Tengah malam yang sunyi, pada saat setiap jiwa asyik bercengkrama dengan mimpi-mimpinya. Suara deruman keras seperti akan merobohkan bumi yang sangat kokoh ini. Suara gemuruh yang membuyarkan mimpi indah sekalipun. Putroe terhenyak dari tidurnya. Mata langsung terbuka lebar tanpa harus dikucek – kucek seperti biasa. Seketika Putroe termenung dengan bibir putih seperti mayat. Beribu pertanyaan silih berganti keluar disetiap hembusan nafasnya. Hanya satu pertanyaan yang bisa di ingat. Apakah ini bunyi sangkakala yang memekakkan telinga, pertanda dunia akan musnah untuk menuju hari keabadian? Di tatapnya lagi mereka yang ada di hadapannya, memeluk erat tubuh mungil adiknya. Semuanya dalam keheningan di tengah gemuruh yang menakutkan itu.
Setelah beberapa saat gemuruh itupun menghilang seolah ditelan bumi sampai keperutnya. Tapi gemuruh dihati Putroe sangat enggan untuk pergi. Keresahan sepanjang malam, takut malaikat maut datang mencabut paksa nyawanya dan takut tidak bisa menikmati matahari pagi yang indah dan selalu siap menyapa dengan senyum ketulusan.
Keresahan berakhir pagi telah datang menjelang, sinar matahari menyibak gumpalan awan tebal. Seolah berteriak aku datang!! Semangat pagi yang tidak ada tandingan. Informasi yang ditayangkan di TV memberitakan bahwa tanah kelahiran Putroe Aceh Tanah Rencong telah menjadi daerah operasi militer. Degup jantung semakin kencang memompa darah ke otak, Putroe yang sangat tak paham apa sebenarnya yang terjadi ikut merasakan aura keresahan yang timbul.
Gemuruh semalam ternyata tangisan puluhan mobil tank yang memasuki daerah tujuan. Seolah tank-tank itu meraung karena dipaksa si supir yang mengendalikan mereka keluar dari arena peristirahatannya. Atau mugkin mereka trauma tuk mencium anyirnya darah yang pernah mereka cium sebelumnya.
Beberapa hari kemudian, markas – markas dengan dominasi loreng berdiri dilahan kosong dekat perumamahan penduduk. Setiap berpapasan dengan mereka seolah menggigil sampai ke tulang. Wajah bengis tanpa seulas senyum. Masyarakat diskitar juga sedikit terusik dengan kehadiran mereka. Masyarakat merasakan keresahan karena terkurung di kamar sendiri yang seharusnya menjadi tempat untuk melepaskan lelah. Kemanapun merak pergi seolah ada yang membuntuti. Seminggu kemudian suasana sudah lebih mencair. Beberapa dari mereka bertegur sapa dengan siapa saja yang lewat dengan lemparan seulas senyum.
Beberapa minggu telah terlewati kini masyarakat kembali hidup seperti biasa. Mereka juga sudah menjadi akrab dengan warga di sekitar. Bercerita, bersenda gurau dan selalu ikut serta dalam setiap kegiatan kemasyarakatan. Kini sudah sering adanya gotong-royong massal dengan penuh keakraban. Ada juga sebagian dari mereka yang rajin sholat jamaah di mesjid. Ini salah satu cara yang sangat ampuh untuk mendekati masyarakat tanah Rencong yang agamis, pendekatan yang licik, dan berimbang.
Suatu pagi yang cerah, saat penduduk berangkat ke sawah sebagai mata pencaharian utama di desa, tepat pukul 09:00 pagi peluru menghujani perkampungan Putroe yang permai. Suara tembakan terdengar silih berganti. Senyap, sepi, burungpun enggan terbang meninggalkan sarangnya. Angin pagi tidak lagi meniupkan kesegaran tapi suasana yang sangat mencekam.
Barisan hijau dengan senjata lengkap mengamankan semua warga yang terjebak di tengah hujan peluru yang biadab itu. Satu episode telah berakhir, perang yang belum pernah Putroe lihat sebelumnya kini hadir di depan matanya antara sadar dan tidak seperti mimpi saja. Itu yang dirasakan saat itu. Manyat bergelimpangan di tengah jalan berlumuran darah. Kini tangisan anak kecil terdengar begitu gaduh. Kampung Putroe dalam duka.Putroe sudah tak peduli lagi berapa lama serdadu sudah berada di kampungnya. Perawakan tinggi tegap dengan wajah bersih yang menyejukkan yang dikenal bernama Yuda. Sekilas Yuda sama sekali tidak Nampak seperti sosok seorang pengaman. Wajarlah karena sebenarnya dia adalah seorang dokter yang memilih jadi tentara dengan alasan negara sangat membutuhkannya. Menurutnya, saat itu daerah-daerah di Nusantara dalam kondisi yang tidak aman. Itu sebabnya yang turun ke daerah umumnya berstatus militer, walau pun untuk jabatan sipil. Sungguh suatu niat yang sangat mulia. Cahaya ini benar-benar terpancar dari wajahnya.
Seorang pria yang pemalu tapi sangat ramah pada semua orang. Tak heran jika masyarakat sangat akrab dengannya. Selalu menyambut setiap pasiennya yang berobat dengan senyum. Hal ini yang membuat pasiennya jadi lebih cepat sembuh begitu komentar orang kampung Putroe.
Dengan karakter pemalunya Yuda hanya berani curi pandang dengan gadis tanggung yang selalu suka mengoceh di sampingnya. Gadis manis yang sangat ingin belajar banyak hal, tidak pernah pacaran seperti teman-teman sebayanya itu salah satu alasan untuk menjaga diri katanya. Tidak pernah ada pemuda yang berani mengganggunya karena takluk dengan jiwa kharismatik yang di sandang Putroe. Yuda sudah jatuh terlalu dalam bahkan hanyut dengan cintanya kepada Putroe. Hanya Putroe saja yang tidak mengerti apa-apa, benar-benar gadis cuek dan lugu.
Saat Yuda memutuskan meminang Putroe dan ternyata dia menerimanya. Inilah yang namanya jodoh, semua berjalan lancar tidak ada hambatan yang berarti. Dua bulan akan datang keluarga Yuda akan datang ke Aceh untuk meresmikan hubungan mereka.
Sepertiga malam menjelang fajar, ada operasi dadakan yang mengikut sertakan Yuda yang biasanya hanya tugas di pos kesehatan. Fajar hampir datang tapi malam belum beranjak, kemanapun mata memandang yang nampak hanyalah remang-remang. Ada target yang harus di bereskan malam itu. Seorang bapak paruh baya yang telah di indikasikan sebagai GPK (gerakan pengacau keamanan) sedang terlelap di meunasah. Ketika target telah terkunci tiba-tiba seorang warga datang bersiap-siap untuk menyambut subuh di meunasah dan memasuki wilayah target. Komandan memberikan aba-aba kepada Yuda yang berada tepat diposisi target untuk menembak.