[caption caption="Rano Karno dan Andika Hazrumy dalam sebuah kesempatan acara yang digelar Tagana Banten."][/caption]PERHELATANÂ politik di seluruh Indonesia, khsusnya di Provinsi Banten masih belum berhenti. Baru saja usai perhelatan Pilkada Serentak Tahap Pertama pada Desember 2015 dan bahkan hingga tulisan ini diterbitkan masih simpangsiur terkait kapan pelaksanaan pelantikan bagi para calon terpilih.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Banten sudah melakukan persiapan dimana pada April 2[caption caption="Rano Karno dan Andika Hazrumy dalam sebuah kesempatan acara yang digelar Tagana Banten."][/caption]016, tahapan sudah dimulai, karena Pilkada Serentak Tahap Kedua dilaksanakan pada Februari 2017.
Pilkada serentak tahap pertama pada 9 Desember 2015 sebanyak 269 kepala dan wakil kepala daerah yang meliputi 9 pemilihan gubernur dan wakil gubernur, 224 pemilihan bupati dan wakil bupati, serta 36 pemilihan walikota dan wakil walikota.
Di Provinsi Banten ada 4 dari 8 daerah yang menggelar pilkada, terdiri dari masing-masing 2 kota dan kabupaten, yakni Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kota Cilegon dan Kota Tangsel.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Pilkada serentak dilakukan bertahap. Tahap pertama pada 9 Desember 2015, tahap kedua Februari 2017, tahap ketiga pada Juni 2018, tahap keempat tahun 2020, tahap kelima tahun 2022, dan tahap keenam tahun 2023. Kemudian, dilakukan pilkada serentak secara nasional pada 2027. Jadi mulai 2027, pilkada dilakukan secara serentak di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia, untuk seterusnya dilakukan kembali tiap lima tahun sekali.
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Banten, masuk dalam daftar pilkada serentak tahap kedua dan saat ini sejumlah nama sudah bermunculan. Mereka antara lain Wahidin Halim (Partai Demokrat), Rano Karno (incumbent/PDIP), dan Andika Hazrumy (anak mantan Gubernur Rt Atut/Partai Golkar). Kemudian muncul lagi nama Zulkieflimansyah (PKS), Dessy Ratnasari (PAN), Mulyadi Jayabaya (PDIP), Wawan Iriawan (Nasdem), Taufik Nuriman (mantan Bupati Serang) dan juga Tantowi Yahya (Golkar). Saya tidak bisa menyebutkan calon kandidat lainnya, karena masih belum benar-benar muncul atau dimunculkan.
Menurut penulis, saat ini yang memiliki angin segar kemenangan adalah Andika Hazrumy, terlepas seperti apa sosok, latar belakang dan juga (dosa) keluarganya. Lantas bagaimana dengan Rano Karno, incumbent yang juga popular karena keartisannya? Mari kita pelajari bersama-sama.
Andika saat ini sedang menjadi 'emas'. Sejumlah tokoh berebut untuk bersanding dengan anak mantan Gubernur Banten Rt Atut Chosiyah ini. Sebut saja PKS yang ingin menyandingkan Zulkieflimansyah (mantan calon gubernur Banten) dengan Andika. Rano Karno juga beberapa kali berkegiatan dengan Andika yang menjabat Ketua Taruna Siaga Bencana (Tagana) dan Karang Taruna Banten. Bahkan, sebuah baliho bergambar Rano dan Andika juga terpasang di wilayah Kota Serang. Dalam politik, biasanya itu menjadi tanda sebuah upaya melakukan komunikasi politik.
Kesimpulan sementara adalah, baik PKS maupun Rano, membaca bahwa Andika adalah calon kuat yang berpotensi menjuarai Pilgub Banten. Meskipun memang, politik selalu membuktikan seni kemungkinan.
PELUANG ANDIKA
Saya perlu membuka satu persatu bagaimana peluang Andika di Pilgub Banten. Pertama, pria kelahiran Bandung 16 Desember 1985 ini adalah anggota Fraksi DPR RI dengan nomor anggota A-293. Andika terpilih dari Dapil I Banten yang meliputi wilayah Pandeglang dan Lebak, setelah Partai Golkar memperoleh 192.641 suara pada Pileg 2014 lalu. Sementara raihan murni Andika mencapai 70.846 suara. Ini artinya, di dua kabupaaten itu, Andika memiliki modal suara murni mencapai 70.846 suara.
