhkan sikap yang menyimpang dari apa yang diharapkan. Terlebih jika mereka menginjak remaja yang mana anak-anak remaja di SMA mulai memiliki pemikirannya sendiri yang terkadang berbeda jauh dari orang tua. Peran orang tua di sini adalah mengarahkan anaknya untuk selalu memperhatikan porsi yang harusnya mereka ambil antara kegiatan non-akademik dan kegiatan akademik.

Setelah siswa SMA mendapat dukungan dari orang tua serta guru, mereka juga perlu mendapatkan motivasi mendalam dalam diri mereka. Dengan adanya motivasi itu sendiri, siswa SMA akan lebih mudah untuk mengatur segala aktivitas yang akan mereka lakukan sehingga tujuan dari apa yang mereka inginkan akan tercapai. Hal ini juga berguna pada saat pembelajaran, para siswa akan lebih aktif di kelas karena adanya motivasi dalam diri mereka untuk mendapatkan nilai yang tinggi serta memuaskan. Motivasi seolah-olah menjadi landasan para siswa sehingga proses pembelajaran yang diikuti bisa berjalan dengan maksimal. Hasil belajar ini yang akan menentukan apakah siswa tersebut telah masuk dalam kategori berkompetensi seperti yang diharapkan oleh guru. Nilai yang didapatkan juga menjadi acuan apakah siswa tersebut layak untuk naik ke jenjang berikutnya.  

Oleh sebab itu, pemahaman cara berpikir anak perlu diperdalam oleh para tenaga pengajar sehingga kita bisa menyelaraskan gaya belajar pada para siswa-siswa SMA sehingga mereka mau untuk mengikuti pembelajaran yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun