Mohon tunggu...
Fauza Norhidayah
Fauza Norhidayah Mohon Tunggu... -

segala sesuatu yang ada di dunia ini pasti mempunyai tujuan yang jelas

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Konsep Teori Eksistensialisme

1 April 2014   00:34 Diperbarui: 4 April 2017   18:08 9207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Eksistensialisme berbeda dengan aliran-aliran filsafat yang sudah dibahas pada tulisan sebelumnya, disini saya akan menjelaskan lebih lebarnya dimana perbedaan antara Eksistensialisme tersebut dengan aliran-aliran lainnya.

Dalam eksistensialisme tidak membahas esensi manusia secara abstrak, maksudnya ialah dimana eksistensialisme ini membahas tentang hakikat manusia secara spesifik meneliti kenyataan konkrit manusia, sebagaimana manusia itu sendiri berada dalam dunianya. Eksistensialisme tidak mencari esensi atau substansi yang ada di balik penampakan manusia, melainkan hendak mengungkap eksistensi manusia sebagaimana yang dialami oleh manusia itu sendiri, misalnya seperti pengalaman individu itu tersebut. Esensi atau substansi mengacu pada sesuatu yang umum, abstrak, statis, sehingga menafikkan sesuatu yang konkret, individual, dan dinamis. Sebaliknya, eksistensi justru mengacu pada hal yang konkret, individual dan dinamis. Itu dimaksudkan karena seorang individu belajar dari apa yang mereka alami sesuai faktanya. Dan itu dialami oleh dirinya sendiri bukan orang lain.

Istilah eksistensi berasal dari kata existra (eks=keluar, sister =ada atau berada), dengan demikian, eksistensi memiliki arti sebagai “sesuatu yang sanggup keluar dari keberadaannya” atau “sesuatu yang mampu melampaui dirinya sendiri”. Dalam kenyataan hidup sehari-hari tidak ada sesuatupun yang mempunyai ciri atau karakter existere selain manusia. Hanya manusia yang bereksistensi. Hanya manusia yang sanggup keluar dari dirinya, melampaui keterbatasan biologis dan lingkungan fisiknya, berusaha untuk tidak terkungkung dari segala keterbatasan yang dimillikinya, contohnya saja pada orang yang tidak memiliki kaki, dia mampu keluar dari dirinya dan mampu berbaur dengan orang lain tanpa memperdulikan kekurangan yang ada pada dirinya.dia mampu berkreasi tanpa bantuan orang lain, dan mampu menghasilkan uang dari apa yang telah mereka perbuat.oleh sebab itu, para eksistensialis menyebut manusia sebagai suatu proses, “menjadi”, gerak yang aktif dan dinamis.

Ada beberapa tema kehidupa yang coba diungkap oleh para eksistensialis. Menurut mereka tema-tema tersebut selalu dialami oleh manusia dan mendasari perilaku manusia. Tema-tema tersebut diantaranya adalah kebebasan (pilihan bebas), kecemasan, kematian, kehidupan yang otentik ( menjadi diri yang otentik), ketiadaan,dll. Masalah kebebasan dan kehidupan yang otentik oleh eksistensialime dianggap sebagai 2 masalah yang mendasar dalam kehidupan manusia. Manusia diyakini sebagai makhluk yang bebas dan kebebasan itu adalah modal dasar untuk hidup sebagai individu yang otentik dan bertanggung jawab.

Fenomenologi menempati kedudukan urgen, bahkan “sentral”m dalam filsafat eksistensialisme Jean Paul Sartre. Sartre mengakui besarnya pengaruh fenomenologi Edmund Husserl dalam pemikiran filsafatnya, ia berkata, “fenomenologi Husserl dengan gemilang membuka jalan untuk mengadakan studi-studi tentang kesadaran dengan bertolak dari titik nol, tanpa asumsi, tanpa hipotesis dan tanpa teori prafenomenologis.” Tegas dan jelasnya, fenomenologi merupakan “metode” atau “tehnik” dalam filsafat eksistensialisme Jean Paul Sartre, Sartre menyebutkan beberapa arti penting dalam fenomena Husserl. Pertama, perlunya meletakkan kesadaran sebagai dasar penyelidikan filsafat . kedua, pentingnya filsafat untuk kembali kepada realitasnya.

Sartre berdalil pada “eksistensi mendahului esensi,” yaitu segala hal baru dapat dimaknai ketika ia “eksis” atau “ada” terlebih dahulu. Eksistensi sebagaimana dimaksudkan Sartre dan filsafat pada umumnya, memenuhi dimensi ruang dan waktu. Apa yang dimaksudkan adalah segala sesuatu yang bereksistensi pasti nyata.

Sebagaimana telah ditegaskan dan dijelaskan sebelumnya bahwa dalil landas dasar utama eksistensialisme adalah “eksistensi mendahului esensi”. Dengan kata lain, seorang eksistensialis menurut Sartre adalah mereka yang meyakini kesahihan dalil di atas.

Pada satu sisi, perlu pula kita mencermati konsep eksistensi Bertrand Russel yang kian memperjelas pemahaman Sartre mengenai eksistensi. Menurut Russel, kita kerap salah menggunakan kata “ada” atau “berada”. Ketika kita mengatakan bahwa pensil itu ada” pada hakikatnya kita baru sampai pada “ tahap pemikiran bahwa pensil tersebut ada” Akan tetapi, apabila pada suatu hari kita menemukanbenda sebagaimana kita maksudkan sebagai pensil, baru dapat dikatakan bahwa :pensil tersebut benar-benar ada” begitu pula dengan Tuhann. Ketika kita mengatakan bahwa “Tuhan itu ada”, pada hakikatnya kita baru pada “ tahapan memiliki bahwa “ Tuhan itu ada”. Akan tetapi karena kita belum menjumpai bertemu atau membuktikan bahwa Tuhan tersebut ada, dapat dikatakan bahwa” Tuhan blumlah benar-benar ada”. Apabila penelusuran lebih jauh atasnya dilakukan, ditemui bahwa berbagai konsep mengenai eksistensi diatas menjadi tesis “atheisme” eksistensialisme Sartre. Sartre menegaskan “existentialism is nothing else than an attempt to draw all the consequences of a coherent artheistic position” ( Eksistensialisme merupakan suatu usaha guna melanjutkan konsekuensi dari posisi ateistis yang koheren).

Terkait dengan keyakinan terhadap dalil eksistensialisme Sartre, perlu diandaikan perspektifyang berseberangan untuk menguji dan menjelaskannya lebih lanjut, yaitu bila dalil tersebut dirombak sedemikian ruppa menjadi “esensi mendahului eksistensi”. Apabila hal tersebut diasumsikan, ditemui bahwa segala sesuatu telah ditentukan hakikatnya, maknanya, definisi, ide, sifat dasar, fungsi, atau programnya sebelum diciptakan atau diwujudkan keberadaannya.

Terkait hal tersebut dan hubungannya dengan manusia, Sartre mengatakan, tidak ada hakikat dari manusia karena tidak ada Tuhan yang menciptakannya.” Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana entitas individu terlahir melalui serangkaian proses reproduksi entitas-entitas individu sebelumnya, sehingga bagaimana dalil eksistensialisme dapat berlaku apabila ditemui orangtua yang jauh-jauh hari telah mengharapkan anaknya menjadi sebagaimana yang diharapkannya? Menurut Sartre, hal tersebut tidak berlaku mengingat kedudukan manusia sebagai etre pour soi “berada bagi dirinya” dan bukan etre en soi ( berada dalam dirinya).

Pada sisi lain perlu dipaparkan di samping eksistensialisme, Sartre secara eksplisit menolak idealism yang kental dengan pengutamaan esensi dan bentuk abstraksi alam idea, corak pemikiran Sartre atas eksistensialisme tidak dapat “di klaim” pada bentuk pemahaman materialism. Hal tersebut mengingat eksistensialisme Sartre ditempatkan sebagai bentuk respons dan penolakannya atas pola fikir idealism serta materialism dalam memandang manusia. Menurut Sartre, idealism jelas mengekang kebebasan manusia mengingat dictum “sejarah adalah ide (roh absolut) yang berkembang dalam waktu”. Diktum tersebut meyakini bahwa ide yang ada dalam manusia tidak otonom, pada satu sisi, ia merupakan pperwujudan takdir Tuhan, sehingga jalannya sejarah telah ditentukan Tuhan , sedangkan tidak adda kuasa bagi actor-aktor yang etrlibat didalamnya tanpa pilihan akrodati.

Terkait materialism, Sartre menganggap pemahaman tersebut terlampau menyederhanakan manusia sebagai “mesin” atau “materi” yang tidak memiliki ppikiran dan perasaan.

Melalui berbagai pemaparan di atas, dapat ditegaskan bahwa eksistensialisme merupakan pemahaman yang menempatkan “eksistensi atau keberadaan manusia sebagai yang utama”.

Semoga artikel ini bisa bermanfaat bagi semua kalangan. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun