Mohon tunggu...
Muhammad Fauzan Dita Rizkiawan
Muhammad Fauzan Dita Rizkiawan Mohon Tunggu... Penulis - Masyarakat Sipil

penulis pemula

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Idealisme vs UU ITE

8 November 2023   09:00 Diperbarui: 8 November 2023   09:25 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Kamus Besar Bahsa Indonesia, idealisme merupakan suatu usaha hidup berdasarkan cita-cita menurut patokan yang dianggap sempurna. Dalam kehidupan sehari-hari idealisme merupakan suatu bentuk keyakinan yang dipegang teguh oleh seseorang demi tujuan yang dianggapnya ideal. Berbicara tentang konsep idealisme, beberapa puluh tahun lalu Tan Malaka menjelaskan bahwa idealisme merupakan suatu kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh seorang pemuda. Di Indonesia sendiri, idealisme seringkali dikaitkan dengan seorang pemuda atau lebih tepatnya kepada seorang mahasiwa, sehingga seorang mahasiswa disebut juga dengan agent of change atau agen perubahan. Kombinasi antara pemikiran dengan kepedulian merupakan sebuah anugerah yang harus dimanfaatkan secara optimal, terlebih beberapa tahun ke depan Indonesia akan mengalami fase bonus demografi dengan jumlah penduduk produktif sebanyak 70%.

Namun realitanya, tidak sedikit kepedulian pemuda di Indonesia dibalas dengan tindakan represif oleh aparat setempat, mulai dari dilayangkannya berbagai tuduhan hingga perlakuan intimidatif, seperti yang dialami oleh mahasiswa asal lampung yang dilaporkan oleh seorang advokat terkait video kritikannya terhadap Pemerintah Provinsi Lampung yang beberapa saat lalu sempat diunggah ke dalam media sosial. Seorang mahasiswa tersebut dilaporkan oleh salah satu advokat terkait kritikannya terhadap Pemerintah Provinsi Lampung dalam video unggahannya di media sosial dengan dugaan ujaran kebencian atas dasar Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang ITE. Tak berhenti di situ, kritikan tersebut juga berbuntut pada tindakan intimidatif serta represif secara langsung oleh Institusi Pemerintah setempat terhadap keluarga pengkritik, seperti ancaman yang diterima secara langsung oleh keluarga terlapor.

Selain itu, kondisi serupa juga dialami oleh siswi asal Kota Jambi yang melakukan kritik kepada Pemerintah Kota Jambi lantaran rumah neneknya hancur akibat perusahaan yang mendapatkan izin dari Pemerintah Kota Jambi. Kritik siswi tersebut disebabkan adanya proyek yang memperbolehkan truk bermuatan 20 ton lebih untuk melewati jalan warga yang seharusnya hanya boleh dilewati oleh truk bermuatan 5 ton saja. Bukannya mendapatkan perhatian dan perkataan maaf, siswi asal Kota Jambi tersebut dilaporkan oleh Pemerintah Kota Jambi melalui Kepala Bagian Hukum Sekertariat Kota Jambi atas tuduhan kalimat yang dilontarkan dianggap menghina Pemerintah Kota Jambi. Namun, karena sang terlapor masih mengenyam bangku sekolah menengah pertama, Kepala Bagian Hukum Sekertariat Kota Jambi mengurungkan niatnya untuk memenjarakan siswi tersebut, ia mencabut laporannya dan meminta siswi tersebut untuk meminta maaf. 

Walaupun sudah melewati beberapa kali revisi, keberadaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) masih memberikan dampak yang cukup signifikan dalam mekanisme bersosial antar individu, terlebih di media sosial yang saat ini menjadi salah satu platform yang tengah digandrungi oleh masyarakat dalam menyuarakan pendapatnya.

Banyaknya pasal karet dalam Undang-Undang ITE membuat semakin mudah seseorang untuk melaporkan tindakan seseorang lainnya yang dianggap sebagai suaatu penghinaan atau pencemaran nama baik, Tercatat sepanjang bulan Januari hingga Maret tahun 2023 pada Laporan Pantauan Hak-Hak Digital Triwulan Tahun 2023 oleh Safenet, terdapat 30 kasus kriminalisasi atas dasar pasal Undang-Undang ITE dengan sebagian besar seseorang yang dilaporkan didominasi oleh kalangan konsumen, aktivis, mahasiswa, dan narasumber berita serta seorang pelapor berasal dari pihak yang mewakili suatu institusi, organisasi, pejabat publik, dan perusahaan.

Melihat adanya kasus tersebut secara tidak langsung menggambarkan bahwa Institusi Pemerintah kita masih belum siap dalam menghadapi kritikan yang dilakukan oleh masyarakat dan memberikan dampak secara tidak langsung kepada ketakutan masyarakat dalam menyampaikan keresahannya, terlebih masih banyak masyarakat yang belum bisa membedakan antara kritikan dengan hinaan, sehingga hal tersebut menjadi momentum bagi seseorang yang dikritik untuk melaporkan kembali para pengkritik.

Dalam konteks negara demokrasi, tentunya hal demikian menjadi sebuah anomali tersendiri, idelaisme yang pada dasarnya merupakan sebuah kekayaan intelektual seorang warga negara berubah menjadi suatu hal yang harus dihindari demi menjaga keselamatan serta keberlangsungan hidup di masa mendatang. Seharusnya ruang bagi masyarakat harus dibuka seluas-luasnya, sehingga dengan adanya keterbukaan tersebut masyarakat dapat menilai serta mengevaluasi hasil kinerja pemerintah itu sendiri tanpa ada rasa ketakutan serta kekhawatiran.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun