Era digital telah membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan, khususnya dalam pengelolaan pemerintahan. Pemerintah di berbagai negara memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.Â
Namun transformasi digital juga menimbulkan tantangan baru dalam hal pengendalian pemerintah. Ancaman kejahatan dunia maya merupakan salah satu tantangan utama yang dihadapi pemerintah dalam menjalankan fungsi kepolisiannya.Â
Penjahat dunia maya dapat mengeksploitasi berbagai kerentanan keamanan pada sistem TI pemerintah untuk melakukan tindakan berbahaya seperti pencurian data. Peretas dapat mencuri data sensitif, seperti data pribadi warga negara, informasi keuangan, dan dokumen rahasia pemerintah.
Data yang dicuri ini bisa digunakan untuk berbagai tujuan kriminal, seperti pencurian identitas, pemerasan, atau bahkan mengganggu stabilitas negara. Penjahat dunia maya ini juga dapat meretas dan menyerang sistem TI pemerintah untuk melumpuhkan layanan publik, seperti layanan online. sistem administrasi, dll. infrastruktur penting lainnya.Â
Gangguan sistem ini dapat menyebabkan kerugian finansial dan mengganggu aktivitas masyarakat. Indonesia menduduki peringkat kedua dunia untuk kejahatan dunia maya setelah Ukraina (Kominfo, 2015).Â
Cybercrime merupakan jenis kejahatan baru yang melibatkan teknologi komputer dalam pelaksanaannya Kejahatan dunia maya di Indonesia meliputi pembajakan perangkat lunak, terorisme dunia maya, penipuan (termasuk penipuan berbasis dunia maya dan pelanggaran hokum transaksi elektronik), peretasan, manipulasi data, web phishing, dan serangan dunia maya terhadap sistem keamanan digital (Saragih & Siahaan, 2016).Â
Penipuan saat ini merupakan  kejahatan yang paling banyak terjadi di Indonesia. Boomingnya e-commerce telah berkontribusi pada peningkatan  penipuan. Saat menangani dan memantau kejahatan dunia maya, pemerintah harus menciptakan perlindungan tambahan seperti perlindungan data dan jaringan. Oleh karena itu, keamanan siber memainkan peran protektif.
Elemen kunci keamanan siber seperti kebijakan keamanan dokumen adalah informasi standar dalam bentuk. Dokumen dikonversi dalam  semua proses yang berkaitan dengan perlindungan informasi, infrastruktur informasi, khususnya perantara yang menjamin kelangsungan proses eksploitasi informasi, termasuk perangkat keras dan perangkat lunak. Ini termasuk router, switch, server, sistem operasi, database dan situs web, penilaian keamanan jaringan, yaitu komponen keamanan jaringan yang berfungsi untuk menjalankan proses kontrol dan Memberikan tindakan untuk tingkat keamanan informasi.Â
Pemerintah juga memiliki kebijakan tentang Siber Crime yang tercantum dalam undang undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016, merupakan regulasi utama yang mengatur tentang cybercrime di Indonesia.
Era digital telah membawa transformasi signifikan dalam pengelolaan pemerintahan dengan memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi. Namun, tantangan keamanan seperti kejahatan dunia maya memerlukan langkah-langkah perlindungan tambahan. Indonesia, dengan regulasi seperti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, harus fokus pada keamanan siber dengan kebijakan yang komprehensif untuk melindungi data dan infrastruktur TI pemerintah dari serangan cybercrime.
Referensi