Mohon tunggu...
Fauzan Zidni
Fauzan Zidni Mohon Tunggu... -

political scientist and public policy analyst by training

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan featured

Tantangan Menangani Pembajakan Film Digital

14 Juni 2016   10:39 Diperbarui: 26 Desember 2019   07:27 1536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita perlu mengapresiasi langkah Kemenkominfo yang blokir akses ke 22 situs web yang menayangkan dan memberi akses unduh film lokal tanpa izin pada 18 Agustus 2015. Penutupan ini adalah tanggapan dari laporan Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI) tiga hari sebelumnya.

Langkah ini merupakan usaha pertama pemberlakuan Peraturan Bersama Menkumham No. 14 tahun 2015 dan Menkominfo No. 26 tahun 2015 tentang Pelaksanaan Penutupan Konten dan atau Hak Akses Pengguna Pelanggaran Hak Cipta dan atau Hak Terkait Dalam Sistem Elektronik yang merupakan turunan dari UU No 28 tentang Hak Cipta.

Sejak artikel ini pertama dipublikasikan di Koran Seputar Indonesia pada 28 Agusutus 1015, APROFI telah mengirimkan surat aduan sebanyak tiga kali dan berhasil menutup akses terhadap 85 situs yang memiliki konten film Indonesia secara illegal. 

APROFI juga bekerjasama dengan Motion Pictures Association yang merupakan representasi 6 studio besar Hollywood untuk melakukan monitoring dan pelaporan terhadap situs yang melanggar hak kekayaan intelektual film Indonesia maupun film Hollywood.

Selain itu, pemerintah melalui Badan Ekonomi Kreatif telah membentuk Satuan Tugas Penanganan Pengaduan Pembajakan Karya Musik dan Film yang beranggotakan para pelaku industri. Industri musik mengalami badai pembajakan terlebih dahulu karena ukuran file nya lebih kecil dan relatif lebih mudah untuk dibajak. 

Pembajakan pada industri film menunggu kapasitas internet yang lebih cepat untuk marak terjadi di masyarakat.

Dengan perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat, perlu disiapkan perubahan fokus kerja dari pemberantasan pembajakan fisik seperti DVD dan CD illegal menuju pencegahan pembajakan online. 

Koordinasi antara pelaku dua industri dan pemerintah melalui BEKRAF diharapkan meningkatkan efektifitas dan mencapai target-target yang sudah disiapkan.

Sayangnya banyak pihak yang meragukan efektifitas dari penerapan aturan ini. Argumen utamanya adalah, hampir mustahil memberantas pembajakan online. Situs yang ditutup akan segera mengganti domain dan melanjutkan aktivitasnya. 

Untuk situs yang menyediakan jasa streaming, selama alamatnya masih bisa di track dan ditutup aksesnya masih efektif untuk dilakukan. 

Meskipun aktivitas penutupan dipastikan seperti menutup lubang ular, ditutup satu akan muncul yang lain. Sebagai perbandingan Kemenkominfo telah memblokir sebanyak 813.000 situs pornografi sejak tahun 2009.

Tantangan terbesar adalah penutupan akses ke pengguna website peer-to-peer yang sebagian besar dilakukan untuk aktivitas illegal. Menurut data Visual Networking Index dari Cisco Systems, kegiatan unduh dari peer to peer seperti torrent dan pirate bay menggunakan 25% lalu lintas internet secara global dan tumbuh 23% setiap tahunnya.

Neil Gane dari MPAA pada seminar Kekayaan intelektual yang dilakukan oleh APROFI dan BEKRAF beberapa waktu lalu, menekankan bahwa  situs situs ilegal meraup keuntungan besar lewat pemasangan iklan yang umumnya berbau pornografi dan perjudian ilegal, yang umumnya memiliki demografi penonton berusia 12 tahun. 

Ia menambahkan, hasil studi di Inggris, pemblokiran terhadap situs illegal efektif menurunkan traffic ke situs tersebut dan mengubah mindset pengguna asal dilakukan secara berkala dan konsisten.

Pentingnya Edukasi Publik

Pekerjaan rumah paling besar adalah melakukan edukasi kepada publik, terutama generasi muda untuk menghargai kekayaan intelektual. Bahwa setiap kegiatan unduh secara illegal, ada hak ekonomi pekerja ekonomi kreatif yang hilang. 

Menghitung kerugian sebagai efek pembajakan sangat sulit untuk diukur karena minimnya data. Hasil penelitian Oxford Economics, sektor Film dan TV pada tahun 2010 memiliki dampak secara langsung sebesar 7,675 triliun rupiah atau 0.12 dari pendapatan nasional, dalam prosesnya berdampak terhadap 191 ribu lapangan pekerjaan dan menghasilkan 785 miliar penerimaan pajak.

Memberikan kesadaran bahwa kekayaan Intelektual adalah pondasi dari industri kreatif. Sehingga jika kepastian hukum dan perlindungan atas KI lemah, maka industrinya pun akan lemah. 

Sebesar apapun potensi sumber daya manusia pembuatnya jika hal mendasar ini tidak diperkuat, maka tidak akan terbangun industri yang mapan. Perlindungan kekayaan intelektual adalah dasar terjaminnya inovasi dan kebebasan berkreasi yang merupakan harta kekayaan tidak ternilai bangsa ini.

Apabila diamati dalam beberapa tahun terakhir ini tedapat perubahan besar pada tema kampanye publik yang dilakukan di bioskop. Sebelumnya iklan anti pembajakan seperti menggurui masyarakat bahwa melakukan pembajakan sama dengan mencuri dan menyerukan agar tidak dilakukan, padahal penonton bioskop merupakan konsumen utama yang mengakses secara legal. 

Sekarang tema kampanye publik di bioskop lebih memberikan apresiasi dan terimakasih karena telah datang dan menikmati karya film, sehingga produser dan filmmaker bisa kembali berkarya dari uang yang dibayarkan penonton.

Kedepannya edukasi publik dilakukan bukan hanya melalui sosialisasi, tetapi juga mengadopsi pendekatan alert system seperti yang diberlakukan di Korea Selatan dan Perancis. 

Dengan mekanisme ini, para penyedia jaringan bisa mendeteksi apabila terdapat aktifitas pengunduhan karya illegal untuk diberikan peringatan kepada pelaku. Jika peringatan tersebut diabaikan, penyedia jaringan bisa menekan kecepatan download.

Memperluas Kembali Akses

Minimnya akses terhadap film Indonesia secara sah merupakan salah satu alasan terjadinya pembajakan.  Terbatasnya waktu tayang di bioskop, membuat penonton yang tidak sempat menonton mencari akses paling mudah, mengunduh secara illegal.

Ketidakpastian perlindungan hukum atas Hak Cipta, memiliki konsekuensi tidak adanya pengusaha lokal yang berani berinvestasi di sektor pasar berbasis teknologi seperti Netflix atau Itunes. Kita semua berharap secondary market bisa berkembang dan menyediakan platform legal dan menjadi sumber pendapatan bagi produser.

Kemauan politik dari pemerintah sudah berulang kali disampaikan oleh Presiden Jokowi maupun Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk memberikan perlindungan terhadap Kekayaan Intelektual anak bangsa untuk mencapai tujuan menciptakan industri film Nasional yang tangguh, menghasilkan film-film yang memiliki kualitas yang baik, dan memiliki konten yang memberikan tuntunan dan tontonan.

Fauzan Zidni
Sekjen Asosiasi Produser Film Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun