Konon, hanya orang-orang yang pada masa hidupnya berkelakuan baiklah yang “selamat” ketika menjawab pertanyaan penjaga kubur. Saat itu, mulut kita terkunci, yang berbicara adalah anggota badan kita.
Baiklah, kita tidak terlalu jauh untuk menyelami alam pekuburan. Pertama, saya sendiri belum pernah dikubur. Dan, yang kedua, wawasan dan ilmu pengetahuan saya tentang alamkubur amat terbatas. Hal-hal yang saya kedepankan adalah pertanyaan-pertanyaan yang ketika di dunia ini pun, kita tidak mampu menjawabnya!
Bagaimana bisa? Mungkin sebagaian ada yang bertanya demikian. Bukankah teramat mudah kitamenjawab Tuhan kita Alloh, kitab kita Al-Qur;an, Nabi kita Rasulullah Muhammadsaw dan seterusnya? Mudah jika yang menjawab lisan. Namun, akan menjadi susah,jika yang menjawab adalah cerminan kehidupan. Apalagi, hanya jawaban jujurlah yang kelak akan menjawab, tidak ada jawabn lain apalagi sampai berbohong.Pembaca, tanpa ditanya, biasanya kita mengaku bertuhan Alloh, mengenal-Nya, dan mengetahui Keberadaan-Nya.
Namun, sungguhkah kita bertuhan Dia? Bertuhan Alloh? Jawabannya hanya kita dan Alloh yang tahu.Tetapi, demi melihat langkah kita mengais rezeki, demi melihat gerak kita meniti kehidupan, tampaknya kita harus sekali lagi bertanya, sungguhkah kita bertuhan Alloh?Tidakkah kita bertuhan harta, bertuhan keserakahan, bertuhan mobil mewah, jabatan basah, bertuhan kesombongan? Inilah yang saya maksud bahwa jika kita menjawab dengan jujur, sesungguhnya kita sendiri tidak mampu menjawabnya!
Begitu jugadengan pertanyaan lain: apa kitab kita? Dengan mudah kita menjawab Al-Qur’an.Namun, apa yang sesunguhnya terjadi? Dibaca saja tidak, apalagi dipelajari dan diamalkan. “Kitab” kita hanya deretan angka yang bisa membuat kita bangga, yaitu uang, asset kekayaan, status social, dan ekonomi.
Nabi. Nabi menjadi salah satu pertanyaan. Siapa pun yang mengaku Islam, tentu berkata bahwa nabi saya adalah Muhamad, Rasul akhir zaman, pembawa risalah kebenaran. Kini, lihatlah kehidupan kita. Sudahkah hidup dekat dengan risalah yang dibawa Nabi?Jangan-jangan, nabi kita adalah nafsu, imam kita adalah pikiran-pikiran singkat untuk segera sukses untuk segera berhasil.
Inilah salah satu hal yang membuat saya prihatin, terutama kepada diri sendiri. Yakni, prihatin mengenai pertanyaan di alam kubur. Karena, jika kita ajukan pertanyaan alam kubur, kita sendiri tidak bisa menjawabnya. Apalagi kelak di alam kubur.
Jawablah dengan jujur. Namun, sebelumnya renungi dahulu tentang hidup dan kehidupan yang sudah kita lalui. Percayalah, sebenarnya kita sendiri sudah tahu apakah kita mampu menajwabnya atau tidak. Atau, apakah jawaban kita kelak akan salah atau tidak, kita sudah tahu. Toh, kita semua diberi kemampuan menilai langkah kita masing-masing. Syaratnya mau menilai dengan jujur dan berniat membersihkan hati.
Pertanyaan lainnya, yakni seputar bagaimana kita menjalani kehidupan dan bagaimana cara kita mendapatkan harta. Kedua hal ini bergantung pada jawaban siapa Tuhan kita,apa kitab kita, san siapa nabi kita. Wallahu’alam.
Jangan tertawa, sebab kita bisa mengatur hukum. Kelak, ada satu hari di mana kita tidak bisalagi mengatur dan tidak bisa lagi tertawa menang! Pertanyaan kubur, sungguh akan ditanyakan. Dan kelak, tidak ada jawaban lain, kecuali jawaban jujur. Sebab, anggota badan kita yang akan berbicara dan bersaksi.
Ustadz Yusuf Mansur
Buku Kado Panjang Umur tahun 2008
Penerbit Salamadani
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H