Biaya per galonnya memang murah, kalau tidak salah hanya 3.000-5.000 per galon. Tapi, ongkos membawanya yang memberatkan. Jadi, air tawar yang bersih mereka pakai untuk makan dan minum serta kebutuhan medis, sedangkan untuk yang lain memanfaatkan air hujan yang ditampung tadi. Disitu barulah aku merasa betapa berharganya air tawar/air bersih.Â
Cerita lain yang didapat adalah kesulitan para petugas kesehatan untuk mendapatkan aliran listrik. Memang, kabel-kabel listrik dan alirannya sudah masuk ke sana. Tapi, tidak sepenuhnya mereka dapat menikmati pasokan listrik tersebut.Â
Pada saat tertentu, mereka terpaksa harus menunda untuk melakukan tindakan disaat pasokan listrik tiada. Kalau tidak salah, listrik akan optimal menyala pada malam hari, dan terbatas di siang hari. Itulah mengapa, untuk beberapa kasus pasien yang berat, mereka harus merujuk ke pulau besar terdekat.
Kini, setelah setahun berlalu tulisan ini baru dapat ku lengkapi. Semoga apa yang dulu dilihat dan diceritakan, kini sudah berubah dan jauh lebih baik. Semoga Mas Rizki, maupun seluruh petugas atau relawan yang berada di Desa Sama Bahari, ataupun di daerah manapun yang mungkin kondisinya tidak jauh beda, senantiasa diberikan kekuatan dan semangat. Semoga pula suatu saat bisa mampir lagi kesana.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H