Kedua, setelah Mahkamah Konstitusi membolehkan syarat pencalonan kepala daerah yang tertuang dalam Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah yaitu mengabulkan ketentuan bahwa calon kepala daerah yang berasal dari keluarga incumbent (sedang menjabat)/petahana dibolehkan untuk maju sebagai kepala daerah, 'Dynasti Atut' kembali berjaya dan menguasai hampir sebagian wilayah Provinsi Banten.
Pada pilkada tahap pertama, tiga daerah dimenangkan oleh keluarga Andika. Ketiga daerah itu adalah Kabupaten Serang, Bupati terpilih Rt Tatu Chasanah (bibi Andika), di Tangsel, walikota terpilih Airin Rachmi Diany (bibi andika) dan di Kabupaten Pandeglang wakil bupati terpilih Tanto W Arban (adik Andika). Dengan kata lain, pendukung kepala daerah terpilih bisa 'dialihkan' ke Andika.
Di Kota Cilegon juga pemenangnya adalah Dr Tb Iman Ariyadi dari Partai Golkar. Jika solid, maka jelas 4 daerah ini bisa menjadi kantong suara Andika. Ditambah dengan Kota Serang yang walikotanya Hairul Jaman (paman Andika) dan Kabupaten Tangerang ada bupati Zaki Iskandar (partai Golkar).
Maka dari 8 daerah, mayoritas pemilih di 6 daerah berpotensi mendukung Andika. Tinggal bagaimana Andika dan tim tengnya meyakinkan Dr Tb Iman Ariyadi selaku penguasa Cilegon dan Zaki Iskandar selaku penguasa Kabupaten Tangerang untuk bisa bergabung. Sebab, dua nama tersebut secara politik di internal Golkar sedang terjadi dinamika terutama dengan Rt Tatu Chasanah selaku Ketua DPD Partai Golkar Banten.
Ketiga, kemampuan tim keluarga Atut patut diperhitungkan dalam hal melobi dukungan partai politik. Kemampuan ini juga menjadi potensi dimana Andika bisa mendapatkan sebanyak-banyaknya dukungan parpol. Dukungan banyak parpol sangat penting sebagai legitimasi politik dan juga dalam hal kelancaran penyelenggaraan pemerintahan jika terpilih nanti.
Keempat, publik saat ini sedang gandrung dengan pemimpin muda. Pilkada di sejumlah daerah pada tahap pertama banyak yang dimenangkan oleh kalangan anak muda. Antara lain adalah Gubernur Jambi terpilih Zumi Zola, putra dari Zulkifli Nurdin, Gubernur Jambi periode 1999-2004. Begitu pun dengan Andika yang baru berusia 31 tahun pada Desember 2016 mendatang, mantan Gubernur Banten dua periode Rt Atut Chosiyah.
Tantangan Andika
Tantangan Andika saat ini hanya pada internal Partai Golkar. Dinamika politik akibat sempat adanya dualisme kepemimpinan Aburizal Bakrie (ARB) dengan Agung Laksono membuat Partai Beringin ini tidak ikut pilkada serentak tahap pertama. Untuk pilkada tahap kedua Partai Golkar diyakini ikut dalam bursa ini. Hanya saja meski sudah islah, posisi Andika harus bersaing dengan ARB yang menjagokan Tantowi Yahya.
Jika Tantowi Yahya tetap diusung Partai Golkar, berarti Andika bisa tidak mencalonkan diri atau tetap mencalonkan diri, tetapi dari parpol lain. Hanya saja, risikonya adalah keanggotaan dirinya sebagai kader Golkar bisa dicabut dan ini juga mungkin bisa mengancam posisi keluarga Andika lainnya yang menjadi pejabat eksekutif maupun legislatif dari kendaraan Partai Golkar. Terkait hal ini, kita lihat saja perkembangannya ke depan.
Lalu bagaimana dengan Rano Karno?
Pengamatan saya, Rano Karno besar karena digandeng Rt Atut yang 'diambil' saat menjabat wakil bupati Tangerang bersama Ismet Iskandar. Rano Karno menjadi wakil gubernur digndeng Rt Atut untuk periode 2012-2017.
Kemudian baru pada 13 Mei 2014, Rano Karno ditunjuk Presiden SBY untuk menjabat Plt. Gubernur Banten menggantikan Ratu Atut Chosiyah yang dinonaktifkan terkait kasus suap pilkada di MK. Kemudian pada 12 Agustus 2015, Rano Karno dilantik Presiden Jokowi sebagai Gubernur Banten hingga hari ini.
Rano Karno popular karena keartisannya sebagai aktor sinetron 'Si Doel Anak Sekolahan'. Artinya dari sisi karier politik belum menunjukkan kapasitasnya sebagai sosok nomor satu. Apakah pada Pilgub Banten 2017 nanti Rano dapat membuktikannya? Kita lihat saja. Selama memimpin Banten, Rano Karno juga tidak menunjukkan kinerja yang baik. Terkait hal ini juga nitizen banyak menyoroti bahwa Rano Karno hanya hebat dalam sinetron.
Setidaknya ada tiga hal yang penulis ingat dari kinerja dan kebijakan Rano selama memimpin Banten dan ini cukup menghebohkan.
Pertama, Sekretaris Daerah (Sekda) Banten Kurdi Matin diusulkan Rano Karno kepada Presiden melalui Mendagri agar diberhentikan. Dan akhirnya Kurdi Matin menerima petikan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 134/M Tahun 2015 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan dari dan dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Provinsi Banten. Pemberhentian ini cukup gaduh dan sejumlah pihak mensinyalir ada bau kepentingan dalam kebijakan itu sehingga banyak tokoh bertentangan dengan Rano Karno. Kemudian Gubernur Banten Rano Karno melantik Ranta Suharta sebagai Sekretaris Daerah pada Kamis 3 September 2015, menggantikan Kurdi Matin.
Kedua, pada saat memimpin Banten, Rano Karno memiliki nilai tidak memuaskan. Bahkan pada saat datang ke Kota Cilegon Provinsi Banten, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN- RB) Yuddy Chrisnandi menilai, kualitas pelayanan dan kinerja Pemerintah Provinsi Banten saat ini menurun dan lebih buruk jika dibandingkan dengan periode gubenur semasa dipimpin Atut. Dimana pada tahun 2014, menurut Yuddy, kinerja Pemprov Banten kala itu di era Ratu Atut Chosiyah sudah cukup bagus dengan hasil penilaian BPK yaitu 58,7 poin. Namun saat ini di era Rano Karno rupanya turun drastis dengan penilaian BPK sekitar 51 poin. Berita terkait (MenPAN RB Ungkap Kinerja Era Rano Karno Lebih Buruk dari Era Atut)Â
Kemudian Ketiga, tidak kalah hebohnya adalah Rano Karno beberapa kali dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan dicecar sejumlah pertanyaan terkait dugaan suap PT Banten Global Development (BGD) kepada sejumlah anggota DPRD Banten. Suap tersebut diduga kuat sebagai upaya melancarkan pembentukan Bank Banten. Hingga saat ini kasus tersebut masih bergulir dan sejumlah orang sudah ditahan terkait tangkap tangan. Mereka antara lain mantan Wakil Ketua DPRD Banten SM Hartono, anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Banten Tri Setya Santosa dan juga Direktur PT BGD Ricky Tampinongkol.
Apakah Rano Karno dapat bertahan hingga kemudian ikut bursa Pilgub 2017 atau justru terjerat kasus tersebut?
Untuk diketahui bahwa posisi Gubernur Banten memiliki kewenangan yang cukup luar biasa jika dikaji dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Gubernur bisa memberikan sanksi kepada kepala daerah kota/kabupaten yang tidak ikut menyukseskan proyek strategis nasional bahkan hingga memberikan rekomendasi pemberhentian sementara, melantik bupati/walikota, dan sejumlah sanksi lainnya.
Dengan demikian secara politik, bupati atau walikota pasti berharap gubernur terpilih nanti adalah ia yang memiliki kedekatan baik secara politik dan/atau personal. Sebab jika tidak, ada celah bagi gubernur untuk 'mengganggu' bupati/walikota yang tidak seirama. []
Senin 1 Februari 2016
Penulis adalah Oji Faoji (Fauzi Albarra). Warga biasa asli Banten, tepatnya di Menes, Kabupaten Pandeglang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H