Mohon tunggu...
Fauzan Kalila
Fauzan Kalila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan tinggi di salah satu universitas negeri di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tantangan Independensi Media di Tengah Pengaruh Kepemilikan Modal

3 Desember 2024   16:46 Diperbarui: 3 Desember 2024   20:36 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Media massa merupakan salah satu pilar terpenting dalam demokrasi. Media massa merupakan pilar keempat, disusul eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Saat ini peran pers atau media massa masih dibutuhkan oleh masyarakat. Maksud dari dibutuhkan di sini adalah media massa atau pers dapat menyuarakan harapan dan pandangan publik, mengkritik kebijakan pemerintah, serta menginformasikan sesuatu yang sedang terjadi. Media massa bagaikan pengendali demokrasi, karena media massa memiliki peran yang penting dalam menjaga, mengawasi, serta mengawal proses demokrasi. Media memiliki posisi yang powerful dalam proses perubahan politik dan terciptanya tatanan politik yang demokratis (Muhammad Irfan Fauzi, 2019). Namun, kenyataannya media massa kerap kali ditunggangi oleh berbagai kepentingan dari berbagai pihak. Salah satunya oleh pemilik modal. Contohnya seperti MNC Group yang tidak lepas dari partai Perindo. Hary Tanoe selaku pendiri sekaligus pemilik dari MNC Group dan partai Perindo menggunakan MNC Group untuk ajang memperkenalkan Perindo lewat lagu marsnya. Media massa merupakan ladang investasi sebagaimana perusahaan lain (Mosco, 2006). Oleh karena itu, media massa membutuhkan yang namanya kebebasan atau independensi dalam memproduksi berita untuk menjalankan perannya sebagai penyedia informasi yang akurat, kredibel, dan transparan tanpa ditunggangi kepentingan apapun. Menurut KBBI, Independen berarti yang berdiri sendiri, yang berjiwa bebas. Dalam arti lain pula, tidak terikat, bebas dan merdeka. Dari pengertian di atas, Independen dapat diartikan sebagai suatu sikap yang bebas, mandiri dan tidak bergantung pada siapapun. Bila ditarik ke dalam ranah media, Independensi media bisa diartikan sebagai suatu sikap atau Langkah yang diambil oleh suatu media dalam mempertahankan Independensinya dan kebebasan dalam memproduksi berita tanpa ada gangguan atau intervensi dari pihak manapun baik itu dari pemerintah, maupun pemilik modal. Sebenarnya, media massa tidak bisa sepenuhnya independen. Media kerap kali terpengaruh oleh berbagai pihak yang akan berdampak pada kepercayaan publik terhadap media tersebut. Kebebasan media massa di Indonesia seolah-olah terbelenggu dengan adanya pasal-pasal dalam Undang-Undang ITE. UU ITE seolah-olah masih menjadi hal yang menakutkan, terkhususkan bagi pihak media atau pers karena dapat membatasi kebebasan media. LBH Pers memberikan komentar terhadap beberapa pasal-pasal UU ITE. Salah satunya adalah Pasal 26 Ayat (3) tentang penghapusan informasi tidak relevan. LBH Pers menilai dalam pasal tersebut dapat berpotensi menghilangkan hukuman bagi pelaku pidana seperti korupsi, pelanggaran HAM dan lainnya. Dalam hal lain, terdapat pula kontroversi terhadap RUU Penyiaran yang membatasi kebebasan pers. Hal yang menjadi polemik ialah larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi yang terdapat pada Pasal 50B ayat 2(c). Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers Yadi Hendriana mengatakan dalam artikel berita pada bulan Mei 2024, bahwa "RUU ini juga memperluas kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebuah "lembaga negara independen" dalam menangani sengketa jurnalistik, sehingga berpotensi melemahkan peran independen Dewan Pers". Lanjut, Yadi Hedriana mengungkapkan bahwa tayangan jurnalistik investigasi merupakan nyawa bagi jurnalisme. "Itu mahkota jurnalisme. Yang memberikan warna dan ruh jurnalistik kan investigasi karena menemukan fakta-fakta baru penelusuran di lapangan. Selesai pers, kalau itu dilarang," ucap Yadi. Dari kasus diatas jelas hal tersebut sangat merugikan masyarakat, terutama independensi media. Masyarakat akan kekurangan akses berita aktual yang statusnya tersembunyi atau disembunyikan oleh suatu pihak. Sedangkan, media kehilangan fungsinya sebagai pengawas jalannya demokrasi. Pemerintah seolah-olah ingin ikut campur, mengatur serta merenggut kebebasan media massa dalam produksi berita. Selain pemerintah, kepemillikan modal juga menjadi salah satu faktor yang memengaruhi independensi media. Sebagai contoh, Surya Paloh. Seorang konglomerat dengan harta kekayaan 8,74 Triliun Rupiah berdasarkan data dari LHKPN tahun 2018, merupakan pendiri sekaligus pemilik dari partai Nasdem dan Media Group. Kebebasan media bisa terganggu apabila konglomerasi media ikut campur terhadap ruang redaksi, terutama yang berkaitan dengan kepentingan pemilik. Dalam kasus ini, Media Group kerap kali memberitakan Surya Paloh atau partai Nasdem dalam beritanya yang berisi kampanye-kampanye Partai miliknya dan untuk lebih mengenalkan sosok Surya Paloh itu sendiri. Alasan Partai Politik (NasDem) melakukan kampanye melalui saluran media massa ialah karena komunikasi media massa mempunyai peserta yang banyak,dan anonimus (Ali Mustofa, 2013). Di lain sisi, keterlibatan Surya Paloh dalam masalah kredit macet Bank Mandiri tidak diberitakan oleh Media Indonesia dan Metro TV (CIPG & HIVOS,2012). Media Group nampaknya berfungsi sebagai tabir pelindung untuk melindungi kepentingan pribadi pemiliknya, Surya Paloh dari kontroversinya dan perhatian publik. Dalam kasus ini, Media Group tidak hanya menyediakan informasi aktual, tetapi juga bertindak sebagai alat untuk mempertahankan reputasi,dan nama baik Surya Paloh dengan kepentingannya. Dapat dilihat bahwa keberpihakan media ini dapat menimbulkan berbagai pertanyaan tentang kualitas dan sikap independensi media. Media seolah-olah diibaratkan sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan dan kepentingan pemilik daripada menjadi media yang memberitakan informasi yang akurat, dan transparan kepada publik. Media massa merupakan salah satu bagian terpenting yang termasuk kedalam empat pilar demokrasi. Peran media massa masih sangat dibutuhkan karena media massa dapat menjadi jembatan penyambung antara masyarakat umum dengan pihak pemangku kepentingan. Namun, ditengah arus informasi yang begitu cepat akibat globalisasi, media massa kerap kali kesusahan dalam mempertahankan sikap kemandiriannya dalam memproduksi berita. Sejatinya, saat ini tidak banyak media yang dapat mempertahankan sikap independensinya. Kebanyakan, media-media sering kali ditunggangi oleh kepentingan dan juga mendapatkan intervensi dari berbagai pihak. Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi independensi media. Salah satu contohnya ialah kepentingan kepemilikan modal dan bisnis yang terjadi pada Media Group, media massa milik Surya Paloh. Di sini, Media Group sering memberikan berita tentang Surya Paloh dan NasDem, tujuannya tidak lain dan tidak bukan untuk memperkenalkan sosok Surya Paloh kepada publik dan menjadikan Media Group sebagai medium kampanye bagi NasDem. Lalu, pemerintah juga dapat menjadi salah satu faktor retaknya independensi media lewat berbagai kebijakan yang mengekang kebebasan media dalam produksi berita. Pasal-pasal UU ITE dan RUU Penyiaran misalnya yang sempat menjadi kontroversi dan perbincangan publik. Pasal 26 Ayat 3 tentang penghapusan informasi tidak relevan yang mendapatkan komentar dari LBH Pers. LBH Pers menilai penghapusan ini dapat memicu potensi praktik impuitas terhadap suatu tindak pidana. Lalu, Pasal 50B ayat 2(c) tentang penghapusan tayangan jurnalistik invesitgasi. Hal ini juga mendapatkan komentar dari berbagai pihak, salah satunya oleh Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers. Meskipun pada praktiknya, media seringkali tidak benarbenar independen tetapi seharusnya, media sebagai garda terdepan dan sebagai jembatan penghubung aspirasi masyarakat haruslah menjaga sikap independen, mandiri, dan tidak mudah disetir oleh siapapun. Hal ini demi menjaga keakuratan berita, memberikan ruang dalam kebebasan berpendapat, menjaga kepercayaan publik, dan yang terpenting sebagai pengawas demokrasi agar tetap berjalan sesuai koridor dan dengan semestinya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun