Berdasarkan isi Babad Tanah Jawi, Kerajaan Mataram Islam pernah berdagang sampai-sampai menaikkan harga beras untuk dijual kepada kompeni, bukti tersebut disebutkan sebagai berikut:
“Ora antara lawas dhawuh nglarangi adol beras marang Compagnie, amarga Coen wani wani awèh mriyem marang wong Surabaya.” (Meinsma, 1874)
Pada tahun 1613 sumber daya pertanian di kawasan Mataram sempat mengalami penurunan karena wabah dan paceklik, banyak warga yang kelaparan dan mati.
“Kanjeng Sultan iya ayem baé, pangandikané: tanah Mataram isih sugih wong. Jalaran kang mangkono mau wong cilik padha ora bisa nggarap sawah, regané beras saya larang lan wongé saya ora kacukupan. wuwuh katambah ing pagering, mulané ing tahun 1618 lan 1626 akèh padésan ing Tanah Jawa kang wongé mung kari 1/3, kang 2/3 padha mati.” (Meinsma, 1874)
Dengan kondisi yang lumayan sulit Sultan Agung menyatakan bahwa tanah mataram masih banyak rakyat, karena orang kecil tidak bisa menggarap sawah dan harga beras semakin mahal dan tidak tercukupi. Hal ini dikarenakan banyaknya pajak yang harus dibayar oleh pedagang kepada kompeni. Namun pada tahun 1615, beras sebesar 2000 ton pernah diekspor ke VOC di Batavia. Akibat dari surplus beras setiap tahunnya, kegiatan perdagangan yang awalnya kurang mendapat perhatian kemudian mulai hidup dan berkembang, meskipun pertanian tetap menjadi andalan utama perekonomian kerajaan (Moedjanto, 1986: 9; Reid, 1998: 28)
KESIMPULAN
Kerajaan Mataram Islam menjadi salah satu negara yang mengadopsi sistem Agraris di wilayah Nusantara. Dengan letak geografisnya yang mendukung dari sungai, gunung dan dataran luas yang terbagi dari empat bagian yaitu Kutagara,Negara Agung, Mancanegara, dan Pasisiran menyebabkan Mataram Islam suskes dalam mengadopsi sistem negara Agraris yang bergantung pada sektor pertanian terutama tanaman padi. Pada masa Sultan Agung menjadikan Mataram Islam mencapai puncak kejayaannya dengan adanya pajak yang dibuat dan mengelola produksi padi dengan baik terutama pada wilayah Kerta.
REFERENSI:
Abimanyu, S. (2015). Kitab Terlengkap Sejarah Mataram. Yogyakarta: Saufa.
Adrisijanti, I. (2000). Arkeologi Perkotaan Matram Islam. Yogyakarta: Jendela.
Boechari. (1962). Rakryan Mahamantri I Hino Sri Sanggramawijaya Dharmmaprasadottungga-Dewi. Jakarta: Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Burhanudin, J. (2013). Ulama Kekuasaan; Pergumulan Elite Muslim dalam Sejarah Indonesia. Bandung: Mizan Publika.
Meinsma, J. (1874). Babad Tanah Jawi. Muntilan: Garudhawaca.