Mohon tunggu...
Fauzi Adi Fahrizal
Fauzi Adi Fahrizal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Penulis

Penulis dan penggiat sejarah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Tradisi Metri sebagai Bentuk Perayaan Atas Hari Kelahiran dalam Penanggalan Weton di Wilayah Blitar

7 Maret 2023   18:34 Diperbarui: 7 Maret 2023   20:02 6069
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar persiapan makan bersama pada acara slametan Sumber: Adi, 2021 

Ulang tahun atau hari kelahiran seseorang adalah hari yang sangat spesial bagi sebagian orang. Pasalnya pada hari istimewa tersebut seseorang akan bertambah usia semakin menjadi dewasa.

 Hari kelahiran hanya terjadi satu kali dalam setahun sehingga banyak orang yang tidak ingin melewatkan momen tersebut dengan biasa saja. Banyak dari mereka yang merayakan ulang tahunnya dengan mengadakan pesta ulang tahun, bertamasya atau menghabiskan waktu bersama keluarga. Perayaan besar hingga kecil sering digelar ulang merayakan hari istimewa ini.

Pesta ulang tahun pada daerah Jawa sering dikenal dengan slametan yang berasal dari kata slamet yang berarti selamat dalam bahasa Jawa. Tradisi slametan memiliki banyak tujuan tertentu, seperti bentuk mengekspresikan rasa syukur terhadap tuhan, sedekah terhadap tetangga sekitar ataupun sebagai penghubung terhadap arwah yang telah meninggal. Selain itu, tradisi ini dapat menjaga hubungan persaudaraan dengan masyarakat sekitar (Wibawani, 2023).

Slametan memiliki banyak bentuk dan nama yang tergantung dengan penamaan orang-orang sekitar dan kegunaanya, seperti kenduri, mitoni dan memetri weton atau metri. 

Slametan yang identik dengan acara makan bersama dengan para undangan setelah acara pembacaan doa, tetapi dalam tradisi metri tidak memiliki acara makan bersama.  

Metri adalah adalah salah satu bentuk slametan yang berguna untuk memperingati hari lahir seseorang menurut penggalan weton. Istilah metri lebih dikenal sekitar daerah Jawa Timur, salah satunya terdapat di Desa Dadaplangu, Kabupaten Blitar.

Tradisi metri pada Desa Dadaplangu dilaksanakan pada pagi hari. Hal tersebut terjadi karena untuk menyesuaikan waktu pelaksanaan dengan jam kerja para warga sekitar. 

Kebanyakan warga di desa ini berprofesi sebagai petani dan pejabat desa sehingga perlu adanya manajemen waktu agar tidak menggangu waktu kerja para warga. Undangan kepada warga sekitar dilakukan secara langsung oleh pemilik acara dengan mendatangi dari pintu ke pintu.

Acara dalam pelaksanaan tradisi ini terbilang cukup mudah karena dilakukan secara singkat. Mulai Pembacaan hajat lalu doa hingga pembagian berkat kepada para undangan. Acara ini dipimpin oleh tetua atau tokoh pemuka agama setempat seperti seorang kyai atau ustaz. 

Orang-orang tersebut memiliki pemahaman tentang tradisi dan penghitungan weton seorang sehingga dianggap lebih layak untuk memimpin acara ini. 

Dalam acara ini terdapat beberapa hidangan seperti tumpeng buceng dan jenang merah putih yang memiliki makna seputar kehidupan. Tujuan dari adanya tradisi ini adalah sebagai menolak bala atau kesialan dan harapan doa atas kelancaran rezeki dan kesehatan.

Sumber:

Kegiatan Wawancara terhadap masyarakat Desa Dadaplangu tahun 2023.

Wibawani, 2023. Prosiding Seminar Nasional Menggali Khazanah Budaya Lokal melalui Tradisi Slametan Weton di Desa Pujiharjo Kabupaten Malang. 3, 692--707.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun