Mohon tunggu...
fauziah
fauziah Mohon Tunggu... Lainnya - penulis segala hal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

teruslah menulis, agar menjadi sejarah di kemudian hari

Selanjutnya

Tutup

Nature

Bencana Kabut Asap Terus Berulang, Perlu Solusi Tuntas

7 September 2023   07:47 Diperbarui: 7 September 2023   07:53 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak pertengahan Juni 2023  sampai sekarang kabut asap di pagi hari masih terus menyelimuti Kota Banjarbaru, khususnya kecamatan Landasan Ulin, Liang Anggang dan Cempaka. Dampak pasti yang muncul adalah memburuknya kualitas udara, yang berefek pada meningkatnya penyakit ISPA baik berupa asma, flu dan batuk pada Masyarakat Banjarbaru. 

Data dari DLH Kota Banjarbaru  menunjukkan Indeksi Standar Pemcemaran Udara (ISPU) Kota Banjarbaru berada paa level sedang dengan parameter Hidrokarbon diangka 70. Demikian pula dari Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru, selama bulan  Juli 2023 terdapat 2.603 kasus ISPA, yang kebanyakan pasiennya adalah anak-anak  dan orang tua.

Pemko Banjarbaru memang tidak tinggal diam, masing-masing SKPD bekerja sesuai dengan tupoksinya dalam mengendalikan bencana kabut asap ini, seperti  Dinas Kesehatan melalui puskesmas menghimbau Masyarakat untuk menggunakan masker, mengurangi aktivitas keluar rumah pada pagi hari, dan memperbanyak asupan cairan.   Dinas Lingkungan Hidup yang rutin memantau kondisi udara, yang lebih sibuk adalah BPBD , hampir tiap hari menurunkan pasukannya untuk menangani langsung bila terjadi kabakaran lahan. Sebagian sekolah di Banjarbaru juga melonggakan waktu masuk sekolah hingga jam 08.00 wita.  Bahkan di level Provinsi Kalsel telah dilaksanakan Rakor khusus membahas kendala penanganan bencana kabut asap di Kalsel.

Bila kita perhatikan upaya yang dilakukan cenderung lebih banyak bersifat kuratif, meskipun ada yang bersifat preventif, namun hanya dalam bentuk himbauan semata. Pertanyaannya mengapa bencana kabut asap ini terus berulang ?

Tak mungkin ada asap kalau tidak ada api. Maka aktivitas pembakaran hutan dan lahan menjadi penyebab utama bencana kabut asap.  Ditambah kondisi musim kemarau yang menjadikan hutan dan lahan mengering, sedikit saja percikan api akan menyebabkan kebakaran hutan dan lahan yang luas.  Berdasarkan informasi Polres Banjarbaru pelaku pembakaran lahan ada  yang individual dengan motivasi ingin membersihkan tanah kavling nya , namun karena tidak dijaga merembet ke lahan yang lain  dan meluas. Selain itu ada juga perusahaan yang membuka lahan dengan melakukan pembakaran lahan hampir 30 hektar, kasusnya langsung ditindaklanjuti oleh Polda Kalsel.

Tentu pilihan membersihkan lahan dengan membakar lebih murah, karena hanya perlu sebatang korek api untuk lahan yang kering dimusim kemarau ini. Dibandingkan dengan membersihkan lahan secara mekanis, upah buruh harian sudah 100 rb an lebih/hari , atau bila menggunakan alat berat tentu biaya operator, BBM dan sewanya juga jauh lebih mahal.

Prinsip ekonomi pun bermain, modal yang terkecil itulah yang dipilih, apapun akibatnya tak jadi soal, yang penting lahan bersih dengan biaya murah. Kalaupun ada ancaman hukuman penjara, namun tidak juga memberikan efek jera. Kembali lagi terjadi kebakaran hutan dan lahan bila musim kemarau tiba.

Disini lah upaya preventif yang tidak hanya berbentuk himbauan harusnya dilakukan.  Ketika musim kemarau tiba, dan masuk daur untuk mempersiapkan lahan , maka harusnya pemerintah menyediakan alat berat berupa tractor, berikut BBM dan operator nya yang gratis untuk masyarakat.    Untuk perusahaan tentu mereka seharusnya dapat menganggarkan biaya persiapan lahan tanpa bakar . 

Namun akankah itu terwujud dalam sistem kapitalisme saat ini, dimana penguasa posisinya bukan sebagai periayah, namun hanya sebagai regulator semata. Lebih-lebih pemerintah memang kesulitan anggaran keuangannya karena keterbatasan APBN.

Kepemilikan umum yang saat ini dimiliki oleh individu membuat pemasukan negara hanya terbatas pada royalty yang sangat kecil, dan justru mengandalkan pajak.  Alih-alih membantu rakyat agar dapat menyiapkan lahan tanpa bakar, justru rakyat dibebani dengan pencabutan subsidi dan beban ekonomi yang semakin berat dampak diterapkannya sistem kapitalisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun