Mohon tunggu...
Fauzan Raka
Fauzan Raka Mohon Tunggu... Mahasiswa - seorang manusia bebas dan merdeka

Pemuda yang hidup dalam gejolak tetapi selalu menuntut menang terhadap gejolak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Catatan Seorang Keparat

28 Desember 2022   15:28 Diperbarui: 28 Desember 2022   15:39 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hidup didunia yang penuh kebusukan ini rasanya sangat menyebalkan masalah dan penderitaan selalu saja mengiringi setiap episode di dalam hidupku, seorang biksu pernah berkata kepadaku bahwa hidup ini adalah tentang bagaimana cara kita menghadapi duka kita dengan dada yang lapang. 

Aku hanya bisa menjalani hidupku bagaikan kotoran yang mengalir di atas sungai yang tak tahu kapan dan di mana ke mana air akan membawaku pergi entahlah aku juga tak peduli lagi. Sebenarnya aku ingin sekali hidup tenang tanpa masalah yang datang dan mengganggu tapi itu semua tentu saja tak mungkin terjadi, selagi aku masih bernapas dan duka itu akan aku rasakan selamanya, aku sekarang sedang menjalani ganjaran menebus dosa yang kulakukan karena katanya aku dinilai "melanggar" hukum dan membuat perbuatan yang dinilai sangat-sangat keji oleh negara yaitu hanya karena menyimpan, menanam, menguasai, memiliki narkotika jenis ganja, karna itu aku divonis 5 tahun penjara. 

Tapi aku sadari kalau apa yang kulakukan ini memang tak sepenuhnya salah dan berbahaya padahal aku hanya ingin melihat anakku satu-satunya bisa makan sampai kenyang tanpa harus kelaparan lagi. Tapi mau bagaimana lagi, akibat dari keterpaksaan dan himpitan ekonomi yang mau tak mau harus kulakukan demi putraku tersayang yang membuatku berani berbuat perbuatan yang dianggap keji oleh negara itu. 

Meja hijau yang menghakimiku dan jeruji besi yang menghukumku membuat aku harus terpisah dari anakku satu-satunya dan membuatku semakin jauh terpisah dari istriku yang sudah tenang di alam sana, mereka yang tak tahu apa-apa tetapi ikut menderita karena perbuatan yang kulakukan, aku memang bodoh, aku memang egois, semoga anakku kelak tidak akan menjadi manusia tidak berguna seperti ayahnya ini yang sekarang sedang menjalani sebuah penyesalan di balik jeruji besi, sekarang aku hanya bisa berdoa dan berharap Tuhan akan memberikan yang terbaik untuk anakku.

Semua ini berawal dari aku dipecat dari pekerjaanku sebelumnya karena aku di PHK secara sepihak oleh perusahaan akibat dari undang-undang baru yang disahkan oleh pemimpin kita ini yang sudah 2 periode menjabat, ketika aku dipecat dari pekerjaan istriku sedang kritis mengidap kanker yang nyawanya mungkin sudah tak lama lagi, akhirnya segala hasil kerja yang kukumpulkan selama bertahun-tahun kuhabiskan untuk biaya Rumah Sakit berharap istriku tercinta bisa kembali ke dekapanku seperti biasanya.

Sampai pada hari itu tiba, di saat istriku harus menjalani sebuah operasi karena kondisinya yang kian memburuk, sang Dokter mengonfirmasikan kepadaku untuk lanjut operasi atau tidak, tanpa banyak tanya langsung aku iyakan terserah berapa pun biayanya akan kubayar nanti. 

Tapi naas ternyata pihak Rumah Sakit meminta bayaran operasi di muka karena memang sudah prosedur Rumah Sakit katanya, sungguh aku tak menyanggupi jika harus bayar administrasi saat itu juga, aku memohon kepada para Dokter dan pihak Rumah Sakit untuk diberikan pengecualian tetapi pihak Rumah Sakit hanya berkata maaf dan tak bisa membantu jika tidak bayar di muka, karena panik bukan kepalang akhirnya aku minta waktu 3 hari saja untuk mencari uang.

Singkat cerita, sudah 2 hari aku sejak aku minta waktu kepada pihak Rumah Sakit, karena telah lelah meminjam uang sana-sini tak ada yang mau meminjamkan aku hampir putus asa sampai ada salah-satu temanku menawarkan pekerjaan untuk membantunya menjual ganja katanya langsung saja kuiyakan tawarannya, katanya aku diberikan pinjaman tetapi sebagai gantinya aku harus membantunya mengedarkan ganja, aku senang bukan kepalang ketika sudah mendapatkan pinjaman lalu saat itu juga aku bergegas menuju Rumah Sakit. 

Tapi naas ketika sudah sampai rumah sakit ternyata Dokter datang menyalamiku dengan raut muka yang sungguh tak enak dilihat, katanya istriku baru saja 5 menit yang lalu menghembuskan nafas terakhirnya. Saat itu juga aku hancur, aku marah, aku menangis sejadi-jadinya bersama anakku satu-satunya.

Setelah kejadian itu hidupku berangsur-angsur hancur bersama anakku, ternyata pekerjaan menjual ganja yang ditawarkan temanku itu hanya bisa mencukupi makan nasi dan garam saja, syukur-syukur jika bisa dapat beli ikan asin. Aku dibodohi, hasil menjual ganja memang besar, tetapi saat pembagian hasil temanku langsung mendesak agar aku membayar hutangku kemarin untuk biaya Rumah Sakit. Memang hidup ini keparat bukan kepalang.

Ketika waktu saat pembagian hasil yang ke sekian kalinya aku bersikeras agar bisa mencicil hutangku lebih sedikit agar aku bisa makan layak dengan anakku, tetapi temanku berkata tidak yang akhirnya memicu pertengkaran aku dengannya pada waktu itu, singkat cerita banyak uangnya yang kubawa kabur kerumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun