Dalam perjalanan ke Bengkayang untuk kajian perbatasan beberapa waktu lalu, saya sempat mengunjungi salah satu pintu perlintasan perbatasan tidak resmi, atau yang sering disebut sebagai jalur tikus, yang terletak di perkebunan kelapa sawit yang cukup luas di wilayah Desa Jagoi, Kecamatan Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat.
Perlintasan atau pintu antarkebun kelapa sawit di dua negara ini terletak di titik E-197 di Desa Jagoi.
Lokasi perlintasan ini tidak begitu jauh dari lokasi dibangunnya Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Jagoi Babang yang akan menjadi perlintasan resmi dan  penghubung dengan wilayah Serikin, Serawak.
Akses jalan untuk menuju pintu antarkebun kelapa sawit dua negara ini tidak terlalu sulit, karena akses menuju ke pintu antarkebun kelapa sawit ini cukup bagus meskipun berada di dalam perkebunan sawit.
Jika melihat kondisi jalan yang cukup padat dan rata, nampaknya jalan tersebut sudah sering dilalui kendaraan-kendaran besar seperti truk pengangkut kelapa sawit misalnya.
Seperti terlihat dalam foto, keberadaan sungai, jembatan, dan pagar sekilas terlihat biasa-biasa saja. Namun, sungai kecil itu merupakan batas alam yang memisahkan antara wilayah Indonesia dengan Malaysia.Â
Jembatan yang berada di tengah perkebunan kelapa sawit ini merupakan penghubung pelintas batas (manusia dan kendaraan) yang akan keluar masuk ke wilayah Serawak dari Bengkayang. Pagar ini merupakan pintu keluar/masuk ke wilayah Serawak dari Bengkayang.
Apakah perlintasan/jalur ini resmi?Â
Tentu tidak, jalur perlintasan ini merupakan salah satu dari sekitar 24 jalur tidak resmi yang berada di wilayah Bengkayang.
Di sekitar perlintasan ini tidak ada petugas/pos jaga CIQ-S (custom, immigration, quarantine & security).
Bisa jadi jalur ini dibuat oleh dan untuk kepentingan perusahaan/korporasi kelapa sawit.
Jika melihat kokohnya jembatan baja ini dan kondisi jalan yang padat, jalur ini sudah biasa dilalui truk-truk besar yang membawa kelapa sawit untuk melintasi batas negara.
Pagar tersebut berada di sisi wilayah Serawak dan kunci/gembok juga berada di sisi wilayah Serawak. Kondisi ini menunjukkan bahwa pihak yang memiliki "power" untuk membuka dan menutup pagar tersebut berada di wilayah Serawak.
Apakah hanya kelapa sawit yang dibawa melintasi jalur ini, sementara ada indikasi sejak Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong (Sanggau) dan PLBN Aruk (Sambas) resmi dibuka, jalur penyelundupan berpindah melalui wilayah Jagoi Babang, Bengkayang.Â
Selain itu terdapat potensi kerawanan bahwa perlintasan ini digunakan untuk pengiriman hasil komoditas perkebunan ke negeri jiran, jalur perlintasan ini juga dapat dijadikan sebagai akses untuk penyelundupan barang-barang terlarang maupun jalur bagi pekerja migran Indonesia (PMI) yang masuk ke wilayah Serawak secara illegal.Â
Seperti data dari BNPP (2020) menyebutkan bahwa pada Januari 2020 berhasil digagalkan upaya penyelundupan lebih dari 500 dus rokok yang diangkut dengan beberapa truk di perlintasan ini.
Situasi ini tentunya dapat memunculkan beberapa pertanyaan kritis antara lain: Sejak kapan jalur ini dibuat? Siapa yang membuat dan untuk tujuan apa? Apakah ada izin/sepengetahuan dari pemerintah kedua negara? Apakah hanya kelapa sawit yang dibawa melintasi jalur ini? Dan mengapa tidak ditempatkan aparat terkait di sekitar jalur perlintasan ini?
Semoga pemerintah lekas bertindak untuk menata jalur yang bukan lagi jalur tikus tapi sudah menjadi jalur gajah ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H