Mohon tunggu...
Muhammad Fauzan Ilham
Muhammad Fauzan Ilham Mohon Tunggu... Mahasiswa - Psychology Student | Content Writer | Personal Growth

Halo, Aku Fauzan! Mahasiswa Psikologi di Universitas Mercu Buana Jakarta. Selamat membaca artikel yang telah aku buat. Semoga bermanfaat, ya!

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Pseudo Autism: Membedah Kondisi yang Sering Dikaitkan dengan Spektrum Autisme

19 Juni 2023   06:00 Diperbarui: 19 Juni 2023   06:05 3963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: Edit in Canva

Autisme adalah gangguan perkembangan yang kompleks dan bervariasi dalam gejala serta tingkat keparahannya. Namun, dalam beberapa kesempatan, terdapat kondisi yang disebut sebagai pseudo autisme yang mungkin membingungkan bagi banyak orang. Istilah "pseudo" mengindikasikan adanya persamaan gejala atau karakteristik dengan spektrum autisme, tetapi penyebab atau asal usulnya berbeda. 

Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih lanjut tentang pseudo autisme, apa yang membedakannya dari autisme sejati, dan bagaimana pengenalan yang akurat dapat membantu dalam memberikan intervensi yang tepat.

Pengenalan

Pseudo autisme, juga dikenal sebagai autisme palsu atau autisme sekunder, merujuk pada kondisi yang memiliki gejala yang menyerupai autisme, tetapi disebabkan oleh faktor-faktor lain selain gangguan perkembangan otak yang mendasarinya. 

Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan gejala pseudo autisme antara lain kekurangan pendengaran, kebutaan, kerusakan neurologis, gangguan perkembangan bahasa, dan masalah psikologis lainnya. Pseudo autisme dapat terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa.

Gejala Pseudo Autism

Gejala pseudo autisme sering kali meniru gejala yang biasanya terkait dengan spektrum autisme. Beberapa gejala yang umum terjadi meliputi kesulitan berkomunikasi dan berinteraksi sosial, perhatian yang terbatas atau terfokus secara obsesif, keterlambatan dalam perkembangan bahasa, perilaku repetitif, dan sensitivitas terhadap perubahan rutinitas. Namun, penting untuk diingat bahwa gejala ini dapat berkaitan dengan berbagai kondisi dan tidak selalu mengindikasikan adanya spektrum autisme.

Penyebab Pseudo Autism

Pseudo autisme dapat disebabkan oleh sejumlah faktor yang berbeda. Misalnya, gangguan pendengaran pada anak-anak dapat menyebabkan keterbatasan komunikasi dan interaksi sosial, yang sering kali mirip dengan gejala autisme. Kondisi medis lain, seperti gangguan neurologis atau kerusakan otak, juga dapat mempengaruhi perkembangan sosial dan komunikasi seseorang, yang akhirnya menyerupai gejala autisme.

Diagnosis dan Pengobatan

Mendiagnosis pseudo autisme bisa menjadi tugas yang rumit. Psikolog atau profesional kesehatan yang terlatih biasanya akan melakukan evaluasi menyeluruh untuk mencari penyebab gejala dan mengesampingkan gangguan lain yang mungkin menyebabkannya. Pemeriksaan pendengaran, penglihatan, dan evaluasi neurologis mungkin diperlukan. Terlepas dari penyebabnya, perawatan dan intervensi akan disesuaikan dengan kondisi yang mendasarinya. Misalnya, terapi pendengaran atau terapi fisik mungkin direkomendasikan jika gangguan pendengaran atau kerusakan neurologis adalah penyebab gejala pseudo autisme.

Gimana kamu sudah paham belum? Kalau belum paham, ini akau jelaskan kesimpulannya, ya!

Pseudo autisme adalah kondisi yang dapat meniru gejala spektrum autisme, tetapi dengan penyebab yang berbeda. Penting bagi individu yang diduga memiliki pseudo autisme untuk mencari bantuan medis dan diagnosa yang akurat guna mengidentifikasi penyebab gejala yang mereka alami. Dengan memahami asal usul gejala, intervensi yang tepat dapat diberikan untuk membantu individu mencapai potensi mereka dan meningkatkan kualitas hidup.

Quote untuk kamu yang baca artikel ini: "Setiap langkah menuju pemahaman dan penyelesaian adalah langkah yang membawa kita lebih dekat pada potensi terbaik dan kehidupan yang lebih baik."

Referensi:

Daulay, N. (2008). Struktur otak dan keberfungsiannya pada anak dengan gangguan spektrum autis: kajian neuropsikologi. Sumber, 1(88), 2012.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun