Mohon tunggu...
Fauzan YusliHamid
Fauzan YusliHamid Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

jangan dibungkam, bukan orang berpengaruh

Selanjutnya

Tutup

Politik

King Maker : Pembajakan Konstitusi, Politik Dinasti, dan Dendam Pribadi

16 Juni 2024   00:12 Diperbarui: 16 Juni 2024   13:15 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembajakan Konstitusi

Senin, 16 oktober 2023 Mahkamah Konstitusi dalam Putusan NO90/PUU-XXI/2023 mengabulkan gugatan mengenai batas usia capres dan cawapres pada Undang-Undang Pemilu No. 7 Tahun 2017 Pasal 169 huruf q.

UU Pemilu No. 7 Tahun 2017
UU Pemilu No. 7 Tahun 2017

Sebelumnya, putusan MK NO29/PUU-XXI/2023, putusan MK NO51/PUU-XXI/2023, putusan MK No55/PUU-XXI/2023, putusan MK NO90/PUU-XXI/2023, dan putusan MK NO91/PUU-XXI/2023. 3 putusan MK yaitu putusan nomor 29, 51, dan 55 tersebut menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya terkait dengan pengujian Pasal 169 huruf q, karena menurut Mahkamah Konstitusi terkait batas usia capres cawapres adalah open legal policy dan kewenangan pembuat Undang-Undang. Putusan nomor 91 menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima. Sementara itu, putusan nomor 90 mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Cukup aneh, awalnya menolak kemudian menerima permohonan yang sebenarnya terdapat kesamaan isi gugatan.

Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 90/PUU-XXI/2023 pada intinya, mereka yang berusia di bawah 40 tahun tapi pernah menjabat kepala daerah bisa menjadi calon presiden (Capres) atau calon wakil presiden (Cawapres) di Pilpres 2024.

Permohonan tersebut diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbiru. Penggemar Gibran Rakabuming Raka, Walikota Solo, yang masih berusia 35 tahun. Pemohon merasa dilanggar hak konstitusional nya untuk di pilih dan memilih capres/cawapres yang berusia dibawah 40 tahun pada pemilu 2024.

Alasan pemohon yaitu diskriminasi usia (ageisme). Selain itu, seseorang yang pernah dipilih dan telah menduduki jabatan eksekutif, maka ia sudah teruji dan berpengalaman memimpin suatu daerah. menurut pemohon jika sosok yang ia kagumi tidak dapat mendaftar capres/cawapres, maka hal itu inkonstitusional.

Benar adanya, fanatisme yang berlebihan tidak baik untuk kesehatan pikiran. Terlihat jelas kepentingan politik perorangan, bahkan kelompok, lebih tepatnya kelompok keluarga.

Perlu diketahui bersama, bukan tugas Mahkamah Konstitusi untuk merubah frasa dan makna 'batas usia capres/cawapres', melainkan itu tugas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selaku pembuat Undang-Undang. Tugas Mahkamah Konstitusi adalah mencabut/membatalkan suatu Undang-Undang yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

UU MK
UU MK

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun