Mohon tunggu...
Fauzan Sukma M
Fauzan Sukma M Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa Fisipol, Gadjah Mada. Memiliki ketertarikan pada bidang sastra, kebudayaan, politik, dan sejarah. Menghamba pada Tuhan, bukan zaman. http://kumpulanterbuang.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Budayakan Membuka Telinga

17 September 2016   09:30 Diperbarui: 17 September 2016   10:25 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara nampaknya menjadi aspek komunikasi yang paling sering diagung-agungkan, karena tidak semua orang bisa berbicara dengan baik – menyampaikan pesan dengan efektif. Dan kemampuan berbicara dalam bersosialisasi ataupun di depan umum pun tentunya tidak diperoleh begitu saja, ada prosesnya. Baik itu berupa pelatihan ataupun kebiasaan berkomunikasi yang menjadikan kemampuan bicara kita lebih baik –  walau terkesan tidak disadari.

Faktanya ada aspek komunikasi lain yang cenderung banyak orang remehkan, bahkan mungkin melakukannya hanya sebagai pelengkap dalam berkomunikasi, padahal jika kita mau untuk lebih melakukannya, secara tidak langsung kemampuan bicara kita pun bertambah; Mendengarkan  ataupun menyimak – yang membutuhkan pemahaman lebih dari sekadar mendengarkan.

Berkaca pada salah satu penelitian komunikasi; Paul T. Rankin (1930), bahwa menurutnya urutan bentuk komunikasi terdiri dari 42% mendengar, 32% bercakap, 15% membaca, dan 11% menulis. Melihat data tersebut harusnya bisa mengubah persepsi kita, bahwa yang harus ditekankan dalam berkomunikasi adalah kebiasaan membuka telinga dan mulai menjadi pendengar yang baik. (lengkapnya disini)

Ironi, kebanyakan manusia memiliki ego yang tinggi, mereka cenderung lebih suka berbicara dan ingin didengar daripada harus mendengarkan orang lain. Karena ketika berbicara, kita menjadi pusat perhatian dan memegang kendali sehingga bisa mengangkat identitas dan menonjolkan diri bahkan hingga memberitakan segala hal yang kita miliki dan kita lakukan. Rasanya begitu cermin manusia yang digelapkan ego.

Dan banyak pula manusia pandai tapi belum bisa memahami dan memaknai segala proporsi atas pemberian-Nya. Dua telinga dan satu mulut rasanya jelas menggambarkan betapa dalam hidup kita harus banyak membuka telinga ketimbang mulut. Manusia akan menjadi binatang berakal, dan terus begitu – jika ia selalu mengedepankan nafsu ego karena tidak bisa memaknai kehidupan.

Keterampilan mendengarkan memang mempunya andil besar dalam kehidupan, tidak hanya sebagai aspek komunikasi semata. dengannya, kita pun belajar.

"Ketika kita berbicara, maka kita hanya mengulang pengetahuan yang sebenarnya sudah kita tahu. Tapi ketika mendengarkan, kita belajar akan sesuatu yang baru."

Jika mulut kita sedang terbuka, maka kita tidak sedang belajar. Kurang lebih begitu parafrase dari Budha. Kita bisa sukses walaupun tak mengenyam pendidikan, tapi jangan mengharapkan kesuksesan kalau belajar pun enggan. Dan salah satu aspek pembelajaran yang sering dilupakan adalah mendengarkan dengan sangat penuh pemahaman; menyimak

Sekolah dan guru bukan satu-satunya sarana edukasi. Orang-orang di lingkungan pun bisa dijadikan sumber ilmu. Karena hakikatnya semua orang memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidangnya masing-masing yang bisa dijadikan pembelajaran asalkan kita giat membuka telinga untuk mereka. Sejatinya belajar bukan selalu tentang membaca, menulis, tapi mendengarkan disertai pemahaman pun harus dibudayakan.

Dengan semakin berpengetahuan harusnya semakin bijak pula diri kita. Bijak karena pengetahuan hasil membuka telinga pada yang berpengalaman dapat dijadikan acuan dalam mengambil tindakan atau keputusan. Bukan berarti yang berpengalaman selalu benar, tapi mereka pernah salah, dan kesalahan itu yang harusnya jadi pelajaran untuk kita agar lebih berhati-hati melangkah.

"every good conversation start with good listening"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun