Indonesia adalah negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, tetapi juga memiliki berbagai etnis dan agama yang hidup berdampingan. Keputusan untuk menjadikan Imlek sebagai hari libur nasional adalah salah satu contoh bagaimana negara menghargai keberagaman.
Dulu, Imlek pernah dianggap sebagai perayaan eksklusif yang hanya boleh dilakukan secara tertutup. Namun, setelah era reformasi, kita melihat bagaimana Imlek kini dirayakan secara terbuka dengan semarak. Ini bukan hanya kemenangan bagi komunitas Tionghoa, tetapi juga kemenangan bagi semangat kebhinekaan Indonesia.
Refleksi: Jika negara saja bisa memberikan ruang untuk keberagaman, sudahkah kita melakukan hal yang sama dalam kehidupan sehari-hari?
2. Belajar Toleransi dari Imlek
Imlek mengajarkan kita tentang pentingnya:
- Menghormati perbedaan -- Setiap orang memiliki cara sendiri untuk merayakan sesuatu. Bagi umat Islam, ini bisa menjadi pengingat untuk selalu menghormati keyakinan dan tradisi orang lain.
- Membangun silaturahmi lintas budaya -- Banyak masyarakat non-Tionghoa yang kini ikut menikmati perayaan Imlek, baik melalui acara budaya, kuliner, maupun interaksi sosial.
- Berbagi kebahagiaan -- Semangat berbagi dalam tradisi angpao bisa menjadi inspirasi untuk selalu menebarkan kebaikan, dalam bentuk apa pun.
Toleransi bukan berarti harus ikut merayakan, tetapi cukup dengan memahami dan menghargai. Sama seperti saat bulan Ramadan, di mana teman-teman non-Muslim tidak wajib berpuasa tetapi tetap menghormati mereka yang menjalankannya.
Refleksi: Seberapa sering kita berusaha memahami budaya lain? Atau jangan-jangan kita lebih sering terburu-buru menghakimi sesuatu yang belum kita pahami?
3. Peran Keberagaman dalam Ketahanan Nasional
Dari sudut pandang Kajian Ketahanan Nasional, keberagaman adalah aset yang harus dikelola dengan bijak. Negara yang kuat adalah negara yang mampu menjaga harmoni di antara berbagai kelompok masyarakatnya.
Jika Imlek bisa berkembang dari perayaan yang dulu dilarang menjadi simbol toleransi, itu menunjukkan bahwa Indonesia mampu beradaptasi dan belajar dari sejarah. Ini adalah contoh bagaimana ketahanan sosial dibangun, bukan melalui keseragaman, tetapi melalui kemampuan menerima perbedaan.
Refleksi: Ketahanan suatu bangsa tidak hanya diukur dari kekuatan militernya, tetapi juga dari seberapa baik rakyatnya menjaga persatuan di tengah keberagaman